Pretikor Pun Meninggalkan Kenangan

"Sepi ... berteman bayangmu."

Ah, rasanya malam itu begitu sedih untuk Dewa. Sesekali Dewa berusaha memejamkan matanya, berharap sedikit tidur bisa membuatnya merasa lebih tenang. Sayangnya, matanya enggan untuk terpejam.

Justru malam itu, hujan turun dengan begitu derasnya. Rinai hujan yang jatuh di atap rumah, membuat Dewa berjalan ke kamar Qinan. Dia tatap wajah bayinya yang tengah tertidur. Lantaran panik, bila ada petir atau pun guruh, Dewa menggendong Qinan dan membaringkan Qinan di tempat tidurnya.

Kemudian, Dewa berdiri di balkon kamarnya sejenak. Dia biarkan hujan menyapa wajahnya dengan airnya yang dingin. Terpaan angin berbalut air yang perlahan membasahi wajahnya. Pria itu lantas menengadahkan wajahnya, langit di atas begitu gelap dengan derai hujan yang begitu derasnya. Awan gelap seolah menjadi payung bagi Dewa malam itu. Semerbak pretikor, aroma tanah yang terkena air menyapa erat di indera penciuman Dewa.

"Hujan dan kamu adalah kenangan yang tidak bisa aku lupakan, Tya."

Angan Dewa melayang, teringat satu hari di bulan Juni ketika dia bertemu Tya untuk kali pertama.

...🍀🍀🍀...

Dua Tahun yang Lalu ....

Hujan turun dengan begitu derasnya sore itu di Kota Gurindam yaitu Tanjung Pinang. Pelabuhan Sri Bintan Pura yang bersisian dengan Taman Gurindam dan berseberangan dengan Pulau Penyengat, di sanalah Dewa bertemu dengan Tya untuk kali pertama.

"Permisi Pak Dewangga dari Alamatra Buana Grup?" tanya seorang gadis cantik yang datang membawa payung. Walau hujan begitu derasnya, tapi gadis itu tetap melaksanakan tugasnya untuk menjemput tamu dari perusahaan di Kota Batam. Batam dan Tanjung Pinang hanya terpisahkan oleh lautan. Keduanya dihubungkan oleh pelabuhan yaitu Pelabuhan Telaga Punggur di Batam dan Pelabuhan Sri Bintan Pura di Tanjung Pinang.

"Ya, benar. Saya sendiri. Dari Indoka Grup kah?" tanya Dewa.

"Benar, Bapak Dewa sudah ditunggu makan siang bersama Pak Sutarto selaku Direktur Utama Indoka di Rumah Makan di tepi Pelabuhan," katanya.

Dewa menganggukkan kepalanya, lantas dia mengikuti gadis itu berjalan hingga ke pintu keluar pelabuhan. Sudah ada sebuah mobil yang menunggu Dewa di sana. Rupanya di dalam mobil itu ada Pak Sutarto yang menunggu Dewa.

"Akhirnya sudah di Tanjung Pinang, Mas Dewa. Hujannya deras banget, di kapal tadi serem enggak?" sapa Pak Sutarto.

"Gelombang di laut lumayan tinggi, Pak. Senang akhirnya bertemu dengan Bapak," sapa Dewa.

"Ini sekretarisku, Mas Dewa. Namanya Tya."

Bermula dari pertemuan di kota Gurindam saat itulah dan banyak pekerjaan yang dikerjakan oleh Dewa dan Tya, juga projek yang saling terkait. Mulailah muncul benih-benih cinta bersemi di hati keduanya.

Hingga empat bulan kemudian di dalam kapal Ferry dalam perjalanan dari Tanjung Pinang menuju ke Batam, Dewa yang saat itu duduk dengan Tya mengatakan niatnya.

"Tya, kayaknya kita cocok deh satu sama lain. Bukan hanya saat kita mengurus projek dua perusahaan ini, tapi pembicaraan kita juga nyambung. Jadi ..., kalau kamu mau, aku ingin serius. Aku ingin mengajakmu membina rumah tangga," kata Dewa.

Di buritan kapal, ketika kapal ferry itu terus melaju membelah lautan yang orang Melayu menyebutnya Telaga. Diiringi deru mesin kapal dan buih-buih air laut, Tya menoleh menatap Dewa. Sungguh, dia tidak mengira bahwa Dewa akan mengatakan keinginannya itu kepadanya.

"Mas Dewa seriusan?" tanyanya singkat.

Gadis berambut panjang itu lantas merapikan rambutnya yang tertiup angin. Sembari menunduk, Tya pun kembali berbicara.

"Sebaiknya sih jangan Mas Dewa. Sebab, Tya ini sakit," katanya.

Dewa mengernyitkan keningnya. Di matanya Tya terlihat sehat dan bugar. Lalu, bagaimana bisa Tya justru mengaku bahwa dia sedang sakit.

"Sakit apa?" Dewa membalas dengan menanyai apa sakit yang diderita Tya.

"Kanker, Mas. Di Payudara. Sudah stadium tiga," jawab Tya dengan tersenyum pias.

Dewa sungguh tak mengira bahwa gadis yang membuatnya suka, nyambung saat diajak berbicara, dan juga memiliki sifat yang lemah lembut itu ternyata adalah pejuang kanker. Padahal di mata Dewa, Tya sendiri terlihat sehat. Bahkan selama empat bulan sering mengurusi projek bersama, Tya juga tidak pernah mengeluh sakit.

"Sebaiknya jangan, bisa-bisa ketika kita serius dan menikah nanti, usia pernikahan kita hanya seumur jagung," kata Tya lagi.

Dewa kemudian menatap lurus pada lautan biru di hadapannya. Ucapan Tya itu membuat dadanya merasa sesak. Masakan iya, keinginan beribadah sepanjang hayat nyatanya terhalang dengan sakit yang dialami oleh Tya. Padahal Dewa berharap bisa menua bersama dengan Tya.

"Mas Dewa pikirkan saja dulu. Kalau bisa sih jangan," kata Tya.

Butuh waktu hingga dua bulan kemudian. Sekarang, di tepi laut Harbour Bay yang berada di kota Batam, Dewa dan Tya kembali bertemu. Sejauh mata memandang, terlihat jelas Negeri Singapura yang terjelas dari sana.

"Tya, aku sudah memikirkannya matang-matang. Sejauh apa pun aku berpikir, jawabannya pastilah kembali kepadamu. Jadi, aku sungguh-sungguh bahwa aku ingin mengajakmu beribadah bersama hingga di akhir usia terakhirmu."

Dewa berbicara dengan sungguh-sungguh. Dia tidak memungkiri perasaannya karena memang sudah mencintai Tya. Yang Dewa maui sekarang adalah mengajak Tya untuk beribadah bersama.

"Jangan bercanda, Mas. Kan sudah ku bilang sebelumnya bahwa aku seorang survivor cancer. Sel itu selalu aktif sekalipun aku menjalani kemoterapi. Tidak akan sembuh, hanya upaya memperpanjang usia saja," balas Tya.

"Sudah ku pikirkan dan sekarang waktunya bagiku mengambil keputusan bahwa aku ingin beribadah denganmu. Bukan sekadar pernikahan yang mengedepankan cinta antara pria dan wanita, tapi beribadah bersama. Munajatku adalah bisa menjadi suami dan sekaligus imam bagimu," kata Dewa.

Bulir bening air mata Tya sekaligus jatuh membasahi pipinya. Benarkah Dewa menginginkan ibadah bersama? Benarkah ada pria yang sebaik dan semulia niatannya seperti Dewa? Sungguh, ucapan Dewa sangat menyentuh hati Tya.

Hingga akhirnya, Dewa menatap Tya. Dia berbicara dengan serius dan meminta dengan sepenuh hatinya.

"Aristya Maharani, maukah kamu beribadah bersamaku?"

Derai air mata kian membasahi pipi Tya. Hingga akhirnya, gadis itu menganggukkan kepalanya. "Insyaallah, aku mau."

Dewa menghela napas begitu lega rasanya. Dua bulan dia menimbang-nimbang perasaannya, jawabannya tetap sama. Niat tulus meminang Tya tak urung kemungkinan ibadah itu hanya beberapa saat lamanya.

Tepat saat itulah, gerimis turun dan semerbak pretikor mulai tercium. Aroma yang indah dan juga harum. Saat cinta terbalas, saat niat hati bersambut, sungguh indahnya.

...🍀🍀🍀...

Sekarang ....

"Hujannya sudah berhenti, Tya Sayang ..., tapi harus kamu ketahui bahwa pretikor pun membawa kenangan."

Setitik air mata Dewa kembali jatuh. Sesak di dada, perih hingga ke ulu hati. Pretikor yang turun kali ini pun membuat Dewa mengenang sosok Tya. Sosok yang akan selalu hidup dalam hatinya.

Terpopuler

Comments

Nany Setyarsi

Nany Setyarsi

baru awal sudah sedih 😔

2023-12-09

0

Enisensi Klara

Enisensi Klara

😭😭😭😭😭😭😭ku menangis

2023-12-04

0

Enisensi Klara

Enisensi Klara

Oh Tua sakit kanker 😳😳

2023-12-04

0

lihat semua
Episodes
1 Hari Kelabu
2 Pretikor Pun Meninggalkan Kenangan
3 Hujan Telah Reda Kenangan Masih Ada
4 Saran Keluarga
5 Permulaan Turun Ranjang
6 Dua Kamar Berbeda
7 Dibanding-bandingkan
8 Rumah Tangga yang Rumit
9 Kedatangan Erfan
10 Patah Hatinya Masih Terasa
11 Fakta Pahit yang Diketahui Erfan
12 Tak Lagi Sama
13 Menuju ke Tanjung Pinang
14 Semalam Bersama
15 Terbukti Tulus
16 Berkaca dari Sahabat Rasulullah
17 Kita Tak Pernah Cukup untuk Orang yang Tidak Tepat
18 Mengurungkan Niat Demi Anak
19 Meminta Kesempatan
20 Bermula dengan Satu Kamar
21 Istikharah Selama Ini
22 Butuh Waktu
23 Menunjukkan Kesungguhan
24 Debaran
25 Lebih Membiasakan
26 Hujan Semalam
27 Bukti Saling Menerima
28 Terselip Cerita Pilu
29 Besok Pagi yah?
30 Panggilan Mama
31 Pintu Kebahagiaan
32 Akan Long Distance Sepekan
33 Menuju ke Bintan
34 Kejutan yang Dewa Tunggu
35 Matahari Terbenam di Bintan
36 Perasaan Seiya
37 Malam Terakhir di Bintan
38 Kembali ke Batam
39 Satu Tahun Berlalu
40 Tes Skrining Cancer
41 Kesempatan Membesarkan Qinan
42 Sore di Tepi Pantai
43 Gita Terlihat Berbeda
44 Garis Dua?
45 Positif Garis Dua
46 Respons Positif dari Mama & Mama Mertua
47 Sembilan Minggu
48 Harapan Lebih Bahagia
49 Jujur Walau Sakit
50 Ruang yang Luas untuk Memaafkan
51 Melepas Satu Cincin
52 Di Kala Subuh
53 Sudah Ada Adik Bayi di Rahim
54 Jalan-Jalan Berdua
55 Ngidam yang Aneh
56 Perut Semakin Membuncit
57 Gender Reveals
58 Semuanya Bahagia
59 Perasaan Lebih Tenang
60 Bersua Kembali
61 Luka yang Tersisa
62 Mempersiapkan Persalinan
63 Persalinan Kian Dekat
64 Akankah Menunggu Papa?
65 Welcome Baby Boy
66 Kebahagiaan untuk Sepanjang Usia
Episodes

Updated 66 Episodes

1
Hari Kelabu
2
Pretikor Pun Meninggalkan Kenangan
3
Hujan Telah Reda Kenangan Masih Ada
4
Saran Keluarga
5
Permulaan Turun Ranjang
6
Dua Kamar Berbeda
7
Dibanding-bandingkan
8
Rumah Tangga yang Rumit
9
Kedatangan Erfan
10
Patah Hatinya Masih Terasa
11
Fakta Pahit yang Diketahui Erfan
12
Tak Lagi Sama
13
Menuju ke Tanjung Pinang
14
Semalam Bersama
15
Terbukti Tulus
16
Berkaca dari Sahabat Rasulullah
17
Kita Tak Pernah Cukup untuk Orang yang Tidak Tepat
18
Mengurungkan Niat Demi Anak
19
Meminta Kesempatan
20
Bermula dengan Satu Kamar
21
Istikharah Selama Ini
22
Butuh Waktu
23
Menunjukkan Kesungguhan
24
Debaran
25
Lebih Membiasakan
26
Hujan Semalam
27
Bukti Saling Menerima
28
Terselip Cerita Pilu
29
Besok Pagi yah?
30
Panggilan Mama
31
Pintu Kebahagiaan
32
Akan Long Distance Sepekan
33
Menuju ke Bintan
34
Kejutan yang Dewa Tunggu
35
Matahari Terbenam di Bintan
36
Perasaan Seiya
37
Malam Terakhir di Bintan
38
Kembali ke Batam
39
Satu Tahun Berlalu
40
Tes Skrining Cancer
41
Kesempatan Membesarkan Qinan
42
Sore di Tepi Pantai
43
Gita Terlihat Berbeda
44
Garis Dua?
45
Positif Garis Dua
46
Respons Positif dari Mama & Mama Mertua
47
Sembilan Minggu
48
Harapan Lebih Bahagia
49
Jujur Walau Sakit
50
Ruang yang Luas untuk Memaafkan
51
Melepas Satu Cincin
52
Di Kala Subuh
53
Sudah Ada Adik Bayi di Rahim
54
Jalan-Jalan Berdua
55
Ngidam yang Aneh
56
Perut Semakin Membuncit
57
Gender Reveals
58
Semuanya Bahagia
59
Perasaan Lebih Tenang
60
Bersua Kembali
61
Luka yang Tersisa
62
Mempersiapkan Persalinan
63
Persalinan Kian Dekat
64
Akankah Menunggu Papa?
65
Welcome Baby Boy
66
Kebahagiaan untuk Sepanjang Usia

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!