Tok tok tok
"Astaghfirullohaladzim" Anindita memegang dadanya yang bergetar dengan keras karena terkejut.
"Nak Rahma!!" panggil Bu Yuni membuat Anindita lekas berdiri dan segera membuka pintu.
Ceklek
"Ibu kira Nak Rahma belum bangun" ucap Bu Yuni usai pintu kamar Anindita terbuka.
Anindita terkekeh karena ucapan Bu Yuni "Alhamdulillah sudah bu"
"Yasudah kalau begitu, Nak Rahma mau temani ibu minum teh di teras ?" Tawar Bu Yuni.
"Iya bu, sebentar saya lepas mukena nya dulu" jawab Anindita yang langsung melepas mukena yang masih di pakainya
Anindita sedikit terkejut saat melihat seorang laki-laki yang masih memakai sarung dan baju koko duduk di ruang tamu dengan musaf di tangannya.
Seketika Anindita menghentikan langkahnya dan menundukkan kepalanya
"Kemari Nak Rahma!" Pinta Bu Yuni yang duduk di sebelah laki-laki itu.
Anindita hanya menjawab dengan anggukkan lalu kembali melangkahkan kakinya ke ruang tamu.
"Duduk Nak Rahma" ucap Bu Yuni menepuk sofa tunggal yang ada di dekatnya.
Dengan patuh Anindita duduk di sofa yang ada di dekat Bu Yuni.
"Dia anak Ibu, namanya Arjuna." Bu Yuni menepuk lengan laki-laki yang bernama Juna itu. "Dan Juna, gadis cantik ini namanya Nak Rahma. Dia yang mau Kos disini" sambungnya membuat Juna menatap Anindita sekilas lalu menganggukkan kepalanya.
"Panggil saja saya Anin Bu, M-mas Juna. Saya lebih senang di panggil Anin" ucap Anindita yang sedikit terbata saat memanggil Juna dengan kata 'Mas'.
Bu Yuni tertawa kecil, entah apa yang dia tertawakan membuat situasi yang menurut Anindita canggung ini menjadi semakin canggung.
"Baiklah Nak Rah.. Anin. Jangan sungkan ya disini. Anggap saja Ibu seperti Ibu kamu sendiri. Di minum dulu teh nya mumpung masih hangat" ucap Bu Yuni.
Anindita menganggukkan kepalanya dan segera meraih gelas yang berisi teh hangat itu. Ada rasa hangat yang menjalar di dalam jiwanya, bukan hanya karena Teh yang sedang di minumnya namun karena tatapan dan juga ketulusan yang di perlihatkan Bu Yuni padanya seolah membuatnya yang sudah menjadi anak Yatim piatu itu merasa nyaman dan tidak lagi kesepian.
"Juna masuk kamar dulu Bu, nanti kalau Pak Sobri nganterin Bubur ayam ke sini tolong bangunin Juna" ucap Juna yang langsung berdiri dan berlalu masuk ke kamarnya yang berada tepat di depan kamar Anindita.
Tanpa sadar mata Anindita mengikuti setiap langkah kaki yang Juna ambil hingga langkah itu menghilang di balik pintu
"Jangan heran ya Nak Anin, Juna baru saja pulang jam 3 pagi tadi karena ada operasi. Jadi belum sempet tidur" jelas Bu Yuni membuat Anindita tersenyum canggung.
Oh ternyata seorang dokter muda. Batin Anindita.
Banyak sekali yang Bu Yuni bicarakan dengan Anindita dan di tanggapi Anindita dengan penuh semangat juga saat Bu Yuni menceritakan masa mudanya.
Waktu terus berjalan, tepat pukul 6.30 pagi ada seorang pria paruh baya membawa 1 kantung kresek berisi bubur ayam.
"Sebentar Pak Sobri, saya panggilkan Juna nya dulu" ucap Bu Yuni usai meminta Pak Sobri untuk masuk dan duduk di ruang tamu.
Tak lama Juna keluar dengan muka bantalnya namun malah terlihat tampan di mata Anindita.
"Astaghfirullohaladzim" ucap Anindita lirih lantas berdiri dan berlalu ke kamarnya untuk mengambil tas saat langkah Juna semakin dekat ke arah ruang tamu.
"Nak Anin kenapa ?" Tanya Bu Yuni yang melihat tingkah Anin sedikit aneh.
"Nggak apa-apa bu, saya mau ganti baju dulu lalu mau keluar jalan-jalan sebentar" jawab Anin.
"Yasudah kalau gitu, tapi nanti sarapan dulu ya sebelum keluar"
"Tapi.. "
"Sarapan dulu sebelum keluar, saya sudah terlanjur beli 3 bubur jadi sayang kalau tidak makan" ucap Juna memotong ucapan Anin.
Anindita hanya mengangguk patuh lalu segera masuk ke dalam kamarnya.
Hari ini sebenarnya Anindita tidak ada rencana apapun, dirinya hanya ingin pergi membeli beberapa kebutuhan pribadinya.
Sarapan pagi itu hanya di temani dengan suara Bu Yuni yang terus memberi nasehat pada Juna agar tidak melupakan kesehatannya sendiri.
"Iya Bu" jawab Juna yang entah sudah ke berapa karena setiap Bu Yuni berbicara Juna hanya akan menjawab 'Iya Bu' dengan suara lembut.
"Ekheem" Anindita sengaja berdehem untuk mendapat perhatian Bu Yuni.
"Saya permisi dulu Bu" ucap Anindita sungkan karena Juna ikut menatapnya.
"Iya Nak Anin" jawab Bu Yuni.
Anindita berdiri di depan gerbang Kos sembari memegang ponselnya untuk mencari alpamidi atau indoapril terdekat.
Tin tin
Suara klakson mobil yang ada tepat di depannya mebuatnya terkejut.
"Astaghfirulloh" ucap Anin lirih.
Anindita segera berjalan menjauh dari gerbang dan mobil itu, tak ada niat untuk menoleh apalagi melihat si pengemudi mobil yang membuatnya sedikit kesal di pagi hari ini.
*
Waktu terus berlalu dan kini menunjukkan pukul 3 sore, Anindita memutuskan untuk pergi ke Masjid terdekat.
Usai melaksanakan sholat ashar Anindita duduk di teras masjid, dia nampak sedikit putus asa karena lupa jalan pulang di kota yang begitu asing baginya.
Handphonenya mati sedangkan alamat Bu Yuni ada di handphone tersebut.
"Ekhem"
Anindita seketika langsung menoleh ke belakang saat seseorang seperti sengaja berdehem dengan keras di belakangnya.
"Mas Juna, alhamdulillah" ucap Anindita senang membuat Juna tersenyum tipis sembari menaikkan sebelah alisnya.
"Kamu kenapa bisa sampai disini ?" Tanya Juna sedikit heran karena daerah itu sedikit jauh dari rumahnya.
"Aku lupa alamat rumahnya Bu Yuni Mas, Hp ku juga mati" jawab Anindita meringis menahan malu.
Juna tertawa kecil lalu mengajak Anindita untuk ikut pulang bersamanya.
Mereka berdua menuju ke mobil sedan hitam yang terparkir di halaman Masjid.
"Anterin anak Kosnya Ibu dulu ya Vin" ucap Juna begitu dia duduk di dalam mobil.
Anindita menoleh sekilas lalu membuang wajahnya ke arah luar karena teman Juna itu menatapnya lewat kaca.
Mata itu berwarna hitam dengan alis yang tebal namun rapi, entah mengapa Anindita merasa tidak asing dan juga tidak nyaman dengan tatapan itu.
"Hmmm" jawab Gavin lalu segera menjalankan mobilnya.
Tak ada percakapan apapun selama perjalanan, hanya sesekali mata Gavin menatap Anindita melalui kaca sedangkan Juna sibuk dengan ponselnya.
"Anterin gue ke Rumah sakit dulu deh Vin" ucap Juna tiba-tiba membuat Anindita yang menatap jalanan langsung menatap ke depan.
"Sorry ya Nin, soalnya di Rumah sakit ada.. "
"Nggak apa-apa Mas, saya ikut turun di Rumah sakit saja nanti pulangnya saya naik taksi" Anindita memotong ucapan Juna.
"Pulang sama Gavin aja, jam-jam segini agak susah cari taksi, tenang saja temen saya orangnya amanah kok" ucap Juna terkekeh kecil
. "Turunin gue di depan aja Vin, gue mau naik ojek aja biar lebih cepet" lanjutnya menoleh ke arah Gavin.
Tanpa menjawab ya atau tidak Gavin menghentikan mobilnya di dekat pangkalan ojek online biasa berkumpul.
Juna langsung turun usai mengucapkan terimakasih, sepertinya memang ada hal yang mendesak dan sangat terburu-buru.
Gavin belum menjalankan mobilnya padahal Juna sudah pergi tak terlihat.
"Pindah depan, gue bukan sopir lo" ucapnya pada Anindita yang nampak bingung.
Tanpa membantah Anindita lekas turun dan pindah duduk di samping kemudi. Gavin mulai menjalankan mobilnya perlahan.
"Kayaknya gue nggak asing sama muka lo" ucap Gavin melihat ke arah Anindita sekilas lalu kembali fokus mengemudi.
"Mungkin hanya perasaan anda" jawab Anindita datar membuat senyum Gavin tersungging.
"Mungkin ??" ucap Gavin lirih namun Anindita masih bisa mendengarnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 57 Episodes
Comments