Ivana menarik napas dengan tenang dan kemudian melangkah menuju bangku yang seharusnya adalah bangkunya. Mendudukkan dirinya disebelah Ares, Ivana melirik Ares, hanya untuk menemukan pemuda tampan itu bahkan tidak melirik kearahnya dan hanya memandang lurus kearah papan tulis yang menuliskan dua kata, "Semangat Ujiannya."
Ivana menarik tatapannya dan kemudian menunduk untuk mengeluarkan tempat pensil dari dalam tasnya.
Beberapa menit setelah semua bangku diruangan itu penuh, seorang guru melangkah masuk disusul dengan dua anggota OSIS dibelakangnya. Salah satu anggota OSIS memegang sebuah kardus yang kecil, yang Ivana yakini sebagai tempat ponsel. Benar saja, setelah guru tersebut menyapa dan berbasa-basi sebentar, ia memberitahu bahwa ponsel wajib dikumpulkan, dan tentu saja bila ketahuan tidak menyerahkan ponselnya, akan ada konsekuensi sendiri.
Anggota OSIS di depan sana segera memutar kardus untuk menyimpan ponsel murid-muridnya. Ivana dengan tenang menyerahkan ponselnya kepada anggota OSIS itu. Siswi bersurai panjang itu mengulurkan tangannya kearah Ares untuk menerima ponselnya, ketika Ares dengan dingin meletakkan ponselnya diatas meja dan menarik kembali tangannya yang artinya anggota OSIS itu harus mengambil sendiri ponsel itu.
Siswi itu tertegun sebentar, sebelum mengulurkan tangannya mengambil Iphone mahal Ares.
Siswi itu melirik Ares dan dalam sekejab wajahnya memerah dengan tidak wajar.
"Silakan kerjakan ujian dengan tenang dan jangan berisik."
Begitu suara pengawas jatuh, semua orang segera menunduk untuk memfokuskan diri pada kertas ujian. Ivana membalik kertas ujian. Hari ini dua mata pelajaran yang diujikan adalah Matematika dan Bahasa Indonesia, yang merupakan pelajaran wajib disemua jurusan. Ivana pertama membalik halaman soal dan setelah memastikan bahwa soal benar sesuai urutan, Ivana mulai mengambil pulpennya dan mengerjakan soal dalam diam.
Setiap mata pelajaran memiliki satu setengah jam untuk mengerjakan soal, namun pada menit ke tiga puluh, gerakan disampingnya membuat Ivana menoleh dan tertegun melihat Ares telah berdiri dan sembari memegang kertas jawabannya.
Bukan hanya Ivana yang tertegun, namun orang lain secara alami terkejut begitu melihat Ares dan bertanya-tanya apa yang akan dilakukannya.
Sampai Ares maju kedepan dan menyerahkan lembar jawabannya sembari berucap, "Kumpul."
Guru pengawas yang menerima pekerjaan Ares tertegun dan menerimanya tanpa sadar. Begitu guru merespon, ia mengerutkan keningnya dan menatap kertas ditangannya. "Apa sudah yakin dengan jawabannya?"
"Masih ada satu jam sebelum waktu berakhir."
Guru pengawas ingin lanjut berkata untuk tidak terburu-buru dan mengecek kembali jawaban ketika ia tertegun. Guru pengawas secara kebetulan adalah guru matematika yang juga membuat soal tersebut. Jawaban soal pilihan ganda sudah ia hafal diluar kepala, dan melihat deretan bulatan hitam dibawahnya membuat guru tersebut tidak bisa menahan keterkejutannya.
Benar semua.
Guru itu segera membaca jawaban essai Ares dan lagi-lagi tertegun, karena jawabannya juga sempurna, tanpa cacat.
"Boleh saya keluar?"
Mendengar suara dingin Ares, guru matematika mengangguk tanpa sadar. "Oh, ya. Silakan."
Setelahnya, dibawah tatapan terkejut penghuni ruang kelas tersebut, Ares melangkah keluar tanpa ekspresi. Ivana memandang pintu kosong selama beberapa saat sebelum menghela napas dengan tenang dan menundukkan kepalanya. Dari reaksi gurunya, nampaknya jawabannya benar semua.
Ivana mau tak mau memikirkan bahwa Ares memang pantas menjadi peringkat pertama karena nilainya.
...***...
"Gimana ujiannya hari ini, Na?"
Miranda bertanya kepada Ivana yang baru melepas sepatunya di dekat pintu masuk. Meletakkan sepatunya di rak, Ivana menjawab, "Baik ma. Ada beberapa soal yang Vana nggak ngerti, jadi Vana jawab asal deh."
Miranda hanya mengangguk mendengar penuturan Ivana. Miranda bukanlah sosok yang begitu mengekang anaknya pada prestasi yang baik. Miranda sendiri menganggap bahwa nilai bukanlah tolok ukur dari segalanya. Miranda membebaskan Ivana memilih pendidikan yang dia suka, baik IPA maupun IPS atau bahkan Bahasa. Miranda membebaskan Ivana memilih mata pelajaran favoritnya dan tidak menekannya untuk menaikkan nilainya di mata pelajaran yang Ivana tidak kuasai. Namun meskipun dibilang membebaskan, Miranda juga tidak akan lupa mengingatkan Ivana untuk belajar jika Ivana terlampau lalai karena terlalu dibebaskan.
"Mama masak tumis udang kesukaan kamu. Ayo makan."
Ivana menganggukkan kepalanya. Ia mandi dan kemudian makan siang bersama dengan sang mama, karena keluarganya yang lain sedang tidak ada di rumah.
Selesai makan, Ivana kembali ke kamarnya.
Ivana dengan tenang membongkar sesuatu dari samping meja belajarnya. Sebuah gitar akustik kini Ivana pegang ditangannya. Ivana membuka pintu balkon kamarnya dan mendudukkan dirinya di bangku kecil yang menghadap pemandangan taman kecil depan rumahnya dan jalanan beserta rumah-rumah tetangga.
Mengenakan headset bluetooth disebelah telinganya, Ivana menyetel gitarnya sebelum memetiknya dengan santai.
Goresan pick gitar dan senar gitar menghasilkan melodi lembut yang nyaman didengar. Ivana dengan tenang bermain gitarnya sembari menyenandungkan lagu-lagu kecil yang dia hafal didalam kepalanya. Beberapa kali, Ivana berhenti untuk mengatur suara gitarnya, sebelum kembali bermain dengan ringan, untuk bersantai sembari menghabiskan waktu sebelum ia belajar untuk ujian besok.
...***...
Ares melangkah keluar dari kamar mandi. Tubuh bagian atasnya polos, memperlihatkan dengan jelas kulitnya yang putih dengan lapisan otot halus yang membuat garis tubuhnya indah. Otot perut yang kencang meregang ketika ia meletakkan handuk di gantungan lemari. Ares mengambil gelas air diatas meja dan menegaknya sembari mengulurkan tangan, hendak mengambil ponselnya yang berada di sofa sebelum terhenti ketika telinganya menangkap samar suara petikan gitar.
Ares menolehkan kepalanya dan memandang keluar kearah balkon kamarnya. Ares bergerak membuka pintu balkon kamarnya yang terbuat dari kaca dan berhenti di tepi balkon kamarnya yang dibatasi teralis kaca sebatas dadanya.
Dari lantai tiga, Ares dapat dengan jelas melihat sosok dibalkon lantai dua rumah seberang.
Entah apa yang dipikirkannya, namun Ares bersandar di pagar balon sembari menyesap minumannya dan mendengarkan lantunan melodi gitar Ivana selama dua jam penuh, sebelum suara itu menghilang berbarengan dengan suara pintu yang bergeser.
Menurunkan tatapannya, balkon yang semula berisi satu orang menjadi kosong. Pintu balkon yang semula terbuka tertutup.
Ares melihatnya selama beberapa waktu sebelum dengan tenang melangkah memasuki kamarnya kembali dan menutup pintu balkonnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 79 Episodes
Comments