Bab 14 Verona, Italia

"Apa tidak ada kesempatan untukku?" Dante menatap sedih saat Freesia meninggalkannya begitu saja.

Tiga hari setelah kejadian itu, Sia lebih pendiam dari biasanya. Snow yang tidak tahu-menahu tentang pertemuan antara Sia dan Dante dibuat bingung dengan sikap gadis itu.

"Snow! Bantu aku bereskan perlengkapan bunda dan punyaku!" seru Sia.

"Apa semua sudah beres?"

"Tentu saja," jawab Sia sambil tersenyum.

Snow merasa lega setelah melihat senyum manis yang tercetak di wajah cantik Sia. Senyum yang sempat hilang tiga hari yang lalu. Kucing jadi-jadian itu merubah wujudnya dan dengan senang hati membereskan perlengkapan Martha dan Sia.

"Ehem, Snow! Maksudku bukan perlengkapan kami di sini."

"Memangnya ada di mana lagi?" tanya Snow bingung.

"Di rumah bunda. Tolong bereskan semuanya!" pinta Sia lembut.

"Tunggu! Tunggu! Bagiamana maksudmu?"

"Maksudku kau pulang sekarang juga ke rumah bunda. Bantu aku bereskan perlengkapan kami dan aku akan mengurus bunda di sini. Setelah itu, pak Danu Wijaya akan menjemputmu dan langsung mengantarmu di bandara. Kita akan bertemu di sana," jelas Sia.

"Hah!" Snow terkejut hampir mengeluarkan bola matanya.

"Ki, kita mau kemana?" tanya Snow bingung.

"Kau turuti saja perintahku. Nanti juga kau akan tahu. Cepatlah! Waktumu hanya satu jam di mulai dari sekarang."

"Hah! Kau memang wanita keji. Memberitahu aku tiba-tiba dan memberi waktu yang singkat," kesal Snow.

"Ya sudah, jika kau keberatan. Aku dengan senang hati akan meninggalkanmu sendiri di negara ini," jawab Sia sambil tersenyum.

"Negara?"

"Kau ingin kita bermain tanya jawab atau segera menjalankan tugasmu?" tanya Sia.

"A, aku pergi sekarang."

Snow lari terbirit-birit. Meski di kepalanya banyak sekali pertanyaan tapi dia harus segera menjalankan tugasnya. Sangat ngeri jika dia ditinggalkan sendiri oleh Sia.

Sepeninggal Snow, Sia langsung melancarkan aksinya. Sia melepas koneksi antara Snow dengan alam abadi, terutama Dante. Selama tiga hari terakhir, Sia diam-diam membuat formasi di tubuh Snow saat dia tertidur.

"Maafkan, aku Snow. Jika tidak begini, kau pasti akan memberitahu Dante keberadaan kita nanti."

Sia membuka telapak tangan dan menulis bentuk mantra dengan dua jari yang mengudara di telapak tangannya. Setalah itu, Sia merapal mantra pemutus hubungan.

Martha yang terbaring di atas tempat tidur rumah sakit terkejut melihat kelakuan putri angkatnya. Ingin bertanya namun dia tidak bisa berbicara. Tak berapa lama, Sia selesai melakukan kegiatannya. Gadis itu beralih menatap Martha dan tersenyum.

"Bunda, jangan takut! Aku tidak akan menyakiti bunda," ucap Sia lembut.

"Sekarang giliran bunda," ujar Sia sambil membenarkan posisi tubuh Martha agar lurus.

Sia mengecek pintu kamar sekali lagi. Dia tidak ingin ada perawat atau dokter yang tiba-tiba masuk mengantarkan kursi roda yang dia pesan setelah mengurus administrasi rumah sakit. Dirasa aman, Sia menjulurkan tangan ke udara tepat di atas tubuh Martha. Telapak tangannya menghadap ke tubuh Martha. Tanpa mengucapkan mantra seperti tadi, Sia mengalirkan energi dalamnya pada Martha.

Tidak butuh waktu lama, Sia membantu Martha duduk. Tersirat kekhawatiran Martha saat Sia melakukan itu.

"Percaya padaku bunda!" seru Sia.

Martha mengangguk sebagai tanda setuju. Sia membantu ibu angkatnya untuk bangkit dari atas tempat tidur. Ingin berteriak dan mengucap syukur tapi Martha tidak bisa. Dalam hitungan menit, kelumpuhan yang diderita Martha telah sembuh total.

"Bunda, maafkan Sia!" Sia menatap Martha sedih.

"Sia tidak bisa menyembuhkan suara bunda," ujar Sia.

Martha ingin mengucapkan kata-kata manis untuk menghibur putri angkatnya itu. Sembuh dari kelumpuhan saja sudah membuat wanita paruh baya itu senang bukan kepalang. Martha memeluk erat Sia. Membelai surai panjang gadis cantik itu.

"Bunda, ada satu hal yang ingin Sia sampaikan," ucap Sia sambil melerai pelukan.

"Mulai hari ini kita akan pindah ke negara lain. Sia ingin kita memulai hidup yang baru. Sia juga sudah merubah identitas Sia menjadi Freesia Gladiol. Mungkin bunda akan marah atas keputusan sepihak Sia tapi Sia tidak ingin bunda sedih karena teringat akan kecelakaan yang menimpa bunda."

Martha tersenyum dan mencium kening Sia menandakan bahwa menyetujui keputusan gadis itu.

"Terima kasih bunda."

"Oh, ya bunda! Bunda harus berpura lumpuh hingga kita tiba di bandara. Sia tidak ingin perawat dan dokter curiga akan kesembuhan bunda."

Anggukan dari kepala Martha menandakan pernyataan setuju.

Satu jam kemudian, Sia bertemu dengan Snow di bandara sesuai janji mereka. Martha sudah berada di dalam pesawat jet dan Sia menunggu Snow di ruang tunggu.

"Lama sekali!" seru Sia.

"Berkemas bukan tugas laki-laki," jawab Snow ketus.

"Cepat naik ke pesawat!" perintah Sia.

"Tunggu!" Snow menarik sebelah lengan Sia.

"Apa?"

"Kita akan pergi kemana?" tanya Snow.

"Mau tau aja atau mau tau banget?" tanya Sia dengan logat aneh menggunakan bahasa gaul.

"Ish!"

Sia mengacungkan telunjuk ke udara dan memainkannya, yang artinya 'kemari'. Saat mereka berhadapan, Sia berjinjit dan membisikkan sesuatu di telinga Snow.

"Ra-ha-si-a."

"Dasar wanita keji!" teriak Snow.

Sia berlenggang meninggalkan Snow. Tawa renyah gadis itu menggema di ruang tunggu khusus pesawat jet.

"Satu lagi! Mulai saat ini, Panggil aku Freesia karena namaku adalah Freesia Gladiol!"

"Dia kembali," gumam Snow. Kesal yang tadi merasuk ke hatinya tergantikan dengan kembalinya Freesia yang dulu.

Perjalanan yang mereka tuju membutuhkan waktu kurang lebih dua puluh satu hingga dua puluh dua jam. Sia menggunakan waktu itu untuk kultivasi meningkatkan kemampuannya. Sedangkan Snow tidur nyenyak dengan tubuh manusia. Setelah sekian lama hidup di dunia fana, baru kali ini Snow bisa tidur dengan tubuh manusianya.

Waktu berlalu cukup cepat bagi Freesia yang melakukan kultivasi. Mereka bertiga turun disambut dengan udara sore yang segar di kota Verona, Italia.

"Jika aku tidak salah tebak, kita berada di Italia," ujar Snow.

"Kau benar."

"Tapi aku tidak tahu kota apa ini?"

"Kau akan tahu setelah membaca ucapan selamat datang," balas Freesia.

Freesia membantu sang bunda berjalan. Meski sudah sembuh dari kelumpuhan bukan berati Martha bisa berjalan dengan lancar. Belum lagi baru disembuhkan, mereka langsung berangkat menuju Italia. Sendi-sendinya sedikit kaku.

"Ah, kita berada di Verona!" seru Snow sumringah.

"Apa harus sesenang itu mengetahui kota tujuan?" pertanyaan bercampur ledekan yang diutarakan Freesia pada Snow.

"Tentu saja," jawab Snow lancar.

Kemudian dia langsung menutup mulut takut jika dia keceplosan lebih jauh.

Danu Wijaya mempersiapkan segala sesuatunya dengan baik. Sebuah mobil sedan hitam dengan kaca anti peluru telah tiba lebih dulu untuk menyambut Freesia dan mengantar rombongannya ke rumah baru mereka di Verona.

"Boleh aku bertanya?" tanya Snow saat sudah berada di dalam mobil.

Freesia menaikkan kedua alis sebagai jawaban iya.

"Mengapa kau memilih Verona?" tanya Snow penasaran.

"Karena di kota ini ada cerita Romeo dan Juliet. Pasangan yang saling mencintai tapi tidak bisa bersatu," jawab Freesia singkat.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!