Wen Shuwan mengamatinya, kemudian dia mengangkat kedua sumpit yang di berikan pelayan. Memandangnya dan mencoba-cobanya beberapa kali, dia kemudian ingin mengambil potongan ayam di piring, tapi dia tiba-tiba berhenti dan mengamati beberapa saat ayam itu, kemudian menghela nafas.
Wen Shuwan sebenarnya ingin istirahat dan memulihkan energinya, dia berharap dengan memakan makanan terenak di restoran ini akan membuatnya senang, tapi ternyata, baunya saja yang menggoda dan membuatnya tertarik datang.
Wen Shuwan, sebagai praktisi kultivasi, jika tanpa makanan pun dia tidak akan jatuh sakit, karena energi di dalam tubuhnya sangat besar. Meski pun dia seorang seperti itu, dia tetap manusia dan membutuhkan makanan, namun karena telah bertahun-tahun dia tidak makan enak karena latihan tertutupnya, membuat selera makannya berubah dan dia tidak menginginkan makanan restoran ini, sebagai gantinya dia membutuhkan tumbuhan-tumbuhan dan buah-buahan liar.
Dia kemudian meletakkan kedua sumpitnya, kemudian memandang pemuda miskin di depannya.
Pemuda itu berpakaian hitam, tapi tidak terlalu hitam, mungkin terlalu lama di cuci dan terkena sinar matahari, membuatnya memudar dan tidak enak terlihat. Bahkan rambut dan wajahnya tidak terawat sama sekali. Jika pemuda itu mampu merawat dirinya, dia mungkin terlihat lebih baik dari sekarang.
Dengan suara lemah dan sedikit kesal, Wen Shuwan berkata, “Ayo kita pergi.”
Pemuda itu terkejut dan terlihat tidak percaya apa yang di dengarnya. Tapi Wen Shuwan tidak peduli dan berdiri dan berjalan pergi. Dia kemudian berjalan lambat dan melirik apa yang akan di lakukan pemuda itu. Mampukah dia membayarnya?
Pemuda itu memanggil pelayan dan bertanya berapa harganya. Ketika mendengar 20 koin perak, pemuda itu tertunduk lemas. Dia kemudian mengangkat wajahnya dan mengeluarkan uang yang di milikinya.
Dengan wajah tersenyum, pelayan itu menerimanya. “Terima kasih tuan.”
Pelayan itu ingin pergi, tapi pemuda itu kemudian berkata, “Nona, apakah kau bisa membungkus ini?”
Pelayan itu terlihat ingin tertawa, tapi dia kemudian mengangkat tangannya dan menutupi mulutnya yang ingin tertawa. “Baiklah tuan.”
Pemuda itu tertawa. “Terima kasih.”
Pemuda itu mengusap-usap rambutnya karena malu dan dia kemudian tersenyum.
Wen Shuwan menghela nafas. Dia pikir pemuda itu akan memakan makanan itu dan pergi ke dapur untuk membayarnya, tapi ternyata dia tidak memakannya dan bahkan membungkusnya. Apa yang membuatnya seperti itu? Apakah makanan itu tidak enak untuk di makan?
Wen Shuwan kemudian melanjutkan perjalanannya.
......................
Ketika Wen Shuwan tiba di luar, butiran-butiran salju berjatuhan intens dan sangat tidak beraturan. Ketika dia mengangkat wajahnya dan memandang langit, hanya ada butiran-butiran salju dan langit hitam peka. Tidak ada bulan ataupun bintang-bintang, Wen Shuwan sebenarnya ingin melihatnya, tapi sangat sulit untuk melihatnya ketika musim dingin datang.
Rasa rindunya terhadap bulan dan bintang membuatnya tersiksa. Setelah kembali dari latihan tertutup, dia ingin sekali melihat bulan dan bintang yang selama bertahun-tahun tidak di lihatnya, tapi ternyata musim dingin telah datang dan menaburi wilayah kekaisaran Tang dengan salju-salju putih yang dingin.
Dia kecewa dan kesal, tapi tidak bisa berbuat banyak selain harus sabar.
Dia kemudian memandang persimpangan jalan di depannya. Tidak ada seorang pun dan hanya butiran-butiran salju yang memenuhi udara, bahkan salju-salju itu tidak mau bersuara meriahkan suasana. Wen Shuwan bertanya, kenapa salju-salju itu tidak bersuara, seharusnya mereka bergembira setelah membuatnya bersedih.
Tidak lama kemudian, perhatiannya tertuju pada sosok putih yang datang pelan dari arah samping. Dia terlihat seumuran dengannya dan memakai payung berwarna merah. Han fu yang di kenakannya berwarna putih yang selaras dengan musim ini.
Wen Shuwan mengamatinya.
Gadis itu menoleh beberapa kali dan kedua matanya terlihat bingung mencari-cari seseorang yang mungkin akan bertemu dengannya saat ini.
Tidak menemukannya, dia menghela nafas dan memegang lebih erat payungnya. Mungkin dia marah dan kesal karena tidak menemukan pria yang di inginkannya.
Tapi dia tidak pergi dan diam di sana menunggunya. Dia tersenyum ramah dan terdiam menatap ujung jalan, bahkan dia tidak memandang Wen Shuwan yang ada di seberang jalan sebelah kiri.
Tidak lama kemudian, dia menoleh ke samping. Kemudian terdengar suara langkah kaki seorang berlari. Senyuman kemudian bermekaran di wajah gadis itu seperti sebuah teratai ungu di pagi hari. Kemudian seorang pria berlari mendatanginya. Nafasnya sangat berantakan dan udara dingin keluar beberapa kali dari mulutnya. Dia kemudian tersenyum memandang gadis itu dan gadis itu juga tersenyum memandangnya.
Mereka kemudian bercakap-cakap dan Wen Shuwan tidak bisa mendengarnya. Kemudian pria itu berbisik di telinga gadis itu dan gadis itu kemudian tertawa riang. Mereka kemudian berjalan beriringan dan pergi dari sana. Wen Shuwan mengamatinya dan bertanya, mengapa itu harus ada? Mengapa di dunia ini harus ada cinta? Apakah kasih sayang sangat berguna dalam dunia yang sangat kacau ini? Dunia yang kuat akan menang dan lemah hanya akan menjadi debu.
Pemandangan tadi terasa asing dan aneh baginya. Dia tidak mengenal cinta, dia hanya memahami sebagai sesuatu yang tidak penting, tapi saat dia melihat kejadian tadi, Wen Shuwan bertanya kembali, apakah itu penting?
Dia menghela nafas. Dia tidak perlu memikirkannya, karena terpenting baginya saat ini menyembuhkan diri dan kembali ke sektenya, kemudian mengatakan dia berhasil membunuh musuhnya dan membalaskan dendam gurunya.
Tiba-tiba angin dingin berembus dari jalan sebelah kiri dan meniup gaun ungunya. Dia kembali merasakan suasana yang sangat dingin dan sepi, dia lagi-lagi bertanya mengapa butiran-butiran salju tidak bersuara.
Wen Shuwan kemudian mengeluarkan payung dan ingin pergi, tapi tiba-tiba pintu restoran terbuka dan pemuda miskin itu datang. Dia berlari dan terengah-engah.
Wen Shuwan tidak peduli kemudian bertanya, “Untuk mencapai rumahmu, jalan mana yang harus kita lewati?”
Pemuda itu masih berusaha mengatur nafasnya. Kemudian dia mengatakan lewat sebelah kiri. Wen Shuwan kemudian berjalan ke sana. Pemuda itu kemudian mengikutinya.
......................
Ketika mereka berjalan beberapa saat, Wen Shuwan sebenarnya ingin mengungkapkan beberapa pertanyaan yang mengganjal di hatinya, tapi dia lebih memilih mengurungkannya dan berjalan pelan. Sementara itu, suasananya sangat dingin dan sepi.
Wen Shuwan kemudian melirik bungkusan yang di bawa pemuda itu. Dia kemudian bertanya mengapa dia membungkusnya dan mengapa dia lama berada di restoran tersebut.
Dia kemudian mengangkat wajahnya memandang ke depan.
Akhirnya mereka tiba di tempat-tempat yang ramai. Toko-toko baju terbuka lebar. Orang-orang bercakap-cakap di kedai dan minum arak. Beberapa sepasang kekasih berjalan sembari memegang payungnya. Wen Shuwan memandangnya sebentar kemudian berjalan.
Toko-toko perhiasan berjejeran di jalan. Toko baju tidak terlalu banyak, tapi mereka memiliki desain-desain yang sangat berbeda dengan satu dan lainnya.
Setelah satu batang dupa berlalu, suasana terasa sangat sepi. Sekarang hanya ada pohon-pohon yang di tutupi salju.
Wen Shuwan kemudian melirik ke samping, tapi tidak ada pemuda itu. Dia terkejut dan berbalik. Mencarinya, ternyata pemuda itu duduk memberi makan kucing.
Dia mengelus-elus kucing itu dan kucing itu sangat manis di tangannya sembari membalas elusan itu. Kemudian pemuda itu membuka bungkusannya dan menaruh beberapa potongan ayam untuk kucing itu. “Makanlah...”
Kucing itu ragu-ragu sebentar dan memandang wajah pemuda itu. Kedua pupilnya memperlihatkan ketidak percayaan. Kemudian dia menunduk dan memandang makanan di bawahnya. Dengan ragu-ragu, kucing itu kemudian memakannya.
Pemuda itu tersenyum. “Anak yang pintar.”
Wen Shuwan tidak tahan bertanya setelah melihatnya, “Mengapa kau memberikannya?”
“Karena aku menginginkannya....” pemuda itu terdiam sebentar kemudian memandang kucing itu. Dia lalu berdiri. “Aku menyukai hewan-hewan dan akan menolongnya. Sayangnya ibu tidak suka kucing, jadi aku tidak bisa membawanya pulang.”
Dia melanjutkan, “Lihatlah, betapa malangnya dia. Tidak hanya bertahan dari salju yang dingin, bahkan dia harus bertahan dari rasa lapar yang mencekam. Tubuhnya terlihat kurus, dia mungkin tidak makan berhari-hari, untungnya kita bertemu dengannya saat ini.”
“Kau bodoh.”
Wen Shuwan kemudian berjalan meninggalkan pemuda itu dengan penuh tanda tanya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 114 Episodes
Comments