Setelah menempuh perjalanan hampir 5 jam, rombongan mobil yang menahan Rempis akhirnya tiba. Kedatangan mereka telah di sambut dengan amarah para warga yang berdiri memadati area wilayah sekitar.
"Mereka sudah tiba, ayo cepat, kita harus kesana," ujar Arthur menghampiri memberi informasi pada Reus dan lainnya.
Arthur berlari terlebih dahulu, diikuti Reus, Wury dan lainnya yang juga bergerak cepat menuju gerbang halaman.
"Mana mereka? Lama sekali!" pekik Miler menatap arah dalam gedung yayasan kala berdiri di depan pagar.
Disaksikan dengan banyaknya tatapan tajam sekaligus mendapat umpatan caci maki, tak membuat tubuh Rempis gemetar, bahkan ia hanya membalas dengan tersenyum sumringah.
"Dasar gila! Mati saja kamu!" seru seseorang melempar kotoran domba ke arah Rempis.
Umpatan dari salah seorang tersebut, disambut beberapa warga lainnya yang juga ikut melempari dengan beragam senjata di genggaman tangan. Seperti telur busuk, bangkai unggas, kotoran sapi, terlebih sebuah batu mengenai tepat di area kepala Rempis.
Adams dan Miler beserta beberapa anggotanya coba menenangkan suasana ricuh, namun upaya mereka tak membuahkan hasil.
"Jika ucapan tak bisa meredam amarah kalian, maka, ini yang akan berbicara!" pekik Miler mengeluarkan pistol berlalu mengarahkan pada kerumunan warga.
"Jangan sembarangan mengangkat mengarahkan benda itu, terlebih pada masyarakat biasa," sahut Adams menyentuh pistol Miler segera menurunkannya.
Rempis menundukkan pandangan, menikmati kucuran darah di wajahnya yang terus mengalir sampai ke bibir, "Sebuah kenikmatan tersendiri bisa merasakan manisnya darahku."
Melihat darah terus mengucur hampir menutupi seluruh wajah sang suami, dengan sigap Niki mengambil sapu tangan bergegas membersihkan darah tersebut.
Ketika sampai, Arthur langsung membuka gerbang tersebut dan Reus menyambut kedatangan pihak Adams, "Maaf telah membuat kalian menunggu sedikit lama."
Baik rombongan Adams dan Rempis, lanjut berjalan memasuki halaman yayasan, meninggalkan kerumunan para warga yang tetap berdiri di depan pintu pagar gerbang.
Setelah sampai di dalam, Rempis langsung memasuki bilik kamarnya. Sebelum berpisah, Niki meminta sedikit waktu kepada pihak Reus agar dirinya diijinkan menemani sang suami walau hanya sebentar.
Miler yang mengetahui akan permintaan Niki, dengan tegas langsung menentang hal tersebut, kala ia berada tepat di hadapan Reus.
Meski sebelumnya Reus sedikit bingung akan sikap apa yang harus ia ambil, setelah berpikir matang, akhirnya ia mengabulkan permohonan tersebut.
"Terimakasih banyak, semoga kamu selalu hidup dengan jalan yang kamu pilih," jelas Niki bergegas masuk menyusul Rempis kedalam bilik.
Setelahnya, Adams, Miler, Reus dan Wury berjalan menuju ruangan khusus milik Reus untuk membahas perihal mengenai peraturan hukuman yang berlaku.
Adams meletakkan surat perintah di atas meja, "Itu surat tugas resmi saya."
Reus mengambil surat tersebut, memahami setiap isi di dalamnya.
"Dengan itu, saya mengemban tugas baru disini untuk memantau. Baik dari segi kegiatan ataupun aktivitas lainnya yang Rempis lakukan di setiap harinya nanti," jelas Adams berdiri membelakangi Reus.
"Kenapa kalian bersikap sesuka hati dalam hal memutuskan masalah?" balas Reus masih memegang surat tersebut.
Inti dari kesuluruhan isi surat tersebut ialah, semua aktivitas yang terjadi di yayasan tersebut, harus berlandaskan ijin Adams itu sendiri.
Secara tidak langsung, pemerintah mengambil sikap tindakan kepada yayasan tersebut dengan menetapkan Adams sebagai kepala yayasan menggantikan Reus.
"Kalian boleh mengirim siapapun ke yayasan ini, tapi jangan bersikap seakan dengan mudahnya mengganti tatanan di dalamnya!" pekik Wury berdiri menghampiri Adams.
"Wury...tetaplah..." sahut Reus yang perkataannya tak di dengar Wury.
"Kemana pemerintah saat yayasan ini penuh teriakan atau jeritan rasa lapar? Dimana mereka saat kematian datang disetiap detik terus menghantui penghuni yayasan ini?" lanjut Wury mengecam menatap Adams.
Mendapat umpatan Wury, Adams tak berucap. Melihat rekannya terus mendapat kecaman, Miler menyela obrolan tersebut.
"Siapa kamu berani sekali berbicara dengan nada lantang seperti itu!"
Wury menoleh menatap Miler, berjalan mendekati, "Aku bukanlah siapa-siapa, tapi setidaknya, aku cukup mengerti dan menghargai hak-hak orang lain!"
"Persetan dengan rasa pedulimu itu! Menghargai keputusan pemerintah ialah hal yang sangat mutlak dibanding apapun!" umpat Miler tersenyum sinis berpangku tangan.
"Cukup sampai disitu, Wury! Aku tidak mengijinkanmu berdebat lebih dari itu!" sela Reus meletakkan kembali surat di meja.
"Lihat, dia jauh lebih mengerti harus berbuat apa tentang masalah ini di banding kamu!" lanjut Miler masih menatap Wury sembari menunjuk ke arah Reus.
Reus bangkit berdiri, berjalan mendekati Adams berdiri sejajar dengannya, "Katakan, apa yang harus kulakukan? Apa aku dan lainnya harus segera pergi meninggalkan yayasan ini?"
Adams masih berdiam diri, bersikap tenang seolah tak saling mengenal antara dirinya dengan Reus ataupun Wury. Terlebih, ia tak ingin Miler mengetahui bahwa sang ibunda juga berada di yayasan tersebut.
Disisi lain, Delson baru tiba di sebuah perkampungan kumuh tempat penampungan anak-anak berandalan ataupun kumpulan bagi para warga yang tersisihkan/terasingkan dari pemerintahan kota Le Mans.
"Kali ini seperti biasa, aku membawa banyak pakaian untuk mereka lengkap dengan buku maupun alat tulis lainnya," ujar Delson memberikan pada wanita tua.
"Terimakasih, kamu memang orang baik yang Tuhan ciptakan untuk selalu membantu tempat ini," balas wanita tua tersebut menerima banyak bingkisan Delson.
Tempat tersebut didirikan seorang wanita tua bernama Meriana. Kegiatan sehari-hari Meri kerap di bantu dengan lima orang gadis. Dari yang termuda berusia 20 tahun dan paling dewasa 25 tahun.
Diantara kelima gadis tersebut, ada seorang gadis spesial bernama Vio agustin. Meri memungut Vio di semak alang-alang muara sungai, dikala Vio masih balita berusia kurang dari 1 tahun.
Memiliki paras cantik berlesung pipi berbola mata kebiruan, rambut lurus sebahu, lengkap dengan kulit putih bersihnya, tak heran jika Delson terlihat begitu sangat menginginkan Vio.
Kali pertama Delson mengenal Meri ialah saat dirinya melakukan kunjungan penertiban para gelandangan.
"Dimana dia?" ucap Delson menoleh sisi kanan dan kiri.
"Vio? Seperti biasa, di jam seperti ini dia sedang berdoa," jelas Meri menuntun Delson berjalan melihat-lihat pemandangan sekitar.
"Sungguh wanita yang sangat mengagumkan. Andai lelaki biasa sepertiku bisa mendampinginya, mungkin aku pria paling beruntung di banding pria lainnya," lanjut Delson menyimpan erat kebenaran privasi dirinya.
Tak ada hal lain yang Meri ketahui tentang latar belakang Delson selain jejaka tua yang terlalu fokus meniti karir.
"Tidak ada yang tidak mungkin. Kalau kamu berani dan yakin, pasti dia juga mau."
"Kenapa anda bisa seyakin itu? Memangnya apa yang di lihat dariku?" lanjut Delson mengangkat sebelah tangan, menyapa anak-anak yang sedang bermain.
"Dia juga sama beruntungnya denganmu jika kelak bisa menjadi istrimu. Selain masa depannya yang terjamin, kamu adalah sebaik-baik pria yang sangat peduli dengan orang-orang sekitar."
"Anda terlalu berlebihan dalam hal memuji, saya hanya lelaki biasa yang kurang peminat di kalangan para wanita."
"Aku akan membantumu mencari pendamping yang terbaik. Demi berbalas budi, aku jamin Vio akan menerima pinangan darimu," jelas Meri memasuki rumah gubuknya.
Tak berselang lama, Meri kembali keluar sembari menggandeng tangan Vio. Dengan sikap sedikit pemalu, Vio menundukkan pandangan tak mampu menatap Delson.
"Kenapa menunduk seperti itu? Apakah pria sepertiku sangat menakutkan bagimu?" singkat Delson.
"Bukan, bukan sepeti itu. Aku cuma gak terbiasa saling bertatap muka dengan lelaki," jelas Vio masih menunduk.
Jika kembali di lihat dari segi wajah, Delson bukanlah pria paruh bayah yang tua serta menyeramkan.
Dirinya yang berpenampilan selalu bersih harum dan rapi, lengkap dengan tubuh kekarnya, masih terbilang wajar bila dirinya bisa menggaet gadis muda walau terpaut usia 20 tahun.
"Maaf jika kehadiranku telah menggangu sedikit aktivitasmu, sebelumnya aku sadar akan perbedaan usia kita. Walau berbeda sedikit jauh, usia tak menghalangiku mengutarakan perasaan suka padamu," lanjut Delson tersenyum menoleh kearah Meri.
Mendengar ungkapan Delson, Vio bingung harus menjawab apa. Terlebih dirinya yang penyendiri itu, belum cukup paham untuk mengerti makna di balik ungkapan tersebut.
"Yakinkan dirimu kembali nak, semua ini demi masa depanmu yang lebih baik. Takdir indah pemberian Tuhan seperti ini, takkan pernah terulang untuk kedua kalinya," sahut Meri mengelus pundak Vio.
"Tapi, Bu, aku perlu sedikit waktu untuk memberikan jawaban itu."
"Jangan terlalu memaksakan diri untuk menjawab ungkapanku. Besok, aku akan kembali temui kamu disini. Apapun jawaban kamu itu, akan ku terima," jelas Delson berbalik arah berjalan menuju mobil miliknya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 49 Episodes
Comments
Jenny
Nah itu sadar Bang,ya jangan lah klw sadar sih, kasian Vio nya dapatin kamu, dah tua, culas sama teman sendiri,apa kamu juga udah beristri pasti. ᥬ🙄᭄
2023-12-19
1
Jenny
Buaya buntung lagi mau beraksiᥬ😂᭄
2023-12-19
1
mio amore
phal mah delain juga hati nya takut di tolak itu, jgan jwb slu vio buat prustasi ajj dlu delson nya 🙈🙈🙈
2023-12-18
1