Saran Keluarga

Sepulang dari pemakaman, keluarga Dewa dan keluarga Tya sudah berkumpul bersama. Seolah-olah kedatangan Dewa sudah ditunggu-tunggu oleh kedua belah keluarga. Ada Mama Rita yaitu ibunya Dewa yang menitikkan air matanya melihat putranya masih dilingkupi kesedihan di hari ketujuh ini.

Mama Endang yang adalah Mamanya Tya juga sedih. Wanita paruh baya itu berdiri dan berjalan ke arah Dewa yang masih berdiri di dekat pintu masuk.

"Kamu dari pemakaman lagi ya, Dewa? Masih belum bisa melupakan Tya yah?" tanyanya lirih.

Mama Endang bahkan memberikan handuk kecil dan meminta Dewa mengeringkan wajahnya yang sedikit basah lantaran air hujan. Menantunya itu memang adalah pria yang baik, Mama Endang merasa tidak ingin jika Dewa berlarut-larut dalam kesedihan.

"Waktunya untuk bangkit, Dewa. Hidupmu terus berlanjut, dan juga Qinan. Kalau Papanya terus bersedih, pada akhirnya kasihan Qinan nanti," kata Mama Rita.

Sekarang orang tua Qinan hanya Dewa. Sehingga emosi Dewa dan terkait apa yang dia rasakan, akan mempengaruhi suasana isi hati, dan emosi Qinan. Kalau Papanya terus-menerus bersedih, Qinan juga akan merasakan kesedihan itu. Walau belum bisa berbicara, tapi bayi bisa berbahasa dengan tangisan dan rengekannya. Sungguh kasihan bukan?

"Bagaimana Dewa bisa melupakan Tya, Ma? Sementara selamanya ini pusat dunia Dewa adalah Tya," balasnya.

Dewa mengatakan semuanya dengan jujur. Tya laksana matahari dalam hidupnya, sedangkan dia sendiri adalah bumi yang berotasi memutari matahari sebagai sumber pusat semestanya. Sehingga, ketika Tya tiada, bumi yang adalah Dewa sendiri seolah berhenti berotasi. Jika bumi berhenti berotasi akan terjadi radiasi yang membahayakan manusia, gelombang magnetik pun tidak ada. Sama seperti kondisi Dewa sekarang, begitu beratnya menjalani hari demi hari. Semua kenangan tentang Tya masih dia peluk dengan sangat erat.

"Jangan begitu, Nak. Kamu masih muda, Qinan juga masih kecil. Semangati dirimu sendiri. Jika memang sangat sukar, bersimpuhlah di atas Sajadah, minta kepada Allah untuk memberikanmu kekuatan. Allah dekat dengan orang-orang yang remuk hatinya bukan? Maka, mintalah kepada Allah."

Mama Rita mengatakan demikian. Alih-alih merasa tidak kuat dan seakan-akan ingin menyerah, lebih baik untuk memohon kepada Allah. Tak ada yang bisa memberikan kekuatan dalam hati manusia selain Allah.

"Mandilah dulu, Wa. Setelah itu, kita berbicara bersama."

Dewa akhirnya berjalan menuju ke dalam kamarnya. Dia segera membersihkan dirinya. Di bawah guyuran air shower, air mata Dewa tumpah juga. Perihnya ditinggal istri membuat Dewa hancur.

"Bagaimana, Tya ... aku masih kehilangan. Dukanya masih terasa. Malam-malamku suram, dalam ingatanku teringat saat dokter membentangkan kain putih menyelimuti seluruh tubuhmu dan mengatakan bahwa kamu telah tiada."

Sel kanker aktif menyebar sampai paru-parunya. Pada akhirnya ... Ibu Aristya telah ... tiada. Innalillahiwainnailaihirojiun.

Ucapan dokter yang layaknya adalah keputusan final itu terngiang-ngiang dalam telinga Dewa. Dia merasa sangat kehilangan. Saat itu saja lututnya goyah seakan sendi-sendi yang berada di sana kehilangan kekuatannya.

Hampir setengah jam, Dewa baru menyelesaikan mandinya. Kemudian dia turun ke bawah. Bergabung dengan Mama Rita dan Mama Endang yang berkumpul di ruang tamu.

"Sudah selesai mandi?" tanya Mama Endang.

"Iya, Ma."

Mama Rita kemudian membuatkan Teh hangat untuk Dewa. Mempersilakan putranya untuk meminum teh itu terlebih dahulu ketika masih hangat. Lagipula hujan masih turun di kota Batam dengan sangat lebat sehingga minuman hangat sangat cocok diminum.

"Susu formula untuk Qinan habis loh, Dewa. Paling tinggal sehari minum aja," kata Mama Endang.

"Ya, Ma. Nanti kalau hujannya sudah reda, Dewa ke mini market depan."

Mama Endang kemudian berbicara kepada Dewa. Kali ini, dia harus menyampaikan dengan hati-hati.

"Dewa, Tya sudah tiada. Namun, Qinan membutuhkan sosok Mama. Supaya tidak memutus kasih sayang, bagaimana kalau kamu menikahi Gita?"

Itu adalah saran yang sudah Mama Endang pertimbangkan dengan matang. Gita sendiri adalah adik kandung Tya. Alih-alih menikahi wanita lain dan belum tentu menyayangi Qinan sepenuh hati, lebih baik untuk menikahi Gita. Sebagai adik kandung Tya, pastilah Gita juga akan menyayangi Qinan.

"Mama menyuruhku turun ranjang? Menikahi adik iparku sendiri?" balas Dewa.

Mama Endang dan Mama Rita kemudian saling menganggukkan kepalanya. "Benar."

Dewa kemudian menggelengkan kepalanya. "Ma, gundukan tanah pemakaman Tya saja belum mengering, Ma. Sementara Mama sudah menyuruhku menikah dan itu adalah mengambil adik iparku sendiri. Tidak bisa, Ma. Selain itu, selamanya aku akan mencintai Tya."

"Tidak ada yang menyuruhmu berhenti mencintai Tya, Dewa. Kamu boleh terus mencintai Tya. Namun, Mama rasa hanya Gita yang menyayangi Qinan. Kasih sayang adik dan kakak juga tidak akan putus. Walau hanya ibu sambung, Gita sangat menyayangi Qinan," balas Mama Endang.

Dewa terdiam. Saran yang berat. Di otaknya saran turun ranjang ini membebaninya. Lagipula, menurut Dewa sendiri, Gita tidak akan pernah menggantikan posisi Tya di hatinya. Walau keduanya kakak dan adik, tapi keduanya adalah pribadi yang berbeda.

"Coba ditimbang-timbang dulu, Wa. Supaya tidak putus hubungan kita. Supaya Qinan memiliki Mama, untuk Mama, kamu bukan hanya menantu, kamu sudah seperti putra Mama sendiri. Mama setuju kalau kamu mengambil Gita sebagai istrimu," kata Mama Endang lagi.

"Mama juga sangat setuju, Dewa. Waktu akan menyembuhkan luka di hatimu. Gita juga bisa menyayangi Qinan," pungkas Mama Rita.

Usai mengatakan itu, Mama Rita beralih posisi duduk dekat dengan Dewa. "Dipikirkan, jangan hanya memikirkan kamu dan hatimu. Qinan juga membutuhkan sosok seorang ibu."

Setelah itu, Mama Rita dan Mama Endang memberikan waktu bagi Dewa untuk berpikir. Nanti kalau semuanya sudah siap, lebih baik segera melangsungkan akad saja untuk Dewa dan Gita.

...🍀🍀🍀...

Beberapa Jam Setelahnya ....

Mama Endang kemudian berbicara dengan Gita, putri bungsunya. Saran yang sudah dia sampaikan kepada Dewa.

"Gita, Mama ingin berbicara," kata Mama Endang.

"Ya, Ma."

"Mama mau bicara, Nak. Bagaimana kalau kamu menikah dengan Mas Dewa, memberikan kasih sayang untuk Qinan. Kamu menyayangi Qinan kan?"

Gita menganggukkan kepalanya, dia menyayangi Qinan. Ketika Tya tiada, Gita juga sangat bersedih karenanya. Dengan membawa foto sang kakak saat pemakaman, Gita menangis tersedu-sedu waktu itu.

"Gita menyayangi Qinan, Ma ... tapi ... Gita sudah berpacaran dengan Aa Erfan. Aa masih di Korea Selatan, bekerja di sana. Nanti kalau pulang, Aa ingin melamar Gita," ceritanya.

Ya, Gita tengah menjalin pacaran jarak jauh dengan Erfan yang bekerja di Korea Selatan sekarang. Rencana Erfan adalah ingin melamar Gita saat dia pulang dari negeri gingseng itu.

"Biar Mama yang urus masalah Erfan. Nikahi Mas Dewa dan jadilah mama untuk Qinan, Ta. Kasihan Qinan yang membutuhkan sosok mata."

Gita pun bersedih. Dalam waktu satu minggu semuanya terjadi, penuh duka, penuh air mata, dan sekarang kian sedih saat Mamanya meminta supaya Gita mau menikah dengan Dewa, kakak iparnya sendiri. Petaka turun ranjang pun akan segera terjadi.

Terpopuler

Comments

R_3DHE 💪('ω'💪)

R_3DHE 💪('ω'💪)

author kenapa pas sekali... diriku rita punya anak dewa😂😂😂😂 cucok....

2024-01-28

2

Nany Setyarsi

Nany Setyarsi

baru ini nyimak kisah turun ranjang

2023-12-09

0

Enisensi Klara

Enisensi Klara

Gita ternyata udah punya pacar tapi diminta nikah sama dewa

2023-12-05

3

lihat semua
Episodes
1 Hari Kelabu
2 Pretikor Pun Meninggalkan Kenangan
3 Hujan Telah Reda Kenangan Masih Ada
4 Saran Keluarga
5 Permulaan Turun Ranjang
6 Dua Kamar Berbeda
7 Dibanding-bandingkan
8 Rumah Tangga yang Rumit
9 Kedatangan Erfan
10 Patah Hatinya Masih Terasa
11 Fakta Pahit yang Diketahui Erfan
12 Tak Lagi Sama
13 Menuju ke Tanjung Pinang
14 Semalam Bersama
15 Terbukti Tulus
16 Berkaca dari Sahabat Rasulullah
17 Kita Tak Pernah Cukup untuk Orang yang Tidak Tepat
18 Mengurungkan Niat Demi Anak
19 Meminta Kesempatan
20 Bermula dengan Satu Kamar
21 Istikharah Selama Ini
22 Butuh Waktu
23 Menunjukkan Kesungguhan
24 Debaran
25 Lebih Membiasakan
26 Hujan Semalam
27 Bukti Saling Menerima
28 Terselip Cerita Pilu
29 Besok Pagi yah?
30 Panggilan Mama
31 Pintu Kebahagiaan
32 Akan Long Distance Sepekan
33 Menuju ke Bintan
34 Kejutan yang Dewa Tunggu
35 Matahari Terbenam di Bintan
36 Perasaan Seiya
37 Malam Terakhir di Bintan
38 Kembali ke Batam
39 Satu Tahun Berlalu
40 Tes Skrining Cancer
41 Kesempatan Membesarkan Qinan
42 Sore di Tepi Pantai
43 Gita Terlihat Berbeda
44 Garis Dua?
45 Positif Garis Dua
46 Respons Positif dari Mama & Mama Mertua
47 Sembilan Minggu
48 Harapan Lebih Bahagia
49 Jujur Walau Sakit
50 Ruang yang Luas untuk Memaafkan
51 Melepas Satu Cincin
52 Di Kala Subuh
53 Sudah Ada Adik Bayi di Rahim
54 Jalan-Jalan Berdua
55 Ngidam yang Aneh
56 Perut Semakin Membuncit
57 Gender Reveals
58 Semuanya Bahagia
59 Perasaan Lebih Tenang
60 Bersua Kembali
61 Luka yang Tersisa
62 Mempersiapkan Persalinan
63 Persalinan Kian Dekat
64 Akankah Menunggu Papa?
65 Welcome Baby Boy
66 Kebahagiaan untuk Sepanjang Usia
Episodes

Updated 66 Episodes

1
Hari Kelabu
2
Pretikor Pun Meninggalkan Kenangan
3
Hujan Telah Reda Kenangan Masih Ada
4
Saran Keluarga
5
Permulaan Turun Ranjang
6
Dua Kamar Berbeda
7
Dibanding-bandingkan
8
Rumah Tangga yang Rumit
9
Kedatangan Erfan
10
Patah Hatinya Masih Terasa
11
Fakta Pahit yang Diketahui Erfan
12
Tak Lagi Sama
13
Menuju ke Tanjung Pinang
14
Semalam Bersama
15
Terbukti Tulus
16
Berkaca dari Sahabat Rasulullah
17
Kita Tak Pernah Cukup untuk Orang yang Tidak Tepat
18
Mengurungkan Niat Demi Anak
19
Meminta Kesempatan
20
Bermula dengan Satu Kamar
21
Istikharah Selama Ini
22
Butuh Waktu
23
Menunjukkan Kesungguhan
24
Debaran
25
Lebih Membiasakan
26
Hujan Semalam
27
Bukti Saling Menerima
28
Terselip Cerita Pilu
29
Besok Pagi yah?
30
Panggilan Mama
31
Pintu Kebahagiaan
32
Akan Long Distance Sepekan
33
Menuju ke Bintan
34
Kejutan yang Dewa Tunggu
35
Matahari Terbenam di Bintan
36
Perasaan Seiya
37
Malam Terakhir di Bintan
38
Kembali ke Batam
39
Satu Tahun Berlalu
40
Tes Skrining Cancer
41
Kesempatan Membesarkan Qinan
42
Sore di Tepi Pantai
43
Gita Terlihat Berbeda
44
Garis Dua?
45
Positif Garis Dua
46
Respons Positif dari Mama & Mama Mertua
47
Sembilan Minggu
48
Harapan Lebih Bahagia
49
Jujur Walau Sakit
50
Ruang yang Luas untuk Memaafkan
51
Melepas Satu Cincin
52
Di Kala Subuh
53
Sudah Ada Adik Bayi di Rahim
54
Jalan-Jalan Berdua
55
Ngidam yang Aneh
56
Perut Semakin Membuncit
57
Gender Reveals
58
Semuanya Bahagia
59
Perasaan Lebih Tenang
60
Bersua Kembali
61
Luka yang Tersisa
62
Mempersiapkan Persalinan
63
Persalinan Kian Dekat
64
Akankah Menunggu Papa?
65
Welcome Baby Boy
66
Kebahagiaan untuk Sepanjang Usia

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!