Devan sudah di periksa oleh dokter. Kondisinya sudah lebih baik setelah diberikan suntikan.
"Sebaiknya jangan biarkan Pak Devan mengalami stres," ujar dokter mengingatkan.
"Baik, Dok."
Tasya menghela napasnya pelan, memandang wajah sang suami yang sudah kembali tidur setelah diberikan suntikan.
"Kamu dengar, Nia? Apa yang dikatakan oleh dokter?" ujar Tasya kepada adik iparnya itu.
"Iya, Mbak. Tapi---"
"Mbak tahu, kalau kamu sangat keberatan akan pernikahan ini. Tapi, ini semua demi kebaikan kamu dan juga nama baik keluarga kita, Nia. Mbak mohon, mohon dengan sangat agar kamu mau menerima lamaran ini," pinta Tasya yang sudah menggenggam tangan sang adik ipar.
Nia menahan napasnya. Dia merasa berada di antara dua jurang saat ini. Jika dia melangah ke kanan, maka dia akan terjatuh ke dalam jurang, begitu pun sebaliknya.
"Lalu bagaimana dengan Nia, Mbak?" tanya Nia dengan wajah yang sendu. "Bagaimana dengan masa depan Nia?"
Tasya juga merasa bingung. Satu sisi, Nia memang tidak bersalah, karena di sini Nia adalah korbannya. DI satu sisi lagi, Nia saat ini dalam kondisi yang sedang di kontrak oleh sebuah agensi, di mana dia tidak boleh menikah sampai kontrak mereka habis.
"Nia, begini saja, bagaimana jika kamu mengajak dokter itu untuk berbicara?" saran Tasya.
Nia mendengar apa yang disarankan oleh sang kakak ipar, di mana mereka memiliki pemikiran yang sama.
"Kamu harus yakinkan dia, Nia" ujar Tasya setelah mengatakan ide gilanya itu.
Nia tersenyum dan menganggukkan kepalanya. "Pemikiran kita sama, Mbak. Nia juga sempat berpikir seperti itu, tapi Nia bingung harus memulainya dari mana. Sekarang, Nia sudah tau apa yang harus Nia lakukan."
"Semangat, Nia, semoga apapun rencana kamu nanti, itu yang terbaik untuk kamu," sahut Tasya.
"Semoga, Mbak."
*
Devan sudah terlihat kembali rapi. Walaupun keadaannya masih belum stabil, tapi dia tetap harus menemui calon besannya itu.
"Mas yakin mau ikut turun?" tanya Tasya sambil membenarkan pakaian sang suami.
"Iya, sayang. Aku harus menyambut tamu kita."
"Tapi, bukankah Mas bilang, kalau David akan datang?"
"Ya, David memang akan datang, tapi tetap saja, aku ini anak sulung di keluarga. Semua tanggung jawab, masih berada di atas pundak ku," jawab Devan.
Tasya tersenyum. "Iya, Mas. Aku mengerti."
Seorang asisten rumah tangga mengetuk pintu kamar Devan dan Tasya, di mana ingin memberikan kabar jika tamu mereka baru saja tiba.
"Sebaiknya kita menyambut tamu kita," ajak Devan yang diangguki oleh Tasya.
Tasya merangkul lengan sang suami, membantunya untuk berjalan, walaupun sebenarnya Devan masih mampu untuk berjalan sendiri tanpa bantuan.
Setelah berasa di depan pintu rumah, Devan menyambut tamunya itu dengan senyuman ramah.
"Selamat datang, Pak Leo," sapa Devan sambil mengulurkan tangannya.
Ya, setidaknya Papi Leo tidak seperti Lucas. Papi Leo masih mau berjabat tangan dengan orang lain, hanya saja, pria paruh baya itu enggan untuk memakai baju bekas orang lain, walaupun sudah di cuci. Dan juga, minum di gelas yang sama dengan orang lain, walaupun dari para sepupu-sepupunya itu.
Biarlah orang bilang lebay, tapi memang sudah begitu bawaan Papi Leo, yang mana saat ini turun kepada Lucas. Bahkan lebih parah lagi.
"Terima kasih atas sambutannya, Tuan Devan," ujar Papi Leo sambil menerima uluran tangan Devan.
Devan menyuruh tamunya itu untuk masuk, dengan wajah yang tersenyum ramah, tapi senyuman itu hilang di saat melihat wajah Lucas.
Bayangan saat Lucas berada di atas tempat tidur yang sama dengan sang adik, di tambah lagi mereka tidak menggunakan sehelai pakaian pun, membuat darah Devan kembali mendidih.
"Masuklah," titah Devan dengan suaranya yang dingin.
Lucas tidak menjawab, pria itu hanya menganggukkan kepalanya pelan sebagai respon tubuhnya.
"Hah, lihatlah kelakuan anak itu, benar-benar sangat tidak sopan," kesal Devan yang berbicara dengan sang istri.
"Sudah lah, Mas, bukankah kamu mengatakan jika dia pria yang aneh?" sahut Tasya.
"Ya, dia memang pria yang aneh. Tidak ingin bersentuhan dengan orang lain, tapi malah menyentuh adikku," ucap Devan dengan gigi yang rapat. "Akkh, mengingat hal itu membuat darahku kembali mendidih, sayang."
"Tadi aku suruh bibi untuk menyiapkan es jus semangka, kamu mau?" tawar Tasya sambil mengulum senyumnya. "Siram ke kepala biar darahnya gak mendidih," kekeh Tasya.
Devan tertawa kecil. "Kamu ini. Untung istri," ujarnya dengan gemas sambil mengacak rambut Tasya.
"Ayo kita masuk, tamu kita sudah menunggu di dalam," ajak Tasya yang diangguki oleh Devan.
*
Pertemuan antara dua keluarga yang awalnya terasa sedikit hangat, tiba-tiba saja menjadi dingin, di saat kedatangan adik Devan yang kedua, yaitu David.
David sangat marah, di saat adik kesayangannya itu telah di nodai oleh orang asing, di saat karir sang adik sedang naik daun.
"Duduklah, kita bicara dengan kepala dingin," titah Devan kepada David.
David menghela napasnya kasar dan panjang, dia tidak bisa melawan sang abang yang selama ini telah menjadi tempat berlindung mereka. Dan juga, Devan tidak hanya seorang Abang bagi David, tapi juga seorang idola yang ingin dia contoh dalam hidupnya.
Devan menurut, dia duduk tepat dihadapan Lucas, di mana calon adik iparnya itu terlihat memasang wajah seolah tidak bersalah dan berdosa.
"Dasar pria angkuh," batin David geram.
"Jadi, mari kita lanjutkan kembali pembahasan yang tertunda tadi," ujar Devan dengan tenang.
Devan akan tenang, selagi dia tidak melihat ke arah Lucas.
"Karena Lucas yang salah, jadi kami yang akan bertanggung jawab atas semua persiapan pernikahan," ujar Papi Leo.
"Dan untuk Nak Nia, katakan saja pernikahan seperti apa yang sudah menjadi impian kamu, maka Om akan mengabulkannya," tambah Papi Leo yang tersenyum kepada Nia.
Nia melirik ke arah sang Abang, kemudian dia melirik ke arah Lucas yang ternyata menatapnya dengan tajam saat ini.
"Dasar pria mesum menyebalkan," geram Nia dalam hati.
"Nia!" tegur Devan, saat melihat sang adik malah melirik tajam ke arah Lucas.
"Ya?" kejut Nia, saat Tasya menepuk pelan lututnya.
"Apa?" tanyanya lagi kepada sang kakak ipar.
"Calon mertua kamu bertanya, konsep pernikahan seperti apa yang kamu inginkan?" ujar Tasya memberitahu.
"Hah? Konsep?" Nia pun merasa bingung, konsep pernikahan seperti apa yang dia inginkan.
Beberapa waktu lalu, dia sempat memiliki konsep pernikahan yang ingin dia selenggarakan, di mana jika dirinya menikah dengan sang pujaan hati. Tapi, saat ini dia akan menikah dengan Lucas, pria yang 'katanya' dingin dan sulit untuk tersentuh.
Konsep pernikahan apa yang Nia inginkan, karena menikah dengan Lucas? Bahkan Nia tidak memikirkan tentang konsep pernikahan, karena baginya, menikah dengan Martin sama halnya dengan masuk ke dalam kuburan yang gelas dan dingin.
Ya, Nia sudah mencari tahu tentang Lucas, di mana pria itu terkenal jika sebagai pria kulkas delapan pintu.
"Nia, kenapa bengong lagi? Ayo katakan, konsep pernikahan seperti apa yang kamu inginkan?" tanya Tasya ulang.
"Emm, apa saja. Yang sederhana juga gak papa. Yang penting, tamu yang datang hanya keluarga saja. Dan kalau bisa, pernikahan ini di privasi dan dirahasiakan, karena Nia tidak ingin satu wartawan tahu, jika Nia sudah menikah," ujarnya dengan lembut dan tegas.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 49 Episodes
Comments
Anik Trisubekti
lanjut mak Rira 🥰
2024-01-03
0