Dewa melihat sendiri bagaimana tulusnya Gita. Bahkan Gita rela meninggalkan makannya dan menggendong Qinan terlebih dahulu. Dewa pun berjalan dan mendekat ke Gita yang sudah menggendong Qinan, selain itu makanan yang Gita makan juga pastilah belum turun ke saluran pencernaannya, dan harus menggendong bayi rasanya di perut pasti sesak.
"Cup ... cup ..., sudah digendong Ante, Qinan. Kenapa, tumben sih Qinan kok rewel sampe segitunya," kata Gita dengan mengusapi punggung Qinan.
"Perut kamu pasti tidak enak, abis makan terus gendong Qinan," kata Dewa.
"Tidak apa-apa. Lagipula, aku sudah terbiasa kok kayak gini."
Dewa merasa tidak enak mendengar ucapan Gita. Sebab memang ketika Dewa bekerja setiap harinya yang mengasuh Qinan sepanjang hari adalah Gita. Ada kalanya Gita sedang makan, Qinan menangis. Gita sedang makan, Qinan justru pup dan menangis. Atau ketika Gita berada di dalam kamar mandi, Qinan menangis. Hal seperti ini bukan hal yang baru untuk Gita. Dia bahkan sudah menjalaninya hampir tiga bulan ini.
"Aku ambilkan minum dulu," kata Dewa yang berinisiatif mengambilkan minum.
Akhirnya Dewa menuju ke dapur dan mengambilkan minum untuk Gita. Sekadar air putih, tapi sebenarnya itu hal yang melegakan apalagi dalam posisi Gita yang mengunyah makanan saja belum selesai dan harus menggendong Qinan.
"Makasih, Mas."
Usai itu, Gita masih menggendong Qinan sampai Qinan tertidur. Kemudian Gita naik ke kamar dan menidurkan Qinan terlebih dahulu. Setelahnya, Gita kembali turun dan membereskan makanannya. Ingin makan lagi rasanya sudah terjeda, sudah menjadi tidak enak. Sementara Dewa duduk di ruang tamu, dia mengamati foto pernikahannya dengan mendiang Tya dulu.
Gita yang melihat semua itu kemudian berkomentar tanpa sengaja. "Masih kepikiran Mbak Tya ya, Mas?"
"Setiap hari juga kepikiran."
Gita meringis, ternyata memang suaminya itu belum bisa melupakan sosok Tya. Sebenarnya bukan terus melupakan mendiang istrinya yang sudah tiada, tetap dikenang, tapi jangan biarkan hidup terus diselimuti kesedihan.
Gita memang kadang suka berbicara secara spontanitas, gadis itu kemudian membalas. "Padahal mereka yang masih hidup di dunia, masih bisa bahagia loh, Mas."
Dewa menundukkan wajahnya. Baginya, separuh jiwanya seolah pergi bersama dengan Tya yang telah tiada. Jika bisa bahagia, itu karena melihat Qinan yang seperti replika Tya. Selain itu, Dewa merasa sukar untuk bahagia.
"Untuk mereka, tapi tidak untukku."
"Aku tidak menaruh banyak harapan dalam pernikahan ini. Akan tetapi, kamu bisa berkaca dari sahabat Rasullulah."
"Kamu jangan sok tahu agama, Ta."
Dewa berkomentar demikian. Menurutnya adik ipar yang kini menjadi istrinya itu tak begitu paham agama. Sementara Dewa merasa dirinya yang jauh lebih paham.
"Sahabat Rasullulah SAW terkenal memiliki kepribadian yang dermawan, pemalu, dan sangat memesona. Dia jatuh cinta dengan salah satu anak Rasullulah SAW yang bernama Ruqayyah. Ruqayyah pun adalah seorang wanita yang berakhlak sempurna. Hingga akhirnya, keduanya disatukan dalam pernikahan atas restu dan izin Rasullulah SAW. Namun, di tengah masa pernikahan, Ruqayyah meninggal dunia terlebih dahulu. Setelah Ruqayyah kembali pulang ke Rahmatullah terlebih dahulu, lalu dia dinikahkan Rasullulah SAW dengan Ummu Kultsum. Ya, dia adalah Utsman bin Affan."
Gita menceritakan kisah Utsman bin Affan itu kepada suaminya. Ini adalah contoh turun ranjang yang terjadi dan dialami oleh sahabat Rasullulah SAW.
"Aku yakin, Utsman bin Affan saat kehilangan Ruqayyah sama sedihnya seperti kamu kehilangan Mbak Tya. Namun, Allah izinkan dan beri dia cahaya yang lain dari pernikahannya dengan Ummu Kultsum. Hal itu terbukti karena Utsman bin Affan mendapat julukan pemilik dua cahaya atau Dzu An-Nurain. Semua orang pernah sedih dan merasa diselimuti kelabu duka, tapi ada cahaya lain yang memancarkan sinarnya. Aku memang tidak tahu banyak tentang agama, tapi aku mau belajar, Mas. Alih-alih terus meratapi semua yang terjadi, kenapa tidak berusaha menatap cahaya baru yang datang dan merasakan hangatnya sinar mentari?"
Panjang lebar Gita berbicara demikian. Apa yang Gita ceritakan juga membuat Dewa tertegun. Tak banyak yang tahu perihal kisah cinta Utsman bin Affan dengan Ruqayyah, tapi Gita bisa mengetahui. Gita sendiri saat membaca kisah ini dan belajar, hatinya tertegun hingga mengeluarkan air mata. Kadang cinta memang ada yang sekadar singgah sesaat, tapi ada yang menetap tinggal hingga akhir hayat.
Dalam perspektif Gita, pastilah Utsman bin Affan sangat sedih ketika dia dipisahkan selamanya dari Ruqayyah. Namun, baik hatinya Rasullulah yang menikahkan Utsman bin Affan dengan Ummu Kultsum. Bahkan Utsman bin Affan disebut pemilik dua cahaya, bukankah itu adalah sebuah berkah? Selayaknya mata yang buta akhirnya dicelikkan dan dapat melihat kembali?
"Itu artinya kamu ingin menggantikan Tya?"
Gita lantas menggeleng. "Bukankah sejak awal aku berkata, aku tidak ingin menggeser atau menggantikan almarhumah. Aku tahu, tempatnya di hatimu akan tetap sama. Akan tetapi, berikan rasa hormat dalam pernikahan ini. Jika tidak ...."
"Jika tidak, kenapa?" tanya Dewa yang kini menatap Gita.
"Jika tidak, sebaiknya Mas Dewa pulangkan aku ke rumah Mama. Aku bisa merawat Qinan kok, tanpa ada ikatan di antara kita. Rasanya itu jauh lebih adil bagi kita berdua. Kamu bisa melanjutkan hidup, dan tidak perlu memenjarakan aku di sini."
Sesayang apa dia kepada Qinan, Gita merasa Dewa tidak menunjukkan rasa hormat dan komitmen dalam pernikahan ini. Oleh karena itu, dia berkata demikian. Bukan sekadar mengancam, tapi memang Gita merasa jika selalu seperti ini, tidak akan ada cahaya baru yang menyapa.
"Kamu berani berbicara begitu, Ta?"
Gadis itu kemudian menganggukkan kepalanya. "Ya, aku memiliki hak untuk mengatakan semua itu. Lagipula, bukankah aku memang istri yang tak diinginkan."
Dewa tidak tahu harus merespons seperti apa. Yang pasti ucapan Gita membuatnya kesal. Namun, di sisi lain, benar adanya dia tak menginginkan Gita.
Usai mengatakan semuanya itu, Gita berlalu begitu saja dari hadapan suaminya. Dia juga tak meminta maaf, karena kali ini Gita merasa bahwa dia merasa ucapannya benar. Masuk ke dalam kamarnya, Gita menitikkan air matanya.
"Untuk apa menikah jika hanya membebani satu sama lain. Aku yakin saat itu Utsman bin Affan pasti memilih menyembuhkan duka di hatinya sembari memberikan kasih sayang untuk Ummu Kultsum. Jika tidak, tidak akan pernah ada julukan Dzu An-Nurain itu. Kadang kita memang perlu berkaca, tidak mengubur diri dalam kesedihan dan keputusasaan."
Gita menyeka air matanya sendiri. Rasanya pernikahan ini justru menjadi bui baginya. Tidak ada peluang dan kesempatan, dia bisa lari dan memulai semua yang baru. Gita pun bersedia untuk membantu mengasuh Qinan tanpa ada ikatan pernikahan dengan Dewa.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 66 Episodes
Comments
Atun Ismiyatun
maaf kak kok lama upnya q menunggu lho kak...bagus ceritanya,,tp jga gedeg sama dewa,,,klu tk bisa berbuat baik kenapa jga mau nikahin gita...
2023-12-16
2
Chairiati Chariati
jangan lama kali update thor
2023-12-15
0
Tria Hartanto
bagus GITA kamu liar biasa emang harus begitu biar DEWA tau .kl memang sudah tidak berkenann lebih baik di kembalikan ke irang tua GITA aja walauoun tidak ada ikatan GITA pasti mau untuk mewat QINAN dr pada hidup satu atap tp seperti di dlm penjara yg ngga berujung
2023-12-15
3