Rumah Tangga yang Rumit

Dengan hati yang kesal, Gita memilih pergi sebentar dari rumah. Tempat yang Gita tuju adalah sebuah pantai di daerah Cipta Land, Batam. Sebuah pantai dengan pemandangan Singapura yang seolah tak jauh di depan mata, dengan semilir angin, dan tempat itu terbilang jauh dari keramaian.

Gadis itu turun dari sepeda motor, dan duduk beralaskan bebatuan. Sesekali dia melempar batu ke pantai. Bukan maksudnya untuk berani kepada suaminya, tapi Gita sendiri merasa tidak suka ketika dia dibandingkan dengan Tya.

"Tidak ada yang lebih sakit ketika dibandingkan dengan kakak sendiri dan dia sudah tiada. Mama saja tidak pernah membandingkan kami, walau kami adalah kakak adik. Mama memahami bahwa sekali pun saudara kandung, tapi kami juga pribadi yang berbeda. Sementara Mas Dewa justru membandingkan aku dengan almarhumah. Ya, Mbak Tya memang lembut, sementara aku tidak. Mbak Tya jika tertawa saja elok dan tak terbahak-bahak, sementara aku kebalikannya. Jika Mas Dewa hanya melihat almarhumah, aku tetap akan dibandingkan dan tidak akan pernah terlihat baik di mata Mas Dewa."

Banyak yang Gita renungkan. Bagaimana hidupnya yang berubah. Ketika dia hanya berada di dalam rumah saja, Gita tak mengeluh. Seluruh waktu dan kasih sayangnya, dia curahkan sungguh-sungguh hanya untuk Qinan.

Di tepi pantai itu, hingga ada seorang ibu yang sedang menikmati sore. Ibu itu kemudian menyapa Gita yang sendirian.

"Sendirian ya, Mbak?" sapanya dan sekaligus bertanya.

"Iya, Bu."

"Kelihatannya Mbak baru galau yah? Berantem sama pacarnya ya, Mbak?" Ibu itu bertanya sembari tersenyum. Mungkin saja wajah Gita yang murah menandakan bahwa gadis muda itu tengah bertengkar dengan pacarnya.

Gita tersenyum dan menggelengkan kepalanya. "Tidak kok, Bu."

"Kalau masih pacaran, tidak usah dimasukkan ke dalam hati, Mbak. Pacaran kan kadang enggak sampai di pelaminan. Kalau menikah, cek-cok sedikit ya harus segera diselesaikan, Mbak. Harus banyak ngalahnya kalau udah menikah. Apalagi kalau niatnya menikah untuk seumur hidup bersama. Wah, harus banyak sabar dan banyak mengalah," kata ibu itu.

Apa yang disampaikan si ibu itu seolah menjadi refleksi untuk Gita. Menurut Gita sendiri, dia sudah berusaha untuk mengalah dan bersabar. Bukan hanya kepada Dewa, bahkan Gita juga mengalahkan dirinya sendiri. Gita memilih memutuskan Erfan, dia juga memilih resign untuk mengasuh Qinan, masa muda yang seharusnya bisa nge-chill dengan teman-teman tapi Gita memilih berdiam di rumah dan mengasuh Qinan. Kurang apa lagi?

Gita merasa kadang menerima pinangan Dewa juga kesalahan besar. Namun, jika dia hanya sekadar mengasuh Qinan dan tidak menikah dengan kakak iparnya yang berstatus duda pastilah akan menjadi bahan omongan tetangga. Sangat rumit rasanya.

Setelah ibu itu pergi, Gita memilih memasang earphone di telinganya. Gadis itu memilih mendengarkan musik instrumen yang lembut untuk menenangkan diri. Petang tiba, Gita masih duduk di tepi pantai itu. Hingga hampir jam 19.00, barulah Gita pulang ke rumah Dewa.

Baru saja memarkirkan sepeda motornya, Gita sudah mendengarkan suara tangisan Qinan. Seketika dia sedikit berlari dan masuk ke dalam rumah. Ternyata Dewa sedang menggendong Qinan di ruang tamu. Gita menjadi bertanya-tanya apakah Qinan terus menangis ketika dia pergi tadi.

"Biar aku yang gendong Qinan, Mas," kata Gita.

Gadis muda bahkan melupakan sakit di hatinya usai dibandingkan oleh suaminya sendiri. Dia datang dan menawarkan untuk langsung menggendong Qinan. Sedangkan Dewa justru menatap Gita dengan sorot matanya yang tajam.

"Masuk rumah itu ketok pintu dan ucapkan Assalamu'alaikum. Kamu sudah dewasa, Ta. Tidak perlu diajari bagaimana etika memasuki rumah. Kamu memang tidak ...."

"Ya, aku memang tidak sama dengan Mbak Tya. Iya kan Mas? Tidak usah membandingkan aku dengan Mbak Tya, Mas. Aku memang tidak lebih baik dari Mbak Tya. Aku memang yang salah dan tidak beretika. Sampai kapan pun di mata Mas Dewa yang terbaik adalah Mbak Tya!"

Gita menyahut bahkan saat membalas ucapan Dewa, gadis itu seolah meluapkan emosinya. Dia buru-buru masuk rumah dan tak mengucapkan salam juga karena mendengarkan Qinan yang menangis. Namun, Dewa seolah masih membandingkan Tya dengan Gita.

"Kamu berani sama suami sendiri ya, Ta? Istri itu harus taat kepada suaminya. Sementara kamu justru membantah terus."

"Aku membela diriku, Mas. Sebab, hati Mas Dewa tertutupi oleh Mbak Tya sampai menjadikan Mbak Tya sebagai tolok ukur. Aku dan Mbak Tya berbeda, Mas!"

Gita pun sangat emosi. Dia mempertegas bahwa dia dan Tya itu berbeda. Setelah itu, Gita meminta paksa Qinan dari gendongan Dewa. Dia pergi ke atas ke kamarnya dan Qinan dengan berlinang air mata.

Di dalam kamar, Gita kemudian mengecek kondisi Qinan. Dia sudah belajar bahwa bayi menangis pasti ada penyebabnya. Ternyata Qinan diapersnya penuh dan pup, bahkan Gita yang membersihkan semuanya, tanpa keluhan sama sekali.

"Kamu pup ya, Sayang? Gak ada yang tahu yah kalau diapers kamu penuh?"

Usai itu, Gita mengambil kantong plastik dan diapers yang baru. Dia bersihkan dengan hati-hati, lalu memakaikan diapers yang baru. Usai itu, Gita membuatkan susu untuk Qinan.

"Minum ya, Qinan Sayang. Sehabis ini bobok yah. Kasihan, kalau menangis terus Qinan bisa capek. Ditemenin Ante Gita yah. Hm, tapi terserah kamu aja mau memanggil Ante atau Mama," kata Gita lagi.

Membuat susu formula di dodot, kemudian dia mengusapi punggung Qinan dengan lembut. Bahkan Gita bersenandung lirih untuk membuat Qinan terlelap.

Let's all can sleep.

Count one, two, three

Until we sleep

Let's all can sleep

Suara lirih Gita dan belaiannya yang lembut berhasil membuat Qinan terlelap. Usai itu, Gita tersenyum sendiri. Dia kecup kening Qinan dengan penuh sayang.

"Bobok ya, Nak. Maaf, tadi Ante pergi. Terus waktu Ante datang, Ante berbicara cukup keras kepada Papamu yah. Maafkan Ante ya Qinan. Ante sayang Qinan. Sayang banget sama Qinan."

Kepada Qinan, Gita meminta maaf. Memang Qinan masih kecil, tapi setidaknya Gita belajar bahwa seharusnya dia mengecek kondisi Qinan dulu. Bukan mendeskreditkan, tapi memang kadang pria tidak peka dengan ketidaknyamanan yang bisa membuat bayi menjadi tantrum.

Gita kemudian meredupkan lampu di kamar itu. Dia memilih turut istirahat dengan Qinan. Padahal Dewa masih berada di ruang tamu dan menunggu Gita untuk berbicara. Akan tetapi, Gita justru memilih ikut beristirahat dengan Qinan.

Bukankah hubungan ini begitu rumit? Akan sampai kapan, Dewa terus menjadikan almarhumah Tya sebagai tolok ukur untuk menilai Gita? Sementara apakah Gita akan terus bersabar menjalani istri yang sejatinya tak diinginkan suaminya sendiri?

Terpopuler

Comments

Budhiarty Sayekti

Budhiarty Sayekti

aku baca part ini nangis sakit rasa nya jika di bandingkan dgn orang yg sudah tidak ada

2023-12-17

1

Nany Setyarsi

Nany Setyarsi

jelas sekali komunikasi yg buruk,
semoga ada yg bantu buat perbaiki hubungan Gita dan dewa

2023-12-09

1

Enisensi Klara

Enisensi Klara

Sedih 😭😭😭😭 Gita sayang banget sama Qinan dan merawat Qinan dgn baik walopun sikap dewa ga pernah baik 😭😭

2023-12-08

1

lihat semua
Episodes
1 Hari Kelabu
2 Pretikor Pun Meninggalkan Kenangan
3 Hujan Telah Reda Kenangan Masih Ada
4 Saran Keluarga
5 Permulaan Turun Ranjang
6 Dua Kamar Berbeda
7 Dibanding-bandingkan
8 Rumah Tangga yang Rumit
9 Kedatangan Erfan
10 Patah Hatinya Masih Terasa
11 Fakta Pahit yang Diketahui Erfan
12 Tak Lagi Sama
13 Menuju ke Tanjung Pinang
14 Semalam Bersama
15 Terbukti Tulus
16 Berkaca dari Sahabat Rasulullah
17 Kita Tak Pernah Cukup untuk Orang yang Tidak Tepat
18 Mengurungkan Niat Demi Anak
19 Meminta Kesempatan
20 Bermula dengan Satu Kamar
21 Istikharah Selama Ini
22 Butuh Waktu
23 Menunjukkan Kesungguhan
24 Debaran
25 Lebih Membiasakan
26 Hujan Semalam
27 Bukti Saling Menerima
28 Terselip Cerita Pilu
29 Besok Pagi yah?
30 Panggilan Mama
31 Pintu Kebahagiaan
32 Akan Long Distance Sepekan
33 Menuju ke Bintan
34 Kejutan yang Dewa Tunggu
35 Matahari Terbenam di Bintan
36 Perasaan Seiya
37 Malam Terakhir di Bintan
38 Kembali ke Batam
39 Satu Tahun Berlalu
40 Tes Skrining Cancer
41 Kesempatan Membesarkan Qinan
42 Sore di Tepi Pantai
43 Gita Terlihat Berbeda
44 Garis Dua?
45 Positif Garis Dua
46 Respons Positif dari Mama & Mama Mertua
47 Sembilan Minggu
48 Harapan Lebih Bahagia
49 Jujur Walau Sakit
50 Ruang yang Luas untuk Memaafkan
51 Melepas Satu Cincin
52 Di Kala Subuh
53 Sudah Ada Adik Bayi di Rahim
54 Jalan-Jalan Berdua
55 Ngidam yang Aneh
56 Perut Semakin Membuncit
57 Gender Reveals
58 Semuanya Bahagia
59 Perasaan Lebih Tenang
60 Bersua Kembali
61 Luka yang Tersisa
62 Mempersiapkan Persalinan
63 Persalinan Kian Dekat
64 Akankah Menunggu Papa?
65 Welcome Baby Boy
66 Kebahagiaan untuk Sepanjang Usia
Episodes

Updated 66 Episodes

1
Hari Kelabu
2
Pretikor Pun Meninggalkan Kenangan
3
Hujan Telah Reda Kenangan Masih Ada
4
Saran Keluarga
5
Permulaan Turun Ranjang
6
Dua Kamar Berbeda
7
Dibanding-bandingkan
8
Rumah Tangga yang Rumit
9
Kedatangan Erfan
10
Patah Hatinya Masih Terasa
11
Fakta Pahit yang Diketahui Erfan
12
Tak Lagi Sama
13
Menuju ke Tanjung Pinang
14
Semalam Bersama
15
Terbukti Tulus
16
Berkaca dari Sahabat Rasulullah
17
Kita Tak Pernah Cukup untuk Orang yang Tidak Tepat
18
Mengurungkan Niat Demi Anak
19
Meminta Kesempatan
20
Bermula dengan Satu Kamar
21
Istikharah Selama Ini
22
Butuh Waktu
23
Menunjukkan Kesungguhan
24
Debaran
25
Lebih Membiasakan
26
Hujan Semalam
27
Bukti Saling Menerima
28
Terselip Cerita Pilu
29
Besok Pagi yah?
30
Panggilan Mama
31
Pintu Kebahagiaan
32
Akan Long Distance Sepekan
33
Menuju ke Bintan
34
Kejutan yang Dewa Tunggu
35
Matahari Terbenam di Bintan
36
Perasaan Seiya
37
Malam Terakhir di Bintan
38
Kembali ke Batam
39
Satu Tahun Berlalu
40
Tes Skrining Cancer
41
Kesempatan Membesarkan Qinan
42
Sore di Tepi Pantai
43
Gita Terlihat Berbeda
44
Garis Dua?
45
Positif Garis Dua
46
Respons Positif dari Mama & Mama Mertua
47
Sembilan Minggu
48
Harapan Lebih Bahagia
49
Jujur Walau Sakit
50
Ruang yang Luas untuk Memaafkan
51
Melepas Satu Cincin
52
Di Kala Subuh
53
Sudah Ada Adik Bayi di Rahim
54
Jalan-Jalan Berdua
55
Ngidam yang Aneh
56
Perut Semakin Membuncit
57
Gender Reveals
58
Semuanya Bahagia
59
Perasaan Lebih Tenang
60
Bersua Kembali
61
Luka yang Tersisa
62
Mempersiapkan Persalinan
63
Persalinan Kian Dekat
64
Akankah Menunggu Papa?
65
Welcome Baby Boy
66
Kebahagiaan untuk Sepanjang Usia

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!