Bab 8. Menuju Kisah Masa Lalu

"Nin, bangun yuk.. udah mau magrib nih"

Samar-samar Anindita mendengar suara Bundanya membangunkannya namun saat matanya benar-benar terbuka lebar di sana Dara berdiri di samping ranjangnya.

"Jadi sholat berjamaah di mushola nggak ?" Tanya Dara.

"Jadi, aku mandi dulu sebentar" jawab Anindita.

"Oke, aku tunggu di kamar ya"

Anindita mengangguk lalu segera bangun dan menuju kamar mandi. Usai mandi Anindita menyempatkan ke kamar Belinda namun Belinda masih tertidur pulas.

"Tenang aja Nin, ada Yuta yang jagain Belinda di sini" ucap Dara yang sudah berdiri di depan pintu kamar menggunakan mukena berwarna coklat.

Sekali lagi Anindita mengangguk lalu masuk ke dalam kamarnya untuk mengambil Mukena dan tasbih kayu Gaharu kesayangan Ayahnya.

"Yuk" ajak Anindita.

Mereka berdua menuruni tangga bersamaan dan tak sengaja berpapasan dengan Juna yang sudah rapi menggunakan baju koko dan sarung.

"Assalamualaikum Mas Juna" sapa Dara.

"Waalaikumussaalam" jawab Juna singkat lalu membiarkan Anindita dan Dara berjalan tepat di depannya.

Anindita melirik ke arah Dara yang terlihat gugup, wajahnya juga tampak memerah bak orang yang sedang jatuh cinta.

Beberapa menit kemudian mereka sampai di Mushola bertepatan dengan iqomah, Anindita dan Dara lekas  berjalan ke arah shaf putri.

"Allahuakbar"

Suara merdu Juna menyapa memanjakan telinga, ya benar.. imam sholat magrib itu adalah Juna dan Anindita masih hafal suara itu adalah milik Juna.

Sholat magrib telah selesai, batas antara wanita dan laki-laki hanya di batasi dengan selembar kain hijau yang membentang panjang.

"Bagus ya suaranya Mas Dokter ganteng itu"

"Iya, mana ganteng banget pula"

"Calon imam idaman banget nggak sih guys"

Anindita tersenyum geli mendengar bisik-bisik remaja yang ada di sebelahnya.

"Kenapa senyam-senyum?" Tanya Dara menyelidik.

"Enggak apa-apa, kan senyum itu ibadah Dar" killah Anindita memperlihatkan deretan giginya yang nampak putih bersih.

Cek cek 1.. 2.. 3..

"Asssaaamualaikum warahmatullohiwabarakatuh"

"Waalaikumussalam warahmatullohiwabarakatuh"

"Alhamduhillahi rabbil ‘alamin, wa bihi nasta’inu ‘alaa umuuriddunya waddiin, wash shalatu was salamu ‘alaa asyrafil anbiyai wal mursalin, wa'ala aahihi wa ash-habihi ajma’in, amma ba’du"

"Pertama-tama, marilah kita panjatkan puji dan syukur atas kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan rahmat, taufiq dan hidayah-Nya kepada kita, sehingga pada malam ini kita bisa berkumpul di Mushola Al-Huda untuk menghadiri kajian/pengajian rutin bersama saya Ustadz Untung hari ini"

"Hari ini saya akan mengusung tema Muslim sejati, muslim mengaji, muslim menjaga diri.. maksudnya gimana itu pak ustadz? Pasti ada yang bertanya-tanya seperti itu. Bener opo bener?" Canda Ustadz Untung membuat Jamaah ada yang tertawa adapula yang tersenyum malu.

"Muslim sejati itu seorang muslim atau muslimah yang selalu berusaha menjaga hubungannya dengan Allah SWT, selalu memuliakan orang tua dan menghormati orang lain, Muslim mengaji juga termasuk berusaha menjaga hubungan dengan Allah dengan cara selalu istyqomah sholat 5 waktu , membaca ayat-ayat Allah sekalipun harus di mulai dari belajar iqro' Aa Ba Ta, dan yang terakhir Muslim menjaga diri itu yang menghindari keburukan contohnya mabuk miras, narkoba, dan juga zina"

Anindita mendengarkan dengan serius setiap kata demi kata yang keluar dari mulut Ustad Untung.

Sesekali bayangan masa lalunya yang sering menyepelekan urusan agama kembali muncul, saat dirinya yang merokok dan mabuk saat di luar rumah.

Rasa bersalah dan juga rasa takut akan dosanya terus bersarang dalam hati Anindita. Hingga kajian yang di isi Ustadz Untung selesai lalu di lanjut sholat isya berjamaah Anindita tak banyak bicara bahkan terkesan lebih pendiam.

Dara yang merasa aneh pada perubahan Anindita mencoba bertanya namun Anindita hanya menanggapi pertanyaannya dengan senyuman tipis.

"Anin!" Panggil Juna saat Anindita dan Dara akan masuk ke gerbang rumah mereka.

Anindita menghentikan langkahnya lalu menaikkan kedua alisnya seolah bertanya 'ada apa?'

"Kalian mau itu?" Tanyanya menunjuk seorang pedagang pentol yang sedang mengayuh sepedanya.

"Mau, upss" jawab Dara cepat lalu menutup mulutnya membuat Juna terkekeh.

Juna menatap ke arah Anindita yang hanya di balas anggukkan kecil.

Anindita membelikan pentol untuk Belinda, Yuta dan juga pak Jack. Namun saat Anindita mau membayar , Juna terlebih dahulu memberikan uang seratus ribuan pada pedagang tersebut.

"Kembaliannya ambil aja Pak, rejeki anak istri di rumah" ucap Juna.

"Alhamdulillah, makasih Pak Dokter.. saya doakan semoga Pak Dokter sama Neng cantik langgeng"

"Kami buk-.. "

"Amminnn" jawab Juna memotong ucapan Anindita.

"Kalau begitu saya permisi pulang dulu Pak Dokter, Neng.. assalamualaikum" pamit pedagang pentol tersebut.

"Waalaikumusssalam" jawab Juna dan Anindita bersamaan.

Anindita melihat Juna sekilas lalu menundukkan kepalanya "Kenapa Mas Juna nggak jelasin ke pedagang itu kalau kita.. "

"Nggak apa-apa, sudah sana masuk.. itu Dara udah nungguin kamu di pos Pak Joko" lagi-lagi Juna memotong ucapannya.

Anindita menghembuskan nafasnya kasar lalu segera meninggalkan Juna yang masih berdiri di tempatnya.

Juna terkekeh melihat Anin yang nampak sedikit kesal padanya namun tidak berani memperlihatkannya.

"Astaghfirullohaladzim" ucap Juna lalu segera masuk ke dalam rumah.

Di dalam rumah Kos lantai 2.

"Kamu tadi ngobrol apa sama Mas Juna Nin?" Tanya Dara.

"Kami nggak ngobrol apa-apa kok" jawab Anindita.

"Tapi kenapa kayaknya tadi muka kamu kok kayak serius gitu?" Tanya Dara lagi.

"Oh itu, itu karena Mas Juna nggak mau uangnya aku ganti"

"Bener cuman karena itu?"

Anindita mengangguk lalu segera masuk ke dalam kamarnya.

Dara sebenarnya curiga namun Dara segera menepis semua kecurigaannya.

Sebelum tidur Anindita mencoba mengingat kembali setiap memory dirinya bersama Ayah Bundanya.

"Maafin Anin ya Yah, Bund.. Anin janji Anin akan berubah menjadi lebih baik lagi, tolong bantu Anin agar selalu bisa istyqomah" gumamnya.

Anindita mencoba memejamkan matanya namun matanya enggan terpejam, semakin di paksa semakin tak ingin mata itu di pejmkan.

Anindita keluar kamar untuk mengambil sebotol air, semua kamar sudah tertutup rapat bahkan lampu sudah di matikan dan menyisakan lampu dapur.

Usai mengambil sebotol air dan beberapa butir anggur, Anindita segera kembali ke kamarnya dan membuka laptop miliknya.

Di curahkannya kisah masa lalunya ke dalam bentuk rangkaian kata-kata.

Bermula dari awal mula kehancurannya yang pertama..

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!