"Kok lama banget Nin?" Tanya Dara.
"Kamu nangis ? Eh iya kamu habis nangis ini pasti"
Anindita tersenyum simpul lalu menepis pelan tangan Dara yang sedang memegang wajahnya.
"Tadi kemasukan debu terus rasanya perih banget sampai berair mataku" killah Anindita.
Dara menatap Anindita dengan pandangan menyelidik lalu menghembuskan nafasnya kasar. Dia yakin jika Anindita tadi menangis namun dia juga tidak bisa memaksa Anindita bercerita jika Anindita sendiri sedang tidak ingin bercerita.
"Yaudah ayo cepetan makan, habis itu kita belanja di bawah" ujar Dara.
Meskipun nafsu makannya kini sudah hilang namun Anindita tetap memaksakan dirinya untuk makan.
Kenapa harus dia yang kau pertemukan padaku di antara puluhan orang yang aku kenal ya Allah ya robb. Batin Anindita
Tiga puluh menit berlalu, Anindita dan Dara langsung menuju ke supermarket yang terletak di lantai 1.
"Kamu mau belanja apa aja Nin?" Tanya Dara.
"Entahlah, mau lihat-lihat dulu kayaknya" jawab Anindita.
"Yaudah kalau aku ke arah sana ya, mau ambil pesanan Belinda sama Yuta dulu biar nggak kelupaan"
"Oke"
Anindita dan Dara memang masing-masing membawa 1 trolly , Anindita langsung menuju ke arah kanan yang berisi rak buah-buahan.
Karena kemarin siang dia sudah berbelanja untuk kebutuhan pribadinya jadi Anindita memutuskan untuk membeli sayur dan buah-buahan saja.
"Emang bisa masak ?" Tanya Gavin yang tiba-tiba berada di belakang Anindita.
Anindita enggan menanggapi pertanyaan Gavin yang terdengar seperti meremehkan itu.
"Jangan pilih yang itu, pilih yang setengah matang.. gitu aja nggak bisa, cih" ujarnya lagi sembari mendecih.
"Diem!! Berisik!!" Ketus Anindita.
Gavin terkekeh "Nah, harusnya tuh lo kayak gini tadi! Gue lebih suka lo yang galak begini dari pada lo yang menye-menye kayak tadi."
Sekali lagi Anindita enggan menanggapi hanya melirik Gavin dengan lirikan sinis.
Tak ingin berlama-lama di dekat Gavin akhirnya Anindita memutuskan menjauh dan mencoba memilih juga memilah sayuran yang akan di belinya.
Gavin menyilangkan kedua tangannya di depan dada sembari melihat punggung gadis itu semakin menjauh, gadis yang mengusik hati dan pikirannya selama 8 bulan terakhir.
"Jangan menganggunya terus menerus! Seorang gadis paling tidak suka jika ada yang menganggunya seperti itu" pesan Nenek Kinanti.
"Kejar saja kalau emang kamu benar-benar menyukainya, Nenek juga suka dengannya, selain cantik sepertinya dia juga gadis yang baik" lanjut Nenek Kinanti.
"Tentu saja, cepat atau lambat juga dia bakalan klepek-klepek sama Gavin Nek, siapa sih yang bisa nolak pesona seorang tuan muda Gavin" sombongnya.
Gavin tertawa lalu merangkul Neneknya menuju antrian kasir. Matanya sekilas melirik ke arah Anindita yang terlihat serius memilih sayuran di tangannya.
*
Tepat saat adzan Ashar berkumandang kedua gadis itu sampai di Kos mereka.
Pak Jack alias Pak Joko yang melihat Anindita dan Dara membawa begitu banyak barang lekas datang membantu membawakan.
"Makasih ya Pak, ini buat Bapak" ucap Anindita sembari memberikan seplastik anggur merah.
"Wah, alhamdulillah anak saya yang kecil pasti suka ini, makasih yo Mbak Anin"
"Sama-sama Pak"
Dara dan Anindita lalu menata sayur dan buah yang mereka beli ke dalam kulkas.
"Segini emang cukup buat sebulan ?" Tanya Anindita.
"Ya enggaklah, ini palingan juga cuman buat seminggu. Aku kalau belanja emang lebih suka bertahap, biar sayur sama buah juga fresh terus. Biasanya aku belinya di pasar tapi karena tadi juga butuh sesuatu di Mall jadi sekalian belanja di supermarketnya aja" jawab Dara.
"Owh, kirain. Hehe"
"Oh iya, nanti sholat magrib di Mushola belakang rumah yuk Nin. Biasanya kalau rabu malam ada pengajian" ajak Dara.
Anindita mengangguk setuju, sudah 5 bulan lamanya Anindita memantapkan hati untuk berhijrah dan benar-benar tidak melepas jilbabnya lagi namun selama itu dia hanya belajar sendiri tanpa pernah datang ke majelis manapun.
"Assalamualaikum"
"Waalaikumussalam" jawab Anin dan Dara bersamaan.
"Tumben udah pulang ?" Tanya Dara pada Yuta.
"Iya, sekarang bagian resepsionis udah ada tambahan orang jadi kalau masuk pagi pasti jam segini aku udah pulang" jawab Yuta usai meneguk segelas air putih.
Tak lama Belinda juga datang, tanpa mengucap salam dan langsung masuk ke dalam kamarnya.
"Belinda kenapa?"
"Nggak tahu, kayaknya sih sakit soalnya tadi pucet banget" jawab Yuta.
"Kamu nebeng Belinda ?" Selidik Dara.
Yuta mengangguk "Iya."
Anindita mengambil segelas air hangat yang di campur 1 sendok madu lalu membawanya ke kamar Belinda sedangkan Dara segera bersiap memasak.
Tok tok tok
"Bel, aku masuk ya!"
Tak ada jawaban yang keluar dari mulut Belinda, gadis itu masih tetap nyaman pada posisi tengkurap di atas ranjangnya.
Ceklek
Anindita membuka kamar Belinda lalu meletakkan segelas air hangat madu itu di atas nakas.
Di lihatnya Belinda yang tertidur pulas namun keringat terus keluar di dahinya.
"Bel, bangun bentar dong ! Minum dulu air madunya biar agak enakan" ujar Anindita mencoba membangunkan Belinda.
"Emh, iya" sahutnya dengan suara serak.
Dengan sisa tenaganya Belinda bangun dan meminum air madu hangat yang di bawakan Anindita, lalu Belinda merebahkan tubuhnya lagi di atas ranjang.
"Makasih, lo keluar dulu aja.. gue nggak apa-apa, cuman butuh istirahat aja, gue capek banget.. uhhukk uhhukk" ucap Belinda sembari terbatuk-batuk.
"Oke, aku keluar ya.. nanti kalau butuh apa-apa panggil atau teriak aja"
Anindita segera keluar dari kamar Belinda lalu kembali ke dapur untuk membantu Dara.
"Belinda gimana Nin?" Tanya Dara.
"Panas badannya, masuk angin kayaknya tadi juga batuk-batuk" jawab Anindita yang langsung duduk di kursi.
"Owh, oke" ucap Dara.
Karena Yuta sudah membantu Dara memasak akhirnya Anindita memutuskan untuk kembali ke kamarnya.
Ting
Anindita langsung menyambar ponselnya yang ada di atas nakas begitu mendengar bunyi ada pesan masuk.
Keningnya langsung berkerut saat membaca pesan dari seseorang yang sangat di bencinya.
[Nin, ini aku. Adrian]
[Kenapa nomorku kamu blokir?]
[Nin!]
[Nin, sorry!]
Anindita kembali memblokir nomor Adrian tersebut, terserah jika Adrian mau menghubunginya dengan nomor-nomor baru yang lain karena saat itu juga pasti Anindita akan selalu memblokir nomornya.
"Nggak semua hal itu hanya bisa di tebus dengan kata maaf" gumam Anindita.
"Yah, Bund.. Anin kangen sama kalian" bisiknya menatap potret kedua orang tuanya yang tengah tersenyum bahagia.
Anin merebahkan tubuhnya di atas ranjang, di tatapnya langit-langit kamarnya.
"Andai aja Ayah sama Bunda masih ada, maafin Anin Yah, Bund... maafin Anin"
Air matanya langsung menetes saat teringat detik-detik di mana orang tuanya meninggal bersamaan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 57 Episodes
Comments