Pukul tiga sore, pelatihan hari kedua di SMA Galatia berakhir, tentu saja dengan keluhan para remaja yang merasa bahwa tulang mereka terasa seperti tahu, hampir lemah untuk menopang diri mereka sendiri setelah dipaksa berlari mengelilingi lapangan. Ivana dengan langkah berat, diseret oleh Aira yang berada didepannya.
Disisi kanannya, Evie nampak memijat pelan bahunya yang terasa hampir lepas dari tubuhnya, sementara dibelakang, Joanna dengan cermat membersihkan kacamatanya dari tetesan keringatnya saat ia melakukan gerakan push up.
"Aku capek."
Gumam Ivana. Rasanya benar-benar melelahkan baginya yang hampir jarang berolahraga sendiri dirumah. Sudahlah lelah, dia juga merasa malu ketika selama pelatihan, dia selalu ditegur oleh pendamping agar melakukan gerakan push up, sit up dan lainnya dengan benar. Ditambah ditegur didepan orang lain yang kemudian memandangnya dengan penasaran dan dengan geli begitu melihat gerakannya yang aneh, Ivana benar-benar ingin segera kembali ke kamarnya dan mengubur wajahnya dibantal.
Aira berkata, "Gitu aja capek! Kamu kurang olahraga! Besok habis pelatihan, ayo joging setiap hari, jam empat aku jemput!"
Ivana dengan tegas menolak. "Nggak, makasih."
Ivana lebih baik malu daripada harus jogging bangun pagi buta.
Evie berucap setelah Ivana. "Untung saja besok udah hari terakhir. Jadi kita nggak perlu capek-capek banget."
"Lebih tepatnya, nggak perlu ketemu OSIS yang nyebelin, kan?" sahut Aira.
Evie mendengus dan mengangguk sembari cemberut. "Iya."
Sejak Ivana pingsan dihari pertama, Abela selalu menargetkan Evie karena Evie dinilai berani membalas perkataannya dan membuat Abela kesal. Dengar-dengar dari anggota OSIS lainnya, Abela merupakan anggota OSIS yang dirasa memang paling menyebalkan. Bahkan kebanyakan anggota OSIS lainnya, merasa tidak suka harus menjadi rekan Abela yang dinilai sok dan terlalu mengatur.
"Si bel-bel itu tuh cuma kebanyakan gaya. Cantik juga engga, pintar ... ga tau sih."
Aira berkata dengan nada tidak suka yang tidak bisa disembunyikan. Bagaimanapun, Aira jelas juga merasa tidak suka jika salah satu sahabatnya diganggu seperti itu. Bukan hanya Aira, namun Ivana dan Joanna juga merasa tidak suka kepada sosok Abela.
"Ga usah khawatir. Katanya di akhir kegiatan akan ada poling tentang kesan dan pesan buat anggota OSIS. Nanti kita curhat aja soal bel." Tutur Joanna.
Evie mengangkat maniknya. "Benarkah? Ada poling kaya gitu?"
Joanna menganggukkan kepalanya. "Iya, ada."
Mendengarnya, Evie tidak bisa menahan senyuman. Jari-jarinya tidak sabar untuk mengungkapkan betapa dia sangat berkesan pada Abela. Evie sudah membayangkan sepanjang apa dia akan membicarakan sosok Abela dan tidak tahan untuk tidak tertawa yang membuat beberapa orang yang lewat meliriknya dengan aneh.
Ivana, Evie dna Aira pada akhirnya melangkah menuju parkiran setelah melihat Joanna menaiki mobil jemputannya.
"Tunggu sebentar, aku ambil motorku dulu."
Ivana menganggukkan kepalanya untuk membalas Aira, dan membiarkan Aira melangkah pergi memasuki area dalam parkiran guna mengambil motornya. Evie disisi lain menaiki motornya yang berada di spot paling luar dan berkata kepada Ivana. "Aku duluan ya, Na."
Ivana menganggukkan kepalanya dan melambaikan tangannya kearah Evie. "Hati-hati dijalan, Vie."
"Siap!"
Evie membalas sebelum motor matic itu membawa Evie keluar dari area SMA Galatia, menyisakan Ivana dan banyak remaja yang berdatangan menuju area parkiran. Menunggu Aira muncul, Ivana mengenakan helmnya dan menunduk untuk memainkan ponselnya saat sebuah suara terdengar disampingnya. Suara akrab yang membuat Ivana tanpa sadar menurunkan kaca helmnya.
"Ayo."
Ares berdiri disebelah Ivana, dengan jarak yang cukup terlihat oleh mata. Ivana mengantongi ponselnya dan menoleh kearah Ares dan berkata dengan nada kurang enak. Tentu saja, bagaimanapun Ares sudah berbaik hati mengajaknya pulang, namun dia menolak tawarannya.
"Itu, aku pulang sama temanku."
Ares melirik Ivana sebelum dengan tenang melangkahkan kakinya pergi tanpa sepatah katapun. Ivana menatap punggungnya yang menghilang dibalik kerumunan orang-orang diparkiran dan melirik sekelilingnya. Ivana menghela napas lega ketika menyadari bahwa tidak ada yang memperhatikan kearahnya.
Ivana bukannya penakut atau paranoid.
Namun dengan identitas Ares yang terkenal di seluruh angkatannya, dan merupakan idola baru semua orang, Ivana tidak berminat untuk mendapatkan masalah karena terlihat dekat dengan Ares. Ivana hanya ingin hidupnya di SMA Galatia itu tenang, damai dan sederhana. Lagipula, dilihat dari sisi manapun, Ares sendiri nampaknya juga tidak berniat untuk berteman dengannya. Sikap acuh tak acuhnya dan tatapannya yang terasing membuat Ivana sadar diri bahwa dia tidak perlu mencoba mendekati Ares meski keduanya bertetangga.s
"Ayo, Na!"
Lima menit kemudian, Aira muncul. Gadis bersurai hitam itu mengenakan helm berwarna ungu. Menggunakan jaket denim hitam dan menaiki motor sport ungu yang cerah. Keberadaannya tentu saja langsung menarik perhatian orang, terutama karena motor kerennya yang jika sekilas dilihat, tentu saja harganya selangit.
"Aku tadi hampir bakar motor didalam karena nutupin motor aku. Soalnya dia parkir sembarangan, nggak di barisan. Untungnya udah bisa keluar sekarang."
Ivana tertawa. Ia mengulurkan tangannya dan memegang bahu Aira untuk membantunya naik ke motor sembari berkata, "Namanya juga parkiran. Pasti ramai."
"Tapi mereka yang parkir tidak seharusnya itu memang nyebelin. Padahal udah disediakan tempat, kenapa masih naruh motor sembarangan."
Aira mendengus kesal. "Iya, kan?"
"Ya udah, sabar. Ayo, mampir ke tempat biasa. Aku traktir."
Aira seketika menyeringai senang. "Asik! Gas lah!"
Kemudian, motor Aira segera melesat meninggalkan area SMA Galatia.
...***...
Selesai dengan pelatihan tiga hari di lapangan, hari ini tiba saatnya bagi murid baru SMA Galatia untuk menjalani ujian pembagian kelas, sesuai dengan jurusan yang dipilih di awal pendaftaran. SMA Galatia memiliki delapan kelas untuk jurusan IPA, delapan kelas untuk jurusan IPS dan lima kelas untuk jurusan Bahasa.
Setiap kelas di urutkan dengan angka. Kelas X IPA 1, kelas X IPS 2 sampai dengan kelas X IPA 8, sama halnya dengan kelas sebelas dan kelas dua belas, baik jurusan IPA, IPS atau Bahasa. Pembagian kelas juga di urutkan berdasarkan nilai. Kelas 1 merupakan kelas yang diisi oleh mereka yang mendapatkan nilai paling tinggi dalam ujian, dan kelas terakhir merupakan kelas dengan murid yang mendapatkan paling sedikit nilai dalam ujian.
Karena nomor pendaftaran yang tidak sama, baik Ivana, Evie dan Joanna tidak satu ruang ujian. Sementara Aira yang berbeda jurusan, tentu saja secara otomatis sudah jelas tidak akan ada kemungkinan untuk satu ruang ujian dengan ketiga sahabatnya yang lain.
"Semangat bestie!"
Evie memeluk ketiga sahabatnya didepan papan pengumuman. Sebuah kertas besar tertempel dengan nama dan ruang ujian dimana mereka dibagi. Evie berada di ruang kelas X IPA 4. Joanna berada di kelas X IPA 3, Aira berada di ruang kelas XI IPS 1 dan Ivana berada di ruang kelas X IPS 2. Di deret nama dan ruang pengumuman, juga tertempel nomor tempat duduk.
Joanna dan Aira adalah yang pertama kali melepaskan pelukan Evie. Joanna memperbaiki penampilannya dan memastikan tidak memiliki kusut sama sekali, sementara Aira bergidik ngeri karena mendapatkan pelukan tiba-tiba. Ivana adalah yang satu-satunya membalas pelukan Evie sembari menepuk punggungnya.
"Semangat! Semoga kita bisa sekelas."
Evie hampir menangis. "Amin!"
"Aku duluan. Kelasku paling jauh!"
Segera Aira melesat pergi dengan membawa tas dipunggungnya. Joanna membenarkan kacamatanya dan menyeret Evie. "Ayo pergi."
"Nana!"
Evie yang diseret mengulurkan tangannya seolah enggan berpisah dengan Ivana yang hanya bisa tersenyum. Ivana berbalik dan mengambil langkah menuju ruang ujiannya yang berada di gedung timur. Bersamaan dengan beberapa murid lain, Ivana melangkah memasuki kelas. Ivana berdiri di podium guna menemukan bangku kosong dengan nomornya.
"Bangku 26." Ivana mengalihkan tatapannya dan mencari nomor bangkunya sembari membatin, "26."
Hanya ketika Ivana akhirnya menemukan bangkunya, Ivana tertegun melihat sosok yang duduk dibangku disebelahnya.
Demi Tuhan, kenapa harus ... Ares?
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 79 Episodes
Comments