Anindita mengibaskan tangan Gavin yang memegangnya dengan erat.
"Lepas!" Ketusnya.
Gavin menatap Anindita dengan tajam lalu pergi menuju mobilnya berada.
"Masuk!" Perintah Gavin dengan nada dingin.
Tanpa bertanya atau menjawab Anindita lekas masuk ke dalam mobil sedan hitam milik Gavin.
Gavin langsung menghidupkan mobil dan membawa Anindita pergi. Tidak ada rasa takut yang di perlihatkan anindita meskipun Gavin membawa mobil itu dengan kecepatan tinggi.
25 menit mereka lalui dengan diam hingga mereka tiba di sebuah pantai.
Gavin langsung keluar dari mobil, Anindita pun ikut keluar walaupun ada rasa enggan.
"Kalian pacaran?" Todong Gavin.
Anindita mengerutkan keningnya lalu terkekeh "Bukan urusan kamu."
"Ck, lo berhutang sesuatu sama gue atau lo mau gue cerita sama Juna tentang kejadian beberapa bulan lalu di OC club"
Anindita menoleh ke arah Gavin yang tersenyum miring menatapnya.
"Gue yang udah nolong lo dari berandal-berandal kecil malam itu dan lo seenaknya pergi tanpa ngucapin makasih"
Anindita menundukkan kepalanya lalu tersenyum "Makasih.. makasih lo udah nolongin gue hari itu dan makasih lo juga nggak ngapa-ngapain gue dalam kondisi seperti itu"
"Siapa bilang nggak ngapa-ngapain" Gavin tersenyum misterius.
"Bukannya kita udah.. " imbuhnya menggantung ucapannya.
"Udah apa ? Gue hari itu lagi.. "
"Datang bulan kan?" Potong Gavin membuat wajah Anindita terasa panas karena malu.
Gavin tertawa kecil melihat wajah Anindita yang tampak menggemaskan.
"Kita emang nggak ngapa-ngapain, cuma lo malam itu nyium gue sampai.. "
"Stop!! Stop oke! Gue nggak mau denger lagi dan makasih lo udah nolongin gue hari itu. Gue bakalan lebih berterimakasih lagi kalau lo lupain kejadian malam itu" ucap Anindita memotong ucapan Gavin.
Anindita bahkan tak sadar jika gaya bahasanya berubah ketika berbicara dengan Gavin.
"Oke, tapi ada sayaratnya" tawar Gavin.
"Apa?" Tanya Anindita mendengus kesal.
"Besok lo datang ke perusahaan gue dan lo bakalan tahu apa sayaratnya. Ayo balik, gue anterin lo pulang"
Gavin melangkah kembali ke mobil namun langkahnya terhenti saat mendengar jawaban Anindita.
"Lo balik dulu aja, gue bisa pulang sendiri"
Gavin menoleh ke arah Anindita yang berjalan ke arah mushola yang ada di dekat pantai.
Akhirnya Gavin mengikuti langkah Anindita dan menunggunya di gazebo samping mushola.
15 menit kemudian Anindita keluar dari mushola usai sholat magrib dan terkejut melihat Gavin masih disini menunggunya.
"Nungguin gue ?" Tanya Anindita menunjuk dirinya sendiri.
"Menurut lo" jawab Gavin memutar bola matanya malas.
Anindita terkekeh lalu duduk di samping Gavin. Anindita memandang ke atas, langit yang gelap hingga membuatnya dapat melihat bintang.
"Malam itu adalah malam terbodoh dan paling gue sesali" ucap Anindita tiba-tiba.
Entah dorongan darimana hingga ia ingin menceritakan kejadian hari itu pada Gavin.
Gavin menoleh dan mendapati tatapan sendu Anindita.
"Orang tua gue udah berkali-kali ngingetin kalau gue harus jauhin temen-temen gue tapi bodohnya gue malah masih percaya aja sama rayuan temen gue"
"Awalnya gue pikir mereka nggak mungkin ngelakuin hal buruk ke gue tapi nyatanya.. " Anindita menjeda ucapannya sembari menertawakan dirinya sendiri.
"Gue yang bodoh karena menganggap semua orang itu baik dan karena kejadian itu juga gue harus kehilangan orang tua gue"
"Andai aja gue nggak pergi hari itu pasti orang tua gue masih ada hiks hiks"
Anindita menangis sembari menutupi wajahnya dengan kedua tangannya, Gavin yang mendengar tangisan Anindita hanya membiarkannya karena mungkin dengan menangis membuat beban di hati Anindita sedikit berkurang.
"Semuanya udah takdir nggak perlu di sesali, semua yang hidup pasti pada akhirnya akan tetap mati. Cuman menunggu waktunya aja" ucap Gavin.
Anindita tersenyum lalu menganggukkan kepalanya, benar memang apa yang di katakan Gavin 'semua yang hidup pasti akan mati'.
"Laki-laki yang di Mall waktu itu siapa ? Beneran kakak lo ?"
"Hmmm, dulu memang kakak tapi sekarang bukan siapa-siapa" jawab Anindita ambigu.
Gavin mengerutkan keningnya bingung dengan jawaban yang di berikan Anindita.
"Dulu Ayah gue nggak sengaja nabrak Ibunya Adrian sampai meninggal dan karena Adrian juga tidak punya siapa-siapa lagi saat itu akhirnya Ayah mengadopsi Adrian" ungkap Anidita.
Oh jadi namanya Adrian. Batin Gavin.
"Emang Bokapnya kemana ?"
Anindita menggedikan bahunya "Aku nggak tahu dan nggak pernah tanya juga"
Hening
Ddddrrrrttttt dddrrttttt
Ponsel Gavin bergetar dan bertuliskan nama Juna dalam ID pemanggil.
"Hmmm Pak Dokter"
[Lo bawa Anin kemana ?]
"Ke Pantai"
[Balik sekarang! Kalo nggak... ]
"Oke"
Tut
Gavin langsung memutus panggilan sebelum Juna menyelesaikan ucapannya.
"Ayo balik sebelum Juna ngamuk" ajak Gavin langsung berdiri meninggalkan Anindita.
Anindita terkekeh, "Emang Mas Juna bisa ngamuk?"
"Lo belum tahu aja kalau dia marah kayak apa dan bisa nggak sih lo juga panggil gue Mas kayak lo manggil Juna" pinta Gavin.
"Nggak!" Jawab Anindita cepat.
"Ck" decak Gavin melirik sinis Anindita.
Anindita tertawa "haha Ayo MAS" ucapnya menekan kata 'Mas' sebelum masuk mobil.
Gavin bukannya senang malah merasa geli dengan ucapan Anindita.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 57 Episodes
Comments
N_ariya
yeeii udah lebih dekat nih Ama bang Gavin,,,,eehhh tapi bang Dokter dikemanakan,,, dan ternyata Anin ma bang Gavin gk sampe kebablasan dulu,,,,/Sweat/
2023-12-20
0