Adams Vinder lahir, 10-11-1989 di sebuah pedesaan kota Ars-en-re. Pedesaan kecil di pulau Re itu merupakan tujuan para pelaut dan pedagang sejak berabad-abad lalu.
Keindahan pantainya dan juga kemegahan tempat itu, bukanlah hal tabu lagi di kalangan para petualang. Lahir dari kalangan yang berkecukupan, membuatnya mengenyam pendidikan lebih lanjut di akademi kepolisian.
Hanya berjarak 308,7 km atau sekitar 3 jam dari desa yang Adams tinggali menuju pusat kota Le Mans. Sebagai anak tunggal dari pasangan Joey Vinder dan Lexa Necula, Adams tau betul jika prioritasnya saat ini tak ada lagi selain membahagiakan sang ibu.
Setahun sebelumnya tepat di tanggal 10 desember tahun 2002, Joey telah terbunuh akibat insiden perebutan wilayah dikalangan para makelar tanah. Lexa yang menyaksikan kematian sang suami tepat di hadapan mata, membuatnya mengalami depresi gangguan jiwa yang teramat cukup berat.
Meski dengan sangat berat hati, Adams terpaksa mengirimkan sang ibu ke yayasan Reus. Bukan karena ia tak menyayangi sang ibu, namun Adams sadar akan kesibukannya yang sering bepergian jauh ke luar kota.
Meski di kota lain terdapat banyak yayasan gangguan jiwa dengan kecanggihan ataupun kelengkapan peralatan serta pelayanan mewah, Adams percaya, jika Wury dapat mengasuh sang ibunda dengan lebih baik dari siapapun.
Perkenalan Adams dan Wury bermula ketika mereka masih menginjak usia 10 tahun. Pada masa itu, Joey ialah partner kerja ayah Wury.
Meski Adams terkenal sangat kejam di lingkungan tempat ia mengabdikan diri, sisi lain darinya berbeda jauh kala mengunjungi yayasan.
"Semoga kali ini ibu suka dengan oleh-oleh yang aku bawa," ujar Adams memasuki gedung yayasan.
"Selamat sore, selamat datang," sapa Deria membawa beberapa selimut.
"Sore juga, paket seperti biasa," balas Adams tersenyum mengangkat bingkisan.
"Oh, ibunya lagi di kamar tuh, tadi abis main sama bonekanya," lanjut Deria menoleh salah satu sisi kamar.
"Terimakasih."
"Sama-sama."
Belum beranjak jauh, "Oh iya hampir lupa, ini bingkisan buat kalian dan juga Wury," lanjut Adams meletakkan di atas meja terima tamu.
"Waduh baiknya bapak ini, udah baik, tampan pula. Tapi sayang, masih single," jelas Deria sedikit meledek.
"Yah kalau masalah pasangan itu...sudah ada yang atur. Yasudah kalau begitu saya kesana dulu ya."
"Silahkan."
Adams lanjut berjalan menuju kamar, begitupun dengan Deria yang melanjutkan rutinitasnya.
Disisi lain ruangan bar khusus, Delson sedang bersama para komplotan.
"Ayolah, naikin sedikit lagi harga itu. Aku jamin, wanita-wanita yang telah saya kumpulkan ini, cukup tinggi harga jualnya," jelas seseorang pada Delson.
"Ya aku tau itu. Tapi yang jadi masalah saat ini, di berbagai belahan sudut negara dan jaringan yang kita miliki, semuanya sedang mengalami krisis," balas Delson meneguk bir.
"Setidaknya, kau ahli dalam penanganan harga jual. Jika bukan dirimu, aku takkan berani bertaruh nyawa seperti ini. Ayolah kawan."
"Baiklah, akan aku usahakan. Tapi, setidaknya tunggu kabar dariku dalam beberapa hari kedepan," lanjut Delson merangkul kedua wanita penghibur disetiap sisinya.
"Bos, emangnya wanita-wanita itu mau di kemana in?" tanya salah satu wanita penghibur pada Delson.
"Biasa, mereka akan di kirim ke beberapa bagian negara. Singkatnya....yah jual beli budak."
"Ngeri bener, kami jadi takut mendengarnya," sahut wanita satunya.
"Gak lah, jangan takut. Hal itu gak akan terjadi pada kalian, kupu-kupu kesayanganku," jelas Delson kembali meneguk bir.
"Em..dasar si bos, bisa aja nih."
"Kalau begitu saatnya kita menuju ruang rapat," ucap Delson pada kedua wanita, berdiri bermaksud kencan bertiga.
"Ingat yang dirumah," ledek seorang rekan bisnis Delson.
"Ah....kalau yang itu mah begitu-begitu mulu, bosan."
Delson beranjak pergi menuju ruang rapat, sedang rekan bisnisnya masih menikmati minuman dengan para wanita penghibur lainnya.
Kembali kesisi Adams yang sedang menyiapkan makan untuk ibunda.
"Bu, ayo makan dulu sini, nanti biar ada tenaga buat main lagi," ucap Adams menyodorkan sesuap nasi.
"Anakku...papamu mana? Kok dari tadi di tungguin lama sekali datangnya? Kan biar kita bisa makan bersama."
Adams meletakkan kembali sesendok nasi di piring, menghela nafas, tersenyum tipis, "Papa udah pergi jauh Bu, dunia papa udah berbeda, gak sama dengan dunia kita lagi. Ayo makan dulu, Adams bawain nih makanan kesukaan Ibu."
Raut wajah Lexa yang tadinya termenung melamun, seketika menekuk alis menatap penuh amarah, sesa'at setelah mendengar pernyataan Adams.
"Gak! Dia masih hidup! Dia gak mungkin mati!" Teriak Lexa.
Melihat kondisi memprihatinkan sang ibunda, Adams meletakkan piring makanan di meja, langsung memeluk Lexa cukup erat.
"Bu..Adams akan selalu ada untuk ibu. Adams janji, akan selalu berkunjung menjenguk ibu kesini. Ibu cepat sembuh ya, Adams sangat-sangat sayang ibu," lirih Adams menitihkan air mata.
"He...he...he...Adams? Adams anakku? Aku sudah punya anak? He...he..he," cetus Lexa tertawa.
"Iya bu, aku Adams, balita kecil kesayanganmu dulu yang kini telah menjadi seorang pria dewasa," lanjut Adams memicingkan mata terus memeluk erat, sesekali mencium kening sang ibu.
Tiba tiba terdengar suara ketukan pintu...
Tok...tok...tok!
"Permisi, saatnya jam minum obat," ucap Wury berdiri di depan pintu.
Adams melepas pelukannya, menghapus linangan air mata, bangkit berdiri menuju pintu.
"Terimakasih," lanjut Wury masuk setelah Adams mempersilahkan.
"Wury? Yeeee.... Akhirnya Wury datang, aku kangen Wury," sahut Lexa berdiri riang.
"Ibu, sudah makan belum? Gak nakal tadikan ya? Ayo saatnya minum obat ya," ujar Wury mengusap keringat di area dahi Lexa.
"Dari tadi ibu gak mau makan," singkat Adams bersandar di dinding tembok pintu ruangan.
Mendengar ucapan Adams, Wury langsung mengambil piring makanan di meja.
"Kalau ibu gak makan ntar ibu sakit, kalau ibu sakit, lalu kawan main Wury nanti siapa coba? Bakal kesepian dong nanti Wury kalau ibu sakit," lanjut Wury memberikan suapan.
"Iya yah? Kalau sakit gak bisa main, kalau gak bisa main, nanti jadinya bakalan sedih deh," balas Lexa membuka mulut.
"Aku keluar sebentar," sahut Adams berjalan meninggalkan kamar ibunda.
Adams terduduk di halaman taman, mengeluarkan rokok disaku, berniat menenangkan sedikit pikirannya.
Berselang satu jam, Wury menghampiri Adams setelah memberikan obat pada Lexa dan Lexa istirahat tertidur pulas.
"Setidaknya kamu masih beruntung bisa merasakan pelukan hangat seorang ibu. Ada banyak sekali anak di luar sana yang gak bisa merasakan pelukan itu," ujar Wury menatap lurus pandangan, perlahan duduk di samping Adams.
Adams menjatuhkan puntung rokok, menginjak, mematikan puntung tersebut, "Terlihat hidup, tapi berasa mati. Sama saja, gak ada bedanya."
"Kamu harus tetap kuat demi ibumu. Jika bukan kamu, siapa lagi alasan beliau untuk sembuh dari kondisinya saat ini?"
"Sehebat dan sekuat apapun aku, tetap saja air mata ini terus mengucur deras di saat aku melihat beliau. Perasaanku semakin hancur di saat aku mengingat sisa kenangan usang keluargaku."
"Teruslah berdoa dan teruslah meminta pertolongan pada sang Kuasa. Pinta lah selalu tuk kesembuhan beliau dalam kondisi keadaan apapun."
"Jujur saja, takdir begitu kejam padaku. Bahkan sampai saat ini, aku masih belum bisa terima semua hal yang telah terjadi."
"Mengutuk tidak akan pernah menyelesaikan masalah."
"Yah, kamu benar. Aku harus membunuh penyebab hancurnya kebahagiaan keluargaku!"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 49 Episodes
Comments
ˢ⍣⃟ₛ 𝘊𝘰𝘦ˢ☠️⃝⃟ⱽᴬ 𝐀⃝🥀
jan kejem2 dam.... kamu mau dikutuk jd centong, sama fans garis keras nya bang re....🤣🤣🤣🤣
2023-12-09
4
ˢ⍣⃟ₛ 𝘊𝘰𝘦ˢ☠️⃝⃟ⱽᴬ 𝐀⃝🥀
susah amat nyebutin nama pulau nya
2023-12-09
4
🍃⃝⃟𝟰ˢ🫦🥑⃟🇩ᵉʷᶦbunga🌀🖌
rupa nya pejabat itu mempunyai latar belakang yang berbeda dan menyedihkan
2023-12-08
1