Duduk menghadap lapangan, Ares tidak memiliki banyak ekspresi diwajahnya. Namun bagi Januar, yang merupakan sahabat Ares sejak kecil, ia bisa menebak dengan mudah suasana hari Ares.
"Kau terlihat badmood."
Ares mengabaikan Januar. Januar yang biasa terabaikan tidak merasa sakit hati atau merasakan perasaan apapun. Ia dengan tenang bersandar dibatang pohon sembari menyesap minuman dingin yang diberikan oleh seorang gadis kepadanya beberapa waktu yang lalu. Januar dengan tenang mengawasi sahabatnya dan mengerutkan kening.
"Kau tidak makan?"
Ares bergumam dengan nada dingin. "Menurutmu?"
Januar dengan ragu bertanya, "Tertinggal?"
Ares tidak berkata apa-apa. Namun Januar sudah tahu dengan jelas apa yang terjadi. Januar dengan ragu bertanya lagi. "Jam pulang masih lama. Perlukah aku meminta makanan kepada para gadis?"
Ares mengalihkan tatapannya dan memandang Januar dengan dingin.
"Tidak .... kalau begitu takeaway?"
Ares mengalihkan tatapannya seolah tidak mendengar apapun. Januar mendengus dan mengedikkan bahunya. Bagaimanapun, Ares yang keras kepala tidak mungkin menerima bantuannya dengan meminta makanan para gadis, entah itu roti ataupun susu. Lagipula, jika ketahuan mereka takeaway, bisa saja kena hukum.
Januar hanya menggelengkan kepalanya dan merasa kasihan dan bertekat menghibur Ares. Namun ketika beberapa gadis memanggilnya, Januar dengan cepat melupakan Ares dan berlari lebih kencang daripada kuda menuju para gadis dan dengan ahlinya menggoda mereka.
Ares meliriknya dengan dingin sebelum mengalihkan tatapannya dari Januar dan kemudian memilih menatap kebawah. Poni yang menghalangi wajahnya menutupi ekspresinya. Dan entah apa yang ada dipikirannya, sampai sebuah suara terdengar tepat disebelahnya.
"Halo, kenapa kamu sendirian disini?"
Suaranya jelas dari seorang gadis. Namun Ares bahkan tidak mengalihkan tatapannya dan hanya memandang lurus kedepan. Gadis disampingnya memiliki helaian surai kemerahan dan penampilannya cantik. Bahkan ada kesan seksi dengan seragam olahraga yang cukup ketat ditubuhnya.
"Namaku Jasmine. Kamu siapa?"
Tidak mendapatkan balasan, gadis itu masih belum menyerah. Ia mengulurkan tangannya, memegang sebotol minuman. "Aku punya air lebih. Kamu mau?"
Masih hening. Ares bahkan nyaris tidak berkedip.
"Memangnya kamu nggak kehausan? Cuacanya panas, kan?"
Senyuman diwajah Jasmine sedikit runtuh ketika ia lagi-lagi tak mendapatkan respon dari Ares. "Aku tadi lihat kamu sama Januar. Kamu kenalannya Januar, ya?"
Meski Jasmine adalah gadis yang pemberani, namun diabaikan secara terus menerus juga membuat wajahnya memerah malu dengan tidak wajar. Jasmine menarik tangannya dan tersenyum untuk terakhir kalinya sembari berdiri. "Aku lupa harus menemui temanku. Aku duluan ya."
Dari awal sampai akhir, bahkan Ares tidak melirik Jasmine yang meliriknya dengan sangat tidak puas. Jasmine mengepalkan tangannya, merasa sangat malu dan tidak terima. Jasmine sudah berdandan dengan baik dan menyemprotkan parfum sebelum bertemu dengan Ares, yang tentu saja ia ketahui namanya dari anak-anak lain. Niatnya ingin membuat Ares terpesona padanya, justru berakhir dengan dipermalukan dan diabaikan seperti angin.
Jasmine mengeratkan giginya dan dengan marah melewati kerumunan orang-orang yang tengah beristirahat.
Suasana kembali hening membuat kerutan diwajah Ares mengendur. Ekspresi dinginnya yang normal lagi-lagi terganggu setelah lima menit kemudian, Ares mendengar bisikan didekatnya.
"Hei."
Ares mengabaikannya, namun lama kelamaan panggilan itu semakin diulang.
"Hei."
Ares mencoba bersikukuh dengan mengabaikannya seperti tadi, namun suara itu dibarengi dengan lemparan kerikil kecil dilengannya yang mau tak mau membuatnya menoleh.
Ares mengangkat wajahnya dan melirik seseorang yang berada disebelahnya. Ada seseorang yang setengah bersembunyi dibalik pohon disampingnya. Mengenakan topi hitam, kacamata hitam dan masker bergambar kelinci. Ditangannya, ia membawa paper bag yang entah apa isinya, namun ada sebuah botol menyembul keluar.
"Ambil."
Gerak geriknya yang mencurigakan membuat Ares hanya diam memandangnya dengan tanpa ekspresi, Tidak ada niatan untuk menyentuh paper bag yang secara diam-diam diberikan kepadanya.
Melihat Ares yang tak kunjung menerima paper bag ditangannya, Ivana yang tengah melakukan aksi penyamaran merasa sedikit tidak sabar. Ivana dengan tegas mengulurkan tangannya lagi. "Ambil, cepat!"
Kemudian, Ivana dengan tegas melihat Ares memalingkan wajah darinya, seolah tidak pernah melihatnya disana sebelumnya. Ivana tidak percaya bahwa apa yang didengarnya memang benar-benar terjadi. Beberapa waktu lalu dia mendengar bahwa Ares itu dingin dan acuh, kemudian sekelompok laki-laki berkata bahwa Ares itu menyebalkan. Namun Ivana tidak tahu bahwa Ares sedingin dan semenyebalkan itu.
Bukannya Ivana ingin berurusan dengan si dingin yang menyebalkan itu. Jika bukan karena permintaan Ardila yang sangat perhatian kepada Ares, Ivana jelas tidak akan mau mempertaruhkan hidupnya dengan berurusan dengan Ares yang mempunyai banyak fans fanatik. Salah sedikit, berakhir sudah hidup damai Ivana di SMA Galatia. Niatnya sudah baik, namun pemuda didepannya itu sepertinya sama sekali tidak mengerti tentang situasinya dan justru dengan mudahnya mengabaikan keberadaannya.
Ivana dengan tidak sabar meletakkan paper bag disamping Ares sebelum kembali bersembunyi dibalik pohon sambil meninggalkan sebuah kalimat.
"Dari tante Ardila. Katanya ketinggalan."
Setelahnya, tanpa menunggu respon lawan, Ivana bergegas pergi secara diam-diam demi menghindari mereka yang katanya adalah penggemar fanatik Ares.
Dibelakangnya, Ares yang ditinggalkan menoleh dan memandang punggungnya yang menghilang dibalik pepohonan dan kerumunan murid baru lain. Ares menurunkan tatapan matanya ke paper bag disampingnya dan menemukan botol berisi air minum dan kotak makan siang yang nampaknya akrab di ingatannya.
Ares mengulurkan tangannya mengambil kotak makan siang itu dan membukanya. Bulu matanya sedikit turun.
Memang benar masakan mamanya.
...***...
"Darimana, Na?"
Evie bertanya kepada Ivana yang baru saja kembali dari kamar mandi, melepas penyamarannya agar tidak dikenali sebagai orang yang memberikan makanan kepada Ares, meskipun itu hanya titipan. Ivana berkata, "Dari kamar mandi."
Ia hendak duduk ketika maniknya melebar saat melihat Aira yang berada diseberangnya tengah makan. Senyuman Ivana tumpul dan dia menunjuk Aira dengan jari yang gemetar.
"Ai, enak?"
Aira menunduk melihat kotak makan yang sudah hampir habis ditangannya dan mengacungkan jari tangannya. "Super enak. Masakan tante Miranda selalu enak banget."
Sudut bibir Ivana berkedut. "Itu bekal aku, Ai. Kenapa kamu yang makan?"
Aira dengan santai menyeka bibirnya. "Kamu kan bawa dua kotak bekal makan siang. Jangan bohong, aku tahu kok. Kamu kan yang paling pengertian, tahu kalau aku makan banyak. Jadi kamu bawa dua buat jaga-jaga kalau aku masih belum kenyang, kan?"
Aira menyeringai senang. "Makasih bestie aku~"
Detik berikutnya, Ivana hampir meraung dan mencabuti rumput dibawahnya dengan emosi.
Ivana juga butuh makan, ahh!!!
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 79 Episodes
Comments