"Tidak buruk juga sesekali menaiki taxi," ucap Snow dengan suara batin.
Snow melingkarkan tubuhnya di samping Sia. Tak berapa lama, kucing itu mendengkur halus.
"Dasar kucing!" seru Sia pelan tak ingin terdengar supir.
Sia memilih menikmati pemandangan sore ibu kota. Cuaca cukup cerah hari ini secerah hatinya yang sudah menyelesaikan misi balas dendam. Namu, pikiran Sia sedikit terusik. Gadis itu teringat akan sosok yang tadi menguntitnya. Sia ingin menggunakan cermin kejadian yang dia simpan di ruang penyimpan pribadi di dalam tubuhnya. Akan tetapi, kekuatannya belum pulih. Masih bagus kekuatannya kembali setengah setelah ingatannya kembali. Dia bisa melakukan trik-trik kecil.
"Siapa kau?" tanya Sia dalam hati.
Di sisi lain jalan ibu kota.
"Kenapa tidak langsung kau hampiri dia?" tanya seorang pria pada rekannya.
Pria yang ditanya itu diam dan menggeleng pelan.
"Kalau begitu tunggu saja sampai dia mencari mu!" saran pria itu.
"Tidak!"
"Hhh! Terkadang aku bingung. Kalian berdua sama-sama keras kepala tapi saling mencintai."
* * *
Taxi yang dinaiki Sia berhenti tepat di depan rumahnya. Sia turun sambil menggendong Snow. Dia juga memberi supir taxi uang tips.
"Sepertinya bunda belum pulang," ucap Sia pada Snow.
Rumah dalam keadaan gelap. Tidak ada satu pun penerangan yang menyala. Begitu pula lampu teras. Sia membuka pagar kayu yang tingginya hanya sepinggang.
"Kau lupa ya? Martha sudah bilang akan pulang terlambat malam ini," jawab Snow sambil menjilati cakarnya.
"Aku pikir tidak akan begitu larut," jawab Sia sambil berjalan memasuki rumah.
Sia mengeluarkan dua box pizza ukuran sedang dari kantong plastik. Saat Sia membuka kotak itu, aroma pizza menyeruak membuat perut Sia dan dan Snow berdemo minta diisi. Snow bersiap berubah wujud tapi gagal karena Sia menahannya.
"Kau lupa, di rumah ini ada cctv!" seru Sia melalui suara batin.
"Huft! Kenapa di dalam rumah kecil ini ada cctv. Merusak mood makanku saja," kesal Snow.
"Makan saja dengan bentuk kucing," balas Sia sambil terkekeh menutup mulut agar tidak tertangkap kamera.
"Meong," jawab Snow.
"Aku mandi dulu. Jangan kau habiskan! Jika kau lakukan itu, aku akan mengganti makan malam ku dengan dagingmu," goda Sia.
"Wanita keji!" rutuk Snow.
"Hahaha!"
Sia bergegas ke kamar dan mulai membersihkan diri. Gadis itu tidak suka makan malam jika tubuhnya belum dibersihkan alias mandi. Apalagi Sia lebih sering berjalan kaki kemana pun dia pergi sehingga debu-debu di udara bisa menempel pada tubuhnya dengan bebas.
Usai membersihkan diri dan mengganti pakaian bersih, Sia langsung menuju dapur untuk menyantap makan malam.
"Dasar rakus!" kesal Sia saat melihat tiga potong pizza di atas meja.
"Siapa suruh kau berlama-lama di kamar mandi," balas Snow tak berdosa.
"Untung suasana hatiku sedang baik."
"Kalau tidak?" tanya Snow penasaran.
"Dengan senang hati akan ku buat drama mini agar kau tersambar petir."
"ih! Kau benar-benar ibunya monster."
"Baru tahu, ya!" balas Sia.
Sia menarik kursi dan mengambil sepotong pizza. Gadis itu menggigit pizza dengan santai.
"Aku masih penasaran. Mengapa tadi kita pulang menaiki taxi?"
"Ada penguntit," jawab Sia sambil menggigit lagi pizza di tangannya.
"Hah! Siapa yang berani mengikuti mu?" tanya Snow penasaran.
"Kalau aku tahu, aku tidak akan peduli. Aku tetap memilih pulang berjalan kaki," jawab Sia sambil menghabiskan potongan terakhir pizza.
"Benar juga," jawab Snow.
"Eh! Mengapa tidak kau gunakan cermin kejadian?" tanya Snow.
"Kekuatanku belum pulih sepenuhnya, jadi aku tidak bisa menggunakannya."
Sia berdiri menuju lemari pendingin. Dia membuka pintu lemari pendingin itu dan mengambil seteko jus jeruk murni sisa tadi pagi. Gadis itu mengeluarkannya dan menuangnya ke gelas.
"Jus jeruk memang tanah terbaik," ujar Dia setelah menenggak habis jus jeruk.
"Ya ampun!" teriak Sia sambil menepuk kening.
"Ada apa?"
"Bukannya kau juga memiliki cermin kejadian?" tanya Sia sambil menatap lekat Snow.
"Terus?" tanya Snow santai.
"Gunakan punyamu!" perintah Sia sambil tersenyum.
"Aku tidak terlalu memperhatikan sekitar saat berjalan tadi. Lagipula yang menyadari ada penguntit kan, kau. Bukan aku. Aku rasa percuma saja menggunakan cermin kejadian milikku," jelas Snow.
Penjelasan Snow ada benarnya. Akan tetapi Sia penasaran siapa yang telah mengikutinya dari rumah Wijaya hingga toko pizza.
"Coba saja! Kalau tidak dicoba tidak akan tahu," usul Sia.
"Ke kamar!" perintah Snow.
Snow bangkit dari tempatnya dan meloncat ke lantai. Sia mengikuti Snow sambil mengambil sisa dua potong pizza dan segelas jus jeruk. Lambung gadis itu masih menuntut minta di isi.
"Kunci pintunya!" perintah Snow.
"Eh, kau memerintah aku, ya!" ketus Sia.
"Kau mau kita tertangkap basah seperti tadi pagi?" tanya Snow.
"Iya tuan kucing," jawab Sia sambil meletakkan segelas jus jeruk di atas meja kemudian berbalik mengunci pintu.
Snow berubah wujud ke bentuk semula menjadi seorang pria muda namun tua karena sudah berumur ratusan tahun. Dia mengeluarkan cermin kejadian dari ruang penyimpanan pribadinya. Cermin kejadian itu berbentuk seperti cermin wajah yang berbentuk oval. Di sekeliling cermin terdapat batu-batu kecil berwarna dan disatukan dengan sulur.
"Kapan kau merasa kita di ikuti?" tanya Snow untuk memastikan lokasi yang tepat.
"Saat kita keluar dari rumah Wijaya," jawab Sia sambil memperhatikan cermin.
"Apa? Bearti dia cukup lama mengikuti kita! Kurang ajar sekali. Aku penasaran, siapa orang yang berani mengikuti kita?" kesal Snow.
"Untuk itulah aku memintamu mengeluarkan cermin kejadian milikmu," jawab Sia sambil memperhatikan cermin.
"Kau mencari apa?" tanya Snow.
"Tentu saja si penguntit," jawab Sia kesal.
"Aku belum menentukan arahnya, kau sudah main tengak-tengok saja."
"Eh, hehehe! Aku lupa cara kerjanya," balas Sia tertawa malu sambil menggaruk kepala belakangnya yang tidak gatal.
Snow berdiri sambil memegang cermin. Pria itu menutup mata dan memfokuskan ingatannya ke titik yang disebut Sia. Tidak berapa lama, cermin itu menampilkan gambar saat Sia dan Snow keluar dari rumah Wijaya. Bayangan pria itu cukup sulit dikenali hingga mereka tiba di toko Pizza. Bayangan sosok itu sedikit memajang. Secara otomatis seseorang yang berada di balik bayangan itu, pasti melewati garis amannya.
"Dapat!" seru Snow.
"Ah, tapi kurang jelas," timpal Snow.
"Sebentar. Aku ambil ponsel dulu. Bisa kau tahan di sana?" pinta Sia.
"Apa sih yang tidak untukmu," jawab Snow malas.
Sia bergegas mengambil ponselnya. Dia berniat untuk mengambil gambar saat sosok itu mengintip Sia.
"Ok! Ulangi sedikit!" pinta Sia sambil bersiap mengambil gambar dari ponselnya.
Snow mengikuti saja keinginan Sia. Gadis itu lebih paham yang dia butuhkan. Usai mengambil gambar. Sia memilih duduk diatas ranjang sambil memperbesar gambar yang tadi dia ambil.
"S i a l!" seru Sia sambil melempar asal ponselnya.
"Kau tahu orang yang mengikuti kita?" tanya Snow penasaran.
"Bukan kau yang dia ikuti tapi aku!" ketus Sia.
"Eh, kenapa jadi ketus begitu. Aku kan tidak ada salah."
"Memangnya siapa?" tanya Snow lagi.
"Seseorang yang tidak ingin aku temui sesaat sebelum aku mati dulu," jawab Sia dengan nada kesal.
"Oh!" seru Snow setelah mengetahui orang yang dimaksud oleh Sia.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 47 Episodes
Comments