Dibanding-bandingkan

Hari demi hari berlalu, tapi hubungan Dewa dan Gita seolah hanya jalan di tempat. Terkadang mereka mengobrol hanya karena kebutuhan Qinan saja. Sedangkan Gita sudah sepanjang hari di rumah untuk mengasuh Qinan. Bukankah sikap Gita sangat baik, dia mau resign dari pekerjaannya, dia mau memutuskan pacarnya, dan juga mau menghabiskan masa mudanya untuk mengasuh anak kakaknya yang telah tiada. Tidak ada keluhan, karena semuanya berdasar pada kasih dan sayang tulus kepada Qinan.

Bahkan akhir pekan ini, Gita bertelepon dengan sahabatnya ketika masih sama-sama bekerja di bank.

"Ayolah, Ta ... kita ketemuan Shopping bareng gitu," ajak Aulia, sahabat baik Gita.

"Sorry, aku gak bisa sekarang," balas Gita dengan menggunakan earphone di telinganya.

Gita sebenarnya juga sosok yang periang, saat menelpon dengan Aulia, dia bahkan bisa tertawa terbahak-bahak. Seolah ada teman yang diajak ngobrol walau hanya secara seluler, rasanya sudah membuat Gita menjadi lebih baik.

"Kapan lagi bisa bertemu. Biasanya kita bertemu Senin sampai Sabtu di bank. Sekarang, kita gak pernah ketemuan lagi loh, Ta. Kangen."

"Ulu-uluh ... kangen ya, Beb. Gimana lagi, aku harus resign. Kangen nge-chill bareng ya Beb," balas Gita.

Mungkin Gita tidak sadar kalau tidak jauh dari pintu kamarnya ada Dewa yang mengamatinya. Pria itu menggelengkan kepalanya melihat Gita yang tertawa cukup keras dan juga berbicara tentang nge-chill. Sekali lagi, di dalam hatinya dia mulai membandingkan Gita dengan Tya.

"Lihatlah, Tya ... dia tak sebaik kamu. Mana pernah kamu berbicara dan tertawa sekeras itu," gumamnya dengan menggelengkan kepalanya.

Sedangkan di dalam kamarnya, Gita kemudian menyudahi teleponnya saat Qinan menangis.

"Beb, udahan dulu yah. Qinan menangis, aku mau cek dulu."

"Oke, Beb. Sehat yah, semoga bisa ketemuan dan nge-chill kita."

Gita kemudian melepas earphone bluethoot di telingannya, dia kemudian hendak melihat kenapa Qinan menangis. Akan tetapi, sebelum Gita akan menggendong dan melihat kondisi Qinan, Dewa sudah menyelonong masuk dan menggendong Qinan terlebih dahulu.

"Biar aku saja," kata Dewa dengan menunjukkan raut wajah yang dingin.

"Biar aku lihat dulu Qinan-nya kenapa, Mas," kata Gita dengan membuka kedua tangannya.

Dewa justru menggelengkan kepalanya. "Sudah jelas kok kenapa Qinan menangis, pasti karena dengar suara dan ketawa kamu yang keras itu, ck."

Gita terdiam. Gadis itu seketika menunduk, seolah dia disalahkan karena berbicara dan tertawa cukup keras bagi Dewa. Sehingga suara Gita lah yang membuat Qinan menangis. Ketika diri sendiri merasa biasa saja, tapi dinyatakan bersalah oleh suami sendiri rasanya itu sangat sakit.

"Kamu tahu enggak, Ta. Di rumah ini gak ada yang berbicara dan tertawa sekeras kamu. Mbak Tya aja gak berbicara dan tertawa sekeras itu. Lalu, apa itu tadi ... nge-chill? Kamu minum-minum?" tanya Dewa.

"Nge-chill apaan, Mas? Minum-minum apa?" tanya Gita.

"Itu, kamu bilang sama temenmu nge-chill kan? Artinya kamu minum-minum kan? Ck, kamu memang adiknya Tya, tapi kamu gak seperti Tya. Jauh berbeda," keluh Dewa secara terang-terangan.

"Nge-chill itu adalah sinonim dari bersantai, Mas. Bukan minum-minum. Cuma nyantai dan minum kopi aja, atau net-flix-an juga bisa dikatakan nge-chill. Enggak seperti yang Mas Dewa kira," sanggah Gita dengan membela dirinya.

"Dulu kamu seperti apa, aku juga tidak tahu, Ta. Pergaulanmu seperti apa, aku juga tidak tahu."

"Tidak perlu mengetahui masa lalu dan yang sudah-sudah. Lihat aku yang sekarang, tanpa mencari-cari kesalahan dari masa laluku," balas Gita.

Mendengar Gita yang justru terus-menerus menyanggah, Dewa kemudian menatap Gita dengan sorot matanya yang tajam. "Ta, kamu tidak tahu yah kalau menyanggah suami itu dosa?"

Dewa mengatakan itu dengan sedikit membentak. Suara Dewa itu membuat Gita kaget. Selama Gita menjadi adik iparnya dulu, Dewa adalah pria yang lembut, pria yang selalu menunjukkan cinta dan perhatiannya kepada Tya. Pria yang sayang kepada mamanya dan mama mertuanya. Akan tetapi, sekarang Gita melihat Dewa dengan rupa yang lain.

"Intinya, kamu tidak lebih baik dari mbak kamu. Ck, masih kekanakan," kata Dewa lagi.

Ucapan Dewa itu terasa menyakiti hati Gita. Gadis itu sampai menunduk dan menitikkan air matanya. Namun, Gita masih berusaha menyanggah untuk membela diri.

"Seharusnya ... Mas Dewa tahu, kalau aku ... memang bukan ... Mbak Tya. Kami berdua memang kakak dan adik, tapi bukan berarti kami adalah pribadi yang sama. Mereka yang terlahir kembar pun memiliki perbedaan baik karakteristik mau pun perilaku. Sementara, aku hanya seorang adik, Mas. Kenapa rasanya, Mas Dewa terlalu picik karena membandingkan aku dengan Mbak Tya. Kami dua pribadi yang berbeda. Sampai kapan pun, aku juga tidak mau menjadi seperti Mbak Tya. Aku mencintai diriku sendiri yang seperti ini."

Usai mengatakan semua itu, Gita memilih pergi. Keinginannya sebelumnya untuk menggendong Qinan, dia urungkan. Sakit ketika Dewa terus membanding-bandingkannya dengan Tya. Bahkan Gita berani berargumentasi bahwa dia memang bukan Tya, dan Gita sampai kapan pun tak ingin menjadi Tya. Daripada menjadi imitator orang lain, alangkah lebih baik menjadi diri sendiri. Lagipula, Gita beranggapan menikah bukan berarti mengubah dirimu menjadi apa yang dimaui pasanganmu. Bisa menghargai perbedaan, menaruh respek terhadap pasangan itu justru lebih baik.

Masuk ke dalam kamar, Gita mengambil kunci sepeda motornya dan helmnya. Dia memilih keluar sebentar dari rumah. Berkendara, merasakan semilir angin, dan melihat pantai di pesisir pulau Batam akan melihat Gita menjadi lebih baik.

"Mau ke mana, Ta?" tanya Dewa ketika Gita hendak keluar dari rumah.

"Nge-chill. Aku masih anak muda, masih kekanakan kan Mas? Boleh dong aku menikmati hidupku daripada di sini dan ada orang yang tidak bisa menghargai orang lain sebagai pribadi yang Allah ciptakan unik dan spesial. Assalamualaikum."

Gita benar-benar keluar dari rumah. Sementara Dewa benar-benar tidak suka dengan Gita. Pria itu menggendong Qinan dengan bergumam kesal dalam hatinya.

"Gak dewasa sama sekali. Dulu, Tya mana pernah marah dan pergi seperti itu."

Walau Gita sudah menstarter sepeda motor matic miliknya, Dewa di dalam hati masih membanding-bandingkan Gita dengan Tya. Dibandingkan dengan orang lain itu rasanya tidak nyaman dan sakit. Terlebih ketika Gita dibandingkan dengan kakaknya sendiri yang sudah tiada. Ya, keduanya adalah kakak dan adik, tapi kalau mereka berbeda dalam sikap dan karakteristik memang tak salah. Sedangkan Dewa terlalu tidak bijak karena membandingkan Gita dengan Tya. Tetap saja keduanya berbeda satu sama lain. Tidak akan pernah sama.

Terpopuler

Comments

Riana

Riana

Dewa minta digeprek

2024-01-23

3

Esther Lestari

Esther Lestari

Gita itu bkn Tya, ya jangan dibandingkan terus dan berharap Gita berperilaku sprti Tya, aneh kamu itu Dewa. wajar kalo Gita marah

2023-12-30

1

Nany Setyarsi

Nany Setyarsi

apa gk kebalik ya dewa,
justru kamu yg bersikap gk dewsa

2023-12-09

2

lihat semua
Episodes
1 Hari Kelabu
2 Pretikor Pun Meninggalkan Kenangan
3 Hujan Telah Reda Kenangan Masih Ada
4 Saran Keluarga
5 Permulaan Turun Ranjang
6 Dua Kamar Berbeda
7 Dibanding-bandingkan
8 Rumah Tangga yang Rumit
9 Kedatangan Erfan
10 Patah Hatinya Masih Terasa
11 Fakta Pahit yang Diketahui Erfan
12 Tak Lagi Sama
13 Menuju ke Tanjung Pinang
14 Semalam Bersama
15 Terbukti Tulus
16 Berkaca dari Sahabat Rasulullah
17 Kita Tak Pernah Cukup untuk Orang yang Tidak Tepat
18 Mengurungkan Niat Demi Anak
19 Meminta Kesempatan
20 Bermula dengan Satu Kamar
21 Istikharah Selama Ini
22 Butuh Waktu
23 Menunjukkan Kesungguhan
24 Debaran
25 Lebih Membiasakan
26 Hujan Semalam
27 Bukti Saling Menerima
28 Terselip Cerita Pilu
29 Besok Pagi yah?
30 Panggilan Mama
31 Pintu Kebahagiaan
32 Akan Long Distance Sepekan
33 Menuju ke Bintan
34 Kejutan yang Dewa Tunggu
35 Matahari Terbenam di Bintan
36 Perasaan Seiya
37 Malam Terakhir di Bintan
38 Kembali ke Batam
39 Satu Tahun Berlalu
40 Tes Skrining Cancer
41 Kesempatan Membesarkan Qinan
42 Sore di Tepi Pantai
43 Gita Terlihat Berbeda
44 Garis Dua?
45 Positif Garis Dua
46 Respons Positif dari Mama & Mama Mertua
47 Sembilan Minggu
48 Harapan Lebih Bahagia
49 Jujur Walau Sakit
50 Ruang yang Luas untuk Memaafkan
51 Melepas Satu Cincin
52 Di Kala Subuh
53 Sudah Ada Adik Bayi di Rahim
54 Jalan-Jalan Berdua
55 Ngidam yang Aneh
56 Perut Semakin Membuncit
57 Gender Reveals
58 Semuanya Bahagia
59 Perasaan Lebih Tenang
60 Bersua Kembali
61 Luka yang Tersisa
62 Mempersiapkan Persalinan
63 Persalinan Kian Dekat
64 Akankah Menunggu Papa?
65 Welcome Baby Boy
66 Kebahagiaan untuk Sepanjang Usia
Episodes

Updated 66 Episodes

1
Hari Kelabu
2
Pretikor Pun Meninggalkan Kenangan
3
Hujan Telah Reda Kenangan Masih Ada
4
Saran Keluarga
5
Permulaan Turun Ranjang
6
Dua Kamar Berbeda
7
Dibanding-bandingkan
8
Rumah Tangga yang Rumit
9
Kedatangan Erfan
10
Patah Hatinya Masih Terasa
11
Fakta Pahit yang Diketahui Erfan
12
Tak Lagi Sama
13
Menuju ke Tanjung Pinang
14
Semalam Bersama
15
Terbukti Tulus
16
Berkaca dari Sahabat Rasulullah
17
Kita Tak Pernah Cukup untuk Orang yang Tidak Tepat
18
Mengurungkan Niat Demi Anak
19
Meminta Kesempatan
20
Bermula dengan Satu Kamar
21
Istikharah Selama Ini
22
Butuh Waktu
23
Menunjukkan Kesungguhan
24
Debaran
25
Lebih Membiasakan
26
Hujan Semalam
27
Bukti Saling Menerima
28
Terselip Cerita Pilu
29
Besok Pagi yah?
30
Panggilan Mama
31
Pintu Kebahagiaan
32
Akan Long Distance Sepekan
33
Menuju ke Bintan
34
Kejutan yang Dewa Tunggu
35
Matahari Terbenam di Bintan
36
Perasaan Seiya
37
Malam Terakhir di Bintan
38
Kembali ke Batam
39
Satu Tahun Berlalu
40
Tes Skrining Cancer
41
Kesempatan Membesarkan Qinan
42
Sore di Tepi Pantai
43
Gita Terlihat Berbeda
44
Garis Dua?
45
Positif Garis Dua
46
Respons Positif dari Mama & Mama Mertua
47
Sembilan Minggu
48
Harapan Lebih Bahagia
49
Jujur Walau Sakit
50
Ruang yang Luas untuk Memaafkan
51
Melepas Satu Cincin
52
Di Kala Subuh
53
Sudah Ada Adik Bayi di Rahim
54
Jalan-Jalan Berdua
55
Ngidam yang Aneh
56
Perut Semakin Membuncit
57
Gender Reveals
58
Semuanya Bahagia
59
Perasaan Lebih Tenang
60
Bersua Kembali
61
Luka yang Tersisa
62
Mempersiapkan Persalinan
63
Persalinan Kian Dekat
64
Akankah Menunggu Papa?
65
Welcome Baby Boy
66
Kebahagiaan untuk Sepanjang Usia

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!