Bab 10 Balas Dendam Lagi

"Apa yang kau dapat Snow?" tanya Sia tak sabar.

"Martha bertemu dengan seorang pria sore hari setelah dia pulang kerja. Awalnya mereka bertemu di restoran yang letaknya tidak jauh dari rumah sakit. Setelah itu ..."

Ucapan Snow terhenti. Di dalam hatinya, dia bersyukur Sia tidak bisa menggunakan kekuatannya untuk melihat ingatan Martha. Snow tidak dapat membayangkan apa yang akan terjadi pada pria itu jika kedapatan oleh Sia.

"Setelah itu?" ulang Sia sambil menatap Snow.

"Pria itu membawa Martha ke suatu tempat. Sepertinya apartemen milik pria itu. Kondisinya cukup bobrok."

"Kenapa bunda mau diajak ke sana?"

"Aku rasa dia membohongi Martha. Terlihat dia sedikit memaksa Martha. Mungkin saja dia menawari untuk mengantarnya pulang ke rumah. Nyatanya, Martha di bawa ke apartemennya."

Sia menyerap informasi yang diberikan Snow dengan perlahan. Berusaha menelisik kejadian yang sebenarnya.

"Dia menganiaya Martha di apartemen dan membuang tubuh Martha di pinggir jalan yang gelap dan menabraknya dengan sengaja seolah seperti kecelakaan biasa."

Brak

Snow memejamkan mata karena terkejut mendengar Sia yang tiba-tiba meninju lemari besi mini di samping tempat tidur.

"Untung jantungku sehat," ucap Snow.

"Ayo, kita kunjungi dia!" ajak Sia.

"Seperti yang kau inginkan. Bagaimana dengan polisi di depan?"

"Siapa yang bilang lewat pintu depan?" tanya Sia.

Snow segera menuju jendela dan melihat keluar jendela.

"Kita berada di lantai lima," ucap Snow.

"Apa ada masalah?" tanya Sia.

Snow tidak suka melihat Sia seperti itu. Auranya seperti aura pembunuh. Ya, dia memang keji tapi tak sekeji Sia saat melakukan balas dendam. Gadis itu bisa melakukan apa saja demi orang yang dia sayangi. Bahkan, tidak peduli dengan nyawanya sendiri.

"Huh! Tentu tidak. Bagi kita orang dari alam abadi tentu tidak masalah," balas Snow.

"Kau gunakan ilmu penghilang tubuh dan kau bawa kita berdua terjun ke lantai dasar?" perintah Sia.

Sia mengambil bersiap menghilangkan tubuh mereka dan Snow mengambil ancang-ancang untuk melompat. Snow memegang tangan Sia agar tidak terlepas. Bisa bahaya jika tubuh gadis itu lecet sedikit. Nyawanya bisa hilang dalam sekejap. Meski kucing memiliki sembilan nyawa tetap saja kehilangan salah satu nyawa itu menyakitkan.

"Dalam hitungan ketiga!" perintah Sia saat tubuh mereka mulai menghilang.

"Ok!" balas Snow sambil berlari.

"Tiga!" teriak Snow.

Mereka mendarat sempurna tapi Sia merasa sedikit pusing karena Snow terjun tiba-tiba.

"Di mana hitungan kesatu dan kedua?" protes Sia.

"Kau sendiri yang bilang hitungan ketiga," balas Snow tak mau kalah.

"Bukan berati kau harus menghilangkan angka satu dan dua," kesal Sia.

"Hehehe!" Snow terkekeh.

"Cepat bawa aku ke sana! Aku tidak ingin mengulur waktu," ucap Sia.

"Baik nyonya," balas Snow.

Snow membawa Sia melalui portal yang dia buat. Tengah malam begini, jalanan cukup sepi. Jadi, tidak ada salahnya memanjakan diri dengan kekuatan. Lagipula tidak ada taxi pada tengah malam.

"Di sini?" tanya Sia saat melihat bangunan yang cukup bobrok. Jauh dari kata layak.

"Yups!"

"Siapa pria itu?" tanya Sia.

"Dia adalah mantan suami Martha."

"Apa?" Sia terkejut mendengar kenyataan baru.

"Namanya Don Rafael. Seorang pria berusia lima puluh tahun dan hobi mabuk," jelas Snow.

"Mengapa dia tega melakukan itu?" tanya Sia.

"Pria itu selalu membayangi Martha atas kesalahannya yang tidak bisa mengurus anak mereka dengan baik hingga sakit seperti itu. Pria itu memanfaatkan rasa bersalah Martha dan memanfaatkannya untuk memberinya sejumlah uang."

"Benar-benar be jat!" seru Sia.

"Lihat saja bagaimana aku mengurusnya!" geram Sia.

"Untuk mempersingkat waktu, mari kita sikat!" ajak Snow.

Snow membawa Sia terbang menuju lantai tiga dan berada tepat di depan jendela kamar pria itu. Dari balik jendela terlihat seorang pria dengan perut buncit sedang menikmati minumannya sambil menonton televisi. Sia curiga bukan dia yang menonton tapi televisi yang menontonnya. Sia dapat mendengar dengan jelas dengkuran kasar pria itu. Dengan sekali kibas jendela itu terbuka. Membuat angin kencang memasuki ruangan.

"Siapa?" tanya pria itu sambil terkejut bangun.

"Malaikat mautmu!" seru Sia.

"Kau! Malaikat maut? Hahaha!" pria itu tergelak melihat Sia.

"Aku pasti berkelakuan baik sehingga Tuhan mengirim seorang malaikat maut yang cantik," ucap pria itu sambil tertawa.

"Wah, kau memuji di waktu yang tidak tepat!" seru Snow sambil bersandar di tepi jendela.

Sia langsung melancarkan aksi balas dendam untuk Martha. Pria itu dia tarik tanpa menyentuhnya. Wajah pria itu langsung pucat dan ketakutan.

"Tadi saja kau sombongnya bukan main," ucap Snow santai.

"Si, siapa kau?" tanya pria itu tergagap.

"Sudah ku bilang, aku adalah malaikat mautmu," jawab Sia sambil menghempas tubuh pria itu.

"Snow, apa saja yang telah dia lakukan pada bunda?" tanya Sia tanpa melepaskan pria itu.

Snow menjabarkan perlakuan pria itu terhadap Martha secara rinci. Mata Dia merah menahan emosi setiap kali mendengar sesuatu yang dilakukan pria itu dengan keji.

"Sentuhan terakhir. Kita harus membuangnya di pinggir jalan sepi dan menabraknya," ucap Snow.

"Lakukan sekarang!" perintah Sia.

Don Rafael tidak bisa berkata sepatah kata pun. Sia telah merusak pita suaranya. Selain itu, tubuhnya tidak bisa bergerak. Dia merasa bahwa beberapa tulang sendi keluar dari tempatnya. Pria itu hanya bisa pasrah menghadapi amarah seorang gadis kecil.

"Bagaimana? Sudah lega?" tanya Snow saat mereka berada di kamar inap Martha.

"Tidak. Meski aku telah membalasnya seperti yang dia lakukan pada bunda, tetap saja aku tidak puas."

"Bukannya kau bilang balas dendam itu menyenangkan?"

"Beda kasus, Snow," balas Sia sambil menatap Martha yang tertidur karena obat atau bius.

Sia yakin jika reaksi obat penyerinya hilang, Martha akan merasakan sakit yang luar biasa. Tak ingin orang yang disayanginya merasa sakit, Sia bertekad melakukan sesuatu pada Martha. Sia berdiri di sisi tempat tidur. Sedikit menjauh.

"Apa yang akan kau lakukan?" tanya Snow terkejut melihat posisi Sia.

Pria itu ingat betul dengan posisi berdiri seperti itu. Sama seperti Sia menyembuhkan Dante saat pria itu terluka parah akibat melindungi dunia abadi dari serangan alam Hitam.

"Jangan ikut campur!" seru Sia.

"Sia, keadaanmu belum stabil. Jika kau melakukannya akan berakibat buruk padamu," Snow berusaha menasihatinya.

Sia menjentikkan jari sehingga membuat Snow tidak bisa bergerak. Tak ingin kehabisan waktu, Sia membuka lebar kedua tangannya. Tangan kanannya berada di atas wajah Martha dan tangan kiri melayang diatas perut wanita paruh baya itu. Cahaya keemasan keluar dari telapak tangannya dan mengalir perlahan ke seluruh tubuh Martha. Tubuh wanita paruh baya itu menyerap cepat aliran cahaya yang masuk.

Snow menatap ngeri akan perbuatan Sia. Dia hanya bisa berharap tidak terjadi sesuatu pada gadis cantik itu.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!