Seminggu setelahnya, beredar lah di surat kabar seluruh kota Le Mans bahwa, telah terjadi kasus pembunuhan serta bunuh diri sepasang kekasih di sebuah hotel mewah bernama Star Hotel.
Setelah ramai menjadi perbincangan publik, polisi kota bersama tim investigasi perkara bergegas menuju lokasi. Setibanya di lokasi, langsung mencari bukti sebab akibat.
"Dengarkan semuanya! Harap kepada seluruh tamu untuk keluar menuju halaman gedung dengan segera!" Tegas Adams.
Setelah para tamu hotel keluar, Adams, Miller dan seluruh jajarannya bergerak cepat mencari petunjuk disetiap sudut kamar.
Hingga akhirnya, salah seorang prajurit menemukan robekan buku karya Rempis berbalut percikan darah di atas meja.
Kasus seperti itu sebenarnya bukan hal baru, hanya saja pihak Delson dan Adams sendiri membuatnya terlihat sangat viral. Bahkan dengan sengaja mereka mengundang serta membiarkan para awak media meliput bebas kondisi saat itu.
Kasus tersebut semakin membesar membajiri daily news Prancis dengan menyangkut pautkan nama Rempis, sebagai sumber sebab akibat kasus itu terjadi.
Setelah dirasa cukup, Adams dan Miler bergerak menuju mobil langsung dan masuk kedalamnya.
"Gimana? Apa semua yang kita lakukan ini sangat real terlihat nyata...tanpa rekayasa?" ucap Miler cukup percaya diri.
"Sangat sempurna! Aku gak nyangka kamu bakal buat sejauh ini. Tapi, bagaimana caramu melakukannya? Terlebih manusia-manusia bedebah itu tanpa pikir panjang sanggup mengakhiri hidupnya."
"Mereka-mereka itu ialah manusia sampah yang tak bernilai dimanapun keberadaanya. Aku hanya perlu sedikit mendoktrin saja."
"Terus?"
"Yah karena dasarnya mereka pengkonsumsi berat narkoba, aku berikan saja mereka Opiat / opium. Itu loh, narkoba berjenis zat berbentuk bubuk yang dihasilkan oleh tanaman bernama Papapver Somniferum. Belum lagi kandungan morfin dalam bubuk itu sendiri biasa digunakan untuk menghilangkan rasa sakit."
"Hebat kamu. Gak sia-sia jika aku selalu menjadikanmu rekan terbaik di setiap menangani segala kasus," jelas Adams menatap kagum.
"Kamu terlalu berlebihan, aku hanya sedikit membantu saja, selebihnya itu ide brilian kamu sendiri," balas Miler memantik api menyalakan cerutu di tangan.
"Baiklah, kalau begitu kita hanya perlu menyerahkan berkas ini ke pusat, agar si bedebah itu segera di proses dan di jatuhi hukuman yang sangat berat. Bila perlu di jatuhi hukuman mati!" kecam Adams memacu laju mobil.
Disisi lain Rempis yang sedang menikmati terik panas matahari, berbaring di pinggir pantai.
"Sayang! Kamu sudah dapat kabar belum?" ujar Niki berjalan mendekat.
"He'em? Kabar apa?" balas Rempis perlahan membuka mata.
"Itu, kasus pembunuhan yang baru-baru ini terjadi."
"Dikota ini, kasus seperti itu terlalu sering terjadi dan bukanlah hal yang mengejutkan lagi," jelas Rempis kembali memejamkan mata.
"Iya aku tau itu. Masalahnya sekarang itu, media menyangkut pautkan membawa-bawa nama kamu! Mereka berkata jika kasus ini ada kaitanya denganmu!" balas Niki mulai khawatir.
Mendengar peryataan tersebut, sedikitpun Rempis tak merasakan panik ataupun ketakutan berlebih, melainkan ia tertawa cukup keras.
"Hah..ah..aha! Sebegitu takutnya mereka dengan sebuah buku? Atau terlalu mengerikannya aku dimata mereka?"
Rempis tau jika Niki sangat mengkhawatirkannya, namun sekali lagi, tak ada satupun manusia yang sanggup membunuh ambisi gilanya dalam menulis.
Rempis menoleh menatap Niki dengan tatapan tajam, sembari kedua tangannya menyentuh lembut setiap sisi pipi Niki.
"Terkadang seseorang harus menjadi gila, agar mereka mengetahui betapa gilanya manusia saat berebut suatu hal...demi memenuhi rasa rakus dalam diri!"
Rempis kemudian melepas sentuhannya, bangkit berbenah pakaian. Sedangkan Niki, masih termenung tertunduk cemas, takut jika hal yang paling ia takuti pada akhirnya kan terjadi.
"Ayo kita pergi, aku ingin menikmati kembali Diva Vodkaku yang berharga," jelas Rempis berjalan menuju parkir mobil.
Rempis ialah seniman buruk dalam hal menyayangi kesehatan tubuh. Ia suka bermabuk-mabukan, merokok bahkan sesekali memakai bahan terlarang seperti kokain.
Meskipun kelakuan buruknya seperti itu, sikap dermawan dalam dirinya yang suka membantu sesama makhluk hidup, tak perlu di ragukan lagi.
Bukan satu dua kali ia menyumbangkan jutaan dollar untuk para korban bencana di setiap kota atau berbagai belahan negara. Ia juga membantu menciptakan lapangan kerja melalui kritik dari karyanya dan memenuhi semua kebutuhan puluhan rumah fakir miskin di setiap bulannya.
Banyaknya pujian datang silih berganti tertuju padanya, tak membuat sikapnya goyah serta langsung berubah arah.
Hal itu membuatnya disukai di kagumi beberapa kelompok yang mendukungnya, selaras dengan banyaknya jumlah pengutuk pembenci dirinya.
Setibanya kembali di Villa, Rempis dan Niki telah di sambut seorang resepsionis.
"Permisi Pak, ini ada surat titipan."
Rempis mengambil surat tersebut, kemudian membaca mengamati setiap isi didalamnya.
Pikiran Niki yang masih belum tenang, semakin menjadi ketika ia juga mengetahui perihal surat kabar.
"Sayang......" lirih Niki memeluk lembut Rempis.
"Buang-buang waktuku saja! Bagaikan kawanan srigala lapar yang panik ketika tak mampu menerkam mangsa di depan mata!" pekik Rempis membuang surat tersebut.
Keduanya kini kembali melangkah memasuki kamar. Resepsionis yang masih berdiri, terlihat bingung akan umpatan yang Rempis tujukan.
"Jadi ngeri sendiri liat sikap seorang seniman. Apa semua seniman memiliki kegilaan pola pikir seperti itu ya?"
Kembali kesisi Adams dan Miler yang telah bersantai di salah satu ruangan kantor pusat, setelah pihaknya telah selesai memberikan seluruh keterangan yang terjadi di lokasi.
"Mari, kita bersulang bersama akan selesainya permasalahan ini," ujar Delson menggenggam menyodorkan gelas berisikan alkohol.
Adams dan Miler menyambut sulang tersebut dengan senyum sumringah.
"Oh iya, ngomong-ngomong, apa surat itu telah di tujukan pada alamat yang benar?" lanjut Delson meneguk minumannya.
"Mereka tidak mungkin salah mengkonfirmasi dimana Rempis berada, Pak," jelas Adams.
"Tapi Pak, maaf sebelumnya, hal apa yang membuat anda begitu sangat-sangat membenci Rempis? Saya tau jika banyak dari masyarakat membencinya, tapi berbeda dengan sikap anda padanya," cetus Miler menyahuti obrolan.
"Begini, secara diam-diam, saya bekerjasama dengan beberapa pihak di bisnis ilegal, yah seperti distribusi narkoba atapun perdagangan manusia. Tapi kini, beberapa bisnis kami tersorot kamera dan boom! Hancur lebur karena ulah karya yang ia terbitkan!"
"Bisa sampai seperti itu, berarti pengaruhnya cukup kuat yah?" balas Miler mengangguk-angguk.
"Yah mau gimana lagi, kalian tau sendiri profesi kita seperti apa. Bermain seperti itu sudah hal lumrah di kalangan kita," jelas Delson perlahan duduk.
"Tapi, aku masih penasaran. Jika dia bisa mengangkat serta mengungkap semua bisnis itu menjadi sebuah karya, berarti informasi itu ia dapat dengan cukup jelas. Pertanyaannya, siapa yang telah memberikan informasi itu padanya? Apakah ada penyusup diantara kalangan yang anda maksudkan itu, Pak?" sahut Adams berpikir sejenak.
"Itu yang masih saya cari tau. Jika aku mengetahuinya, aku pastikan hukuman mati untuk pengkhianat tersebut!" kecam Delson menggenggam erat gelas di tangan.
Ketika sedang membahas secara detail masalah yang ada, seorang anggota kepolisian datang.
TOK....TOK...TOK!
"Permisi, Pak. Mau melapor," ucapnya dari luar ruangan.
"Silahkan masuk," singkat Delson.
Berjalan mendekati Delson, "Saya mau melapor, barusan saya mendapat telpon dari salah satu resepsionis dimana Rempis berada. Ia mengatakan, bahwasanya Rempis telah membuang surat pemanggilan dirinya dan dengan sengaja mengabaikan panggilan tersebut.
Delson bangkit berdiri, melirik kesisi Adams juga Miler, "Jemput paksa dia sekarang! Bila perlu siksa sekejam mungkin! Tapi pastikan jangan sampai mati terlebih dahulu!"
"Siap, Pak!" sambut keduanya memberi hormat beranjak pergi.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 49 Episodes
Comments
🤎ℛᵉˣ𝐀⃝🥀OMADEVI💜⃞⃟𝓛
masih merayap baca
2023-12-16
1
🤎ℛᵉˣ𝐀⃝🥀OMADEVI💜⃞⃟𝓛
like Kom aja bang baru mampir
2023-12-14
0
☠ᵏᵋᶜᶟ Fiqrie Nafaz Cinta🦂
pergi untuk kembali lagi kan
2023-12-12
0