"Tu-tu-tunangan?!" gagap Ivana bukan main.
Melihat keterkejutan putrinya, Miranda mau tak mau tertawa bersama dengan Ardila yang tersenyum geli disampingnya. Ekspresi serius Miranda menghilang dan ekspresi jahil muncul diwajahnya yang membuat Ivana maupun Ares yang beberapa waktu lalu berhenti tiba-tiba menatapnya dengan ekspresi yang aneh.
Miranda menyeka air mata disudut matanya. "Mama bercanda, Vana!"
Ardila juga membantu menjelaskan. "Bukan acara pertunangan, kok. Hari ini adalah hari ulang tahun Ares, jadi tante ingin merayakannya. Karena kamu satu-satunya anak yang seumuran dengan Ares disini, jadi tante mengundang kamu, sekalian satu keluarga jadi acara kecil-kecilan yang sebenarnya bisa disebut acara makan-makan ini tambah ramai."
Mendengar penjelasan Ardila membuat Ivana lega bukan main.
Ivana tahu kondisi Ares, dan jika dia bertunangan dengan pria itu, bukankah dia akan menjadi perisai manusia untuk menutupi kebelokan Ares? Dan bagaimana dengan para penggemar fanatik Ares jika sampai mereka mendengar rumor bahwa Ares bertunangan dan sampai ketahuan bahwa Ivana-lah tunangan Ares itu? Bukankah dia akan habis dijadikan remahan rempeyek?
Namun sebenarnya, dengan kepribadian Ares, sangat mustahil bahwa Ares akan menerima perjodohan ini. Jadi sebenarnya, Ivana tidak perlu khawatir jika apa yang dikatakan oleh Miranda bukanlah kebohongan melainkan kebenaran.
Intinya, sangat dan sangat mustahil Ares akan menyukainya.
"Syukurlah. Mama buat Vana kaget saja."
Ivana berucap dengan sungguh-sungguh. "Vana dan Ares kan hanya berteman."
Bahkan bisa dibilang, mereka bahkan bukan teman yang akrab. Maksudnya, sudah ajaib bahwa Ivana bisa mengobrol dengan Ares dan tidak sepenuhnya diabaikan seperti angin baru-baru ini. Mengingat bahwa sepertinya Ares sangat tidak senang dengan mereka yang memiliki ketertarikan kepadanya dalam hubungan romantis. Bagaimanapun tidak ada salahnya berteman dengan Ares di lingkungan rumah, jadi jangan membuatnya salah paham bahwa dia ingin berhubungan dengan Ares dengan cara yang romantis.
"Lagipula, tipe Vana kan jauh banget dari Ares, ma."
Ardila dan Miranda nampaknya sudah menjalin hubungan baik dalam beberapa waktu, jadi sebaiknya Ivana mendistorsi pikiran keduanya tentang menjadi besan dari sekarang daripada terjadi kemungkinan seperti itu dimasa depan.
Miranda menatap Ivana dan tergelak. "Jauh dari Ares, berarti tipe yang lembut dan penyayang atau yang manis dan manja, ya?"
Ardila di sampingnya juga bertanya, "Benarkah? Tipe yang manis dan manja bisa juga?"
"Katanya itu juga sudah bukan hal aneh kalau laki-laki yang manis dan manja, dek. Aku suka lihat di sosial media, anak muda zaman sekarang biasanya yang lebih lengket itu yang cowoknya."
Nampaknya apa yang ia katakan berpengaruh kepada mereka. Namun yang tidak Ivana sadari adalah dibelakangnya, Ares menatapnya lama dengan tanpa ekspresi sebelum dengan tenang berbalik dan melanjutkan langkahnya untuk kembali.
...***...
Beberapa jam sebelum makan malam, Ivana termenung di tempat tidurnya sembari melihat layar ponselnya, mengscroll dari atas ke bawah pada rangkaian kalimat yang menunjukkan artikel mengenai barang-barang yang cocok diberikan sebagai hadiah ulang tahun.
Meski keduanya tidak akrab, namun Ivana sendiri tidak pernah absen memberikan hadiah kepada pada sahabat dan kepada teman-temannya saat mereka berulang tahun. Namun karena sesama perempuan—biasanya—Ivana bisa dengan mudah menemukan barang apa yang mereka suka atau apa yang mereka butuhkan. Atau tepatnya, karena temannya bisa dihitung dengan menggunakan jari dan teman terdekatnya juga selalu bercerita apa yang mereka suka, Ivana jadi tahu harus memberi hadiah apa.
Namun, Ares kan kasus yang berbeda.
Mereka bukan teman, tetangga yang sudah akrab juga bukan. Bahkan Ares juga baru memperlakukannya seperti manusia dan bukan angin lagi sejak beberapa waktu belakangan.
Tentu saja Ivana tidak tahu apa yang disuka dan tidak disukai oleh Ares.
"Duh, belikan apa, ya?" gumam Ivana.
Pada akhirnya, setelah melakukan banyak pencarian dan perbandingan, Ivana memutuskan untuk memberikan Ares sebuah jam tangan. Bagaimanapun, jam tangan termasuk barang umum yang baik perempuan maupun laki-laki menggunakannya. Bentuknya sederhana dan harganya juga masih terjangkau oleh uang sakunya.
Setelah memutuskan untuk membelinya, Ivana beranjak dari kamarnya dan kemudian mengganti setelan baju musim panasnya dengan pakaian yang lebih tertutup.
"Ma, Vana keluar sebentar, ya?"
"Mau kemana?" tanya Miranda saat Ivana meminta izin kepada Miranda.
Ivana menjawab dengan senyuman. "Mau beli sesuatu."
Miranda hanya menganggukkan kepalanya dan membiarkan sang putri untuk pergi membeli sesuatu yang entah apa itu. Bagaimanapun, jika seorang perempuan membeli sesuatu, pastilah tak jauh dari makanan ringan atau skincare untuk wajah.
Setelah mendapatkan izin dari sang mama, Ivana mengendarai motor maticnya menuju toko jam tangan terdekat yang ada di sekitar perumahan itu. Tentu saja dengan jarak terdekat pun, memakan waktu belasan hingga puluhan menit berkendara.
Setelah belasan menit ia gunakan untuk berkendara, akhirnya Ivana sampai disebuah toko jam. Toko jam tangan itu tidak terlalu besar namun juga tidak terlalu kecil. Didesain dengan separuh bangunan terbuat dari kaca dua arah, dan dengan penerangan lampu yang berwarna oranye lembut. Seolah menciptakan kesan mewah dan hangat.
Belum lagi, beberapa pot dan tanaman berwarna yang ditanam di setiap sisi bangunan.
Memasuki toko, Ivana disambut hangat oleh penjaga toko. Seorang wanita dengan rambut model cepol yang terlihat profesional dalam menjelaskan kelebihan dan keunggulan jam-jam tangan didepan Ivana, diletakkan dalam etalase kaca dengan sorotan lampu redup yang hangat.
Setelah melihat-lihat dengan cermat, perhatian Ivana tertuju pada sebuah jam tangan bundar yang dilihat sekilas saja terlihat mewah dan elegan. Frame-nya berwarna silver sementara bagian dalamnya berwarna gelap. Klepnya berwarna coklat kayu dengan bahan yang terbuat dari karet, yang nampak nyaman dan tidak keras saat digunakan.
"Saya mau yang ini, kak." Ucap Ivana sembari menujuk jam tangan model klasik itu.
"Kakaknya mau request nama?"
"Oh, bisa ya, kak?" tanya Ivana.
Penjaga itu dengan cepat mengangguk dan menawarkan pada Ivana jasa ukir nama pada jam itu, yang tentu saja ditangani oleh ahli dan tidak perlu memakan banyak waktu. Karena menurutnya cukup bagus dan menarik, Ivana menyetujuinya dan memberikan request untuk mengukir nama Ares diatasnya.
Setengah jam menunggu, setelah selesai, segera penjaga toko membungkus jam tangan itu kedalam kotak kado atas permintaan ivana, sebelum melakukan transaksi pembayaran.
"Semoga pacarnya suka, ya kak!"
Ivana hanya tersenyum dan membatin, "Pacar apanya. Teman aja bukan."
Melangkah keluar dari toko, Ivana tak bisa menahan untuk tidak tercengang. Ia melirik paper bag ditangannya dan meneguk ludah saat membayangkan ia bahkan menguras setengah tabungannya hanya untuk jam yang tidak seberapa ukurannya itu.
"Haha, mahal, ya?" beonya.
Ivana menghela napas dan menggelengkan kepalanya. Bagaimanapun, mahal atau tidak, itu adalah hadiah untuk seseorang dan Ivana harus tulus memberikannya. Lagipula, hanya masalah uang yang bisa dikumpulkan lagi.
Ivana menaiki motornya sembari bergumam, "Jamnya sudah dibeli, kalau dipakai ya syukur, kalau tidak dipakai, ...."
Ivana mendengus. Itu pasti karena jam tangan hadiah darinya tidak sebanding dengan punyanya sendiri yang pasti mereknya selevel dengan rolex, kan?
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 79 Episodes
Comments