Selang beberapa hari kemudian, Erfan memilih untuk segera meninggalkan kota Batam. Setelah mengetahui semua yang terjadi, Erfan memilih untuk segera kembali ke Korea Selatan. Mungkin dengan seiring berjalannya waktu, Erfan bisa melupakan Gita.
Berada di Bandar Udara Hang Nadim, Batam, Erfan teringat dulu Gita yang mengantarkannya ke bandara saat Erfan berangkat ke Seoul. Saat itu, keduanya berjanji untuk saling menjaga hati satu sama lain.
"Aku berangkat ke Korea ya, Yang. Jaga hatimu. Nanti, aku akan pulang dan akan melamarmu. Jangan menangis terus."
"Iya, aku akan menunggu kamu. Kamu juga jaga hati selama berada di Korea ya."
Kini, janji itu hanya tinggal janji. Sebab, Gita sudah menjadi istri Dewa. Erfan yang merasa tersakiti karena keputusan Gita.
"Janji yang dulu tinggal janji ya, Ta. Saat itu aku berpikir bahwa kamu akan setia. Kamu akan menungguku pulang, mewujudkan keinginan kita bersama-sama. Kenapa rasanya semesta memperlakukanku dengan tidak adil. Rasa sayang untukmu masih ada, Ta. Sayangnya situasinya sudah berbeda. Kamu sudah menjadi istri Mas Dewa."
Berada di ruang tunggu Bandara Hang Nadim, Erfan menyandarkan punggungnya. Banyak penumpang berlalu lalang di sana, tapi Erfan merasa sepi dan sendiri. Putus dengan Gita dengan cara seperti ini sangat melukai hati Erfan.
"Putus denganmu setelah mengetahui fakta yang sebenarnya, justru menambah luka di hatiku, Ta."
Sedangkan itu di tempat berbeda, Gita sebenarnya masih sedih. Gadis itu masih berwajah sembab karena semalam dia menangis. Luka yang Gita dapatkan masih sama, tapi bertemu Erfan lagi justru membuat Gita menjadi sedih.
Melihat Gita yang masih sedih, Dewa mengetuk pintu kamar yang Gita tempati.
"Gita, boleh aku masuk," suara Dewa sembari mengetuk pintu kamar Gita.
"Boleh, Mas. Masuk saja."
Gita merapikan rambutnya, kemudian dia yang semula rebahan kini memilih duduk. Sebab, tidak sopan ketika ada orang lain masuk ke dalam kamar dan dia masih rebahan. Dewa yang semula dingin dan mencari kesalahan Gita, sejak beberapa hari terakhir bersikap lebih baik kepada Gita. Bahkan pria itu sekarang duduk di sisi Gita. Pelan-pelan Dewa kemudian bersuara.
"Kamu sedih kan, Ta? Apa semua karena aku?" tanyanya.
Gadis itu terdiam dan tidak memberikan jawaban. Yang pasti, Gita masih sedih. Melihat Gita yang diam, akhirnya Dewa berbicara lagi.
"Apa kamu masih mencintai Erfan, Ta? Maaf, aku seolah menjadi orang ketiga yang memisahkan kamu dan Erfan yang sejujurnya saling menyayangi," kata Dewa.
Itu adalah hal yang Dewa rasakan. Pengakuan Erfan kemarin yang mengatakan benar-benar menyayangi Gita membuat Dewa menyadari bahwa yang ada pria lain yang bersedih karena sebuah perpisahan, dan dia seolah menjadi penyebab dari perpisahan itu.
"Kalau kamu menderita dengan pernikahan turun ranjang ini, kalau kamu ingin meraih cintamu dengan Erfan, aku bisa membebaskanmu, Ta," kata Dewa.
Dengan hati-hati Dewa mengatakan semua itu. Maksud Dewa, dia tidak ingin menghalangi Gita dan Erfan. Akan tetapi, ada satu hal yang Dewa lupakan bahwa hubungan mereka itu saling mengikat. Hubungan sebagai suami dan istri jauh lebih kuat, jika dibandingkan dengan mereka yang sekadar berpacaran.
Mendengar apa yang Dewa sampaikan, kemudian Gita justru menitikkan air matanya.
"Pernikahan itu bukan sekadar bebas membebaskan, Mas. Dalam pernikahan ada penundukkan diri. Dalam pernikahan ada komitmen seiya dan sekata untuk membawa perahu kita berlayar. Dulu, almarhumah Mbak Tya pernah berkata, kamu mengajaknya ibadah bersama. Hatiku tersentuh ketika ada seorang pria yang mengajak wanitanya ibadah bersama. Menganggap pernikahan itu ibadah. Itu benar adanya, Mas. Sebab, pernikahan memang adalah ibadah sepanjang hayat. Seorang suami pun memiliki kedudukan istimewa karena dia akan menjadi imam bagi istri dan anak-anaknya. Sayangnya bersamaku itu tidak kamu lakukan. Sudahkah kamu mengimami aku dan Qinan selama ini? Aku sibuk dengan pekerjaan dan kehilangan, hingga kami berdua engkau abaikan. Yang kehilangan Mbak Tya bukan hanya kamu, tapi aku dan Qinan juga kehilangan. Namun, respons yang kami tunjukkan berbeda bukan? Matahari tetap bersinar, tak selamanya kepedihan itu tersimpan di dada. Jangan-jangan kamu yang ingin bebas dari pernikahan dan ikatan ini, Mas? Jika iya, apa pun keputusanmu, aku akan menerimanya. Perkataan suami itu berkuasa untuk istrinya kan? Mereka bebas mengambil dan membebaskan, mereka bebas meminang dan setelahnya mengatakan talak. Terserah maumu saja, Mas. Bahkan jika kamu masih memeluk duka dan kehilangan, aku dan Qinan bisa apa?"
Usai keduanya sama-sama berargumen kemudian sekarang Dewa dan Gita sama-sama diam. Banyak gelombang di kepalanya yang menciptakan spekulasi dan argumentasi. Dewa terdiam, ya dulu dia mengajak Tya untuk ibadah bersama, tapi bagaimana dengan Gita? Pria itu seolah tertampar dengan ucapan Gita.
"Maaf, Ta ...."
Hanya kata maaf yang bisa Dewa sampaikan. Usai itu, Dewa kemudian meninggalkan kamar Gita. Keadaan yang begitu kontras, kemarin Dewa dengan begitu yakin mengakui bahwa Gita adalah istrinya, tapi Dewa sendiri tak pernah menganggap Gita sebagai istrinya, dia juga tak memperlakukan Gita layaknya seorang istri.
Usai kepergian Dewa, Gita memejamkan matanya. Air matanya terus berlinang. Gadis itu memeluki kedua kakinya sendiri, sangat pilu rasanya.
"Dalam pernikahan ini, aku berusaha menundukkan diriku, Mas. Lalu, sebenarnya aku hanya anggap sebagai apa? Sebagai pengasuh Qinan atau apa? Apakah penundukan diri memang sesakit ini?"
Akan tetapi, Gita merasa lega bisa mengatakan semua yang terpendam di hatinya. Kehilangan itu pasti, semua terukir waktu, tapi mereka yang berhasil bangkit usai kehilangan bukankah mereka akan merasakan kebahagiaan yang jauh lebih besar?
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 66 Episodes
Comments
Alissia
🙄🙄🙄🙄🙄🙄
2025-03-29
0
Budhiarty Sayekti
semoga dewa sadar
2023-12-17
0
Enisensi Klara
Ya karena kamu 😳😳😳😳
2023-12-11
1