Bab 7 Balas Dendam itu Menyenangkan

"Video apa lagi?" tanya Danu.

Pria paruh baya itu masih memiliki sedikit kewarasan di antara keluarganya.

"Siapkan saja mentalmu, mama!" seru Sia sambil tersenyum licik.

"Snow! Mainkan!" perintah Sia sambil memberi kursi untuk papanya.

Snow mengeluarkan ponsel dan meletakkannya di belakang proyektor mini handphone lalu Snow mengarahkannya ke dinding agar terlihat seperti layar tancap.

📽️📽️📽️

Dora!

boots!

come on dora!

d-d-d-d-d-dora

d-d-d-d-d-dora

d-d-d-d-d-dora

d-d-d-d-d-dora

dora dora dora the explorer

"Kau menyuruh kami menonton film kartun anak-anak?" tanya Danu tak percaya.

"Astaga, Snow!" Sia menegur Snow malas.

"Ups! Sorry, kelepasan," ucap Snow sambil terkekeh.

"Ini dia!" seru Snow setelah mendapat video yang mau diputar.

Pemutaran awal video biasa saja. Memperlihatkan sosok Danu yang keluar dari rumah. Ratna mengira itu hal biasa tidak ada yang istimewa. Beda halnya dengan Danu. Dia ingat kejadian itu. Wajah pria itu antara memucat karena takut dan memerah karena marah.

"Hentikan!" teriak Danu.

Ratna langsung menatap suaminya. Dia bingung mengapa Danu berteriak seperti itu. Bukankah itu hal biasa saja. Otak wanita itu tidak bisa berpikir karena telah dihantam dengan video sebelumnya.

"Sst! Papa, bukannya kalau nonton di bioskop itu harus diam. Tenanglah!" Sia memperingati Danu sambil mengejek.

"Kau!"

"Snow! Tutup mulutnya!" perintah Sia.

Dengan sekali jentikan, sesuatu seperti selubung berwarna bening meluncur dari jari Snow dan menutup mulut Danu.

"Begini lebih baik. Kau terlalu berisik, papa!" ucap Sia.

Mereka kembali menonton adegan di dalam video. Bunga yang mulai stabil dari histerisnya ikut menonton video yang sedang diputar. Adegan berikutnya, berhasil membuat emosi Ratna meledak-ledak. Bagaimana tidak? Istri mana yang mampu melihat suaminya memeluk dan mencium wanita lain dengan mesra. Terlebih lagi, seorang balita laki-laki merengek minta digendong. Danu terlihat menyayangi balita itu. Pria itu menggendong dan sesekali menghujani balita itu dengan ciuman serta gelitikan hingga dia tertawa.

"Siapa dia, pa? Siapa?" Ratna histeris melihat adegan itu.

Wanita paruh baya itu mengguncang tubuh Danu yang terikat.

"Lepaskan penutupnya!" perintah Ratna tidka sabar.

"Snow!" panggil Sia.

"Laksanakan," jawab Snow sambil mengangkat dua jarinya ke udara dan melepas penutup.

"Jelaskan padaku sekarang!" teriak Ratna.

Danu tertunduk. Dia tahu bahwa kali ini dia tidak bisa mengelak. Tujuh tahun dia menyimpan rapat rahasia ini malah terendus dengan mudahnya oleh putri sulung yang dia buang.

"Penyesalan itu selalu datangnya diakhir kalau datangnya diawal namanya ngisi formulir pendaftaran," ucap Snow santai.

Bualan Snow membuat Sia terkekeh. Di suasana yang menegangkan begini tidak ada salahnya ada sedikit bumbu.

"Apa perlu aku memanggil istri muda mu, papa?" tanya Sia sinis.

Danu terkejut. Menghadirkan istri mudanya sama saja mengantarkan istri kesayangannya itu pada akhir. Ratna pasti akan menghujani istri mudanya dengan pukulan. Danu tahu persis sifat istrinya itu.

"Kau mengenalnya?" tanya Ratna pada Sia.

"Aku tidak mengenalnya," jawab Sia singkat.

"Sia! Jangan menjadi anak kurang ajar!" teriak Danu.

"Eh, seumur hidupku. Ini adalah kelima kalinya kau memanggil namaku," jawab Sia.

"Lagipula aku tidak kurang ajar. Aku masih memanggilmu dengan sebutan papa dan wanita paruh baya itu dengan sebutan mama. Bagian mananya yang kurang ajar?" tanya Sia sambil menatap tajam Danu.

Tatapan Sia berhasil membuat Danu bergidik ngeri. Ada aura aneh yang membuatnya tertekan dan merasa takut pada putri sulungnya itu.

"Apa kau lupa? Mereka sudah mengusirmu dari keluarga Wijaya hingga membuatmu kecelakaan dan koma selama beberapa hari," timpal Snow.

"Ah! Kau benar Snow. Kalau begitu apa aku harus mengubah panggilan mereka?"

"Aku rasa begitu," jawab Snow.

"Tapi tidak sekarang. Aku masih membutuhkan mereka," jawab Sia tajam.

"Aku ingin ada wanita itu di sini!" pinta Ratna.

"Siapa kau yang berhak menyuruhku?" tanya Sia.

"Aku ini ibumu!" balas Ratna.

"Hmm! Di saat seperti ini kau malah mengaku kalau kau ibuku. Aku tidak ingat saat kau benar-benar menjadi seorang ibu untukku."

Bayangan akan masa lalu tentang Sia berkelebat di ingatan Ratna. Benar kata gadis itu. Dia tidak pernah menganggap Sia sebagai putrinya. Sejak Sia berusia dua tahun dan belum menunjukkan perkembangan sekarang balita di usianya membuat Ratna dan Danu harus membawanya ke rumah sakit. Hal yang tak terduga membuat mereka shock. Perkembangan putri sulung mereka terdiagnosa lambat. Hal itu membuat Ratna dan Danu tak ingin menaruh harapan banyak pada Sia.

Belum lagi saat itu Ratna tengah mengandung anak kedua. Khawatir anaknya akan tumbuh lamban seperti anak kedua membuat Ratna memeriksakan kandungannya lebih awal. Jika hasil diagnosa dokter mengatakan bahwa janinnya harus digugurkan, dia akan mengikutinya karena tidak ingin terulang kesalahan yang sama.

Kelahiran putri keduanya membuat Ratna dan Danu perlahan melupakan keberadaan Sia. Mereka malah menyuruh pembantu untuk mengasuhnya. Ratna sendiri juga repot dengan kelahiran anak kedua dan ketiga setiap tahun setelah kelahiran anak kedua mereka. Danu menginginkan anak laki-laki jadi mereka tidak berhenti berproduksi hingga Ratna terkena suatu penyakit yang mengharuskan dilakukan pengangkatan rahim. Ingatannya tentang Sia hanya sebatas itu tidak lebih.

"Apa karena aku tidak bisa memberimu anak laki-laki?" tanya Ratna sambil meneteskan air mata.

Wanita paruh baya itu terduduk di lantai. Tangisan kepedihannya menggema di seluruh ruangan.

"Baiklah! Aku akan menghadirkannya untukmu. Anggap saja sebagai balas jasa karena kau telah melahirkan aku," jawab Sia sambil memberi kode pada Snow untuk melakukan sesuatu.

Snow yang mengerti segera menjalankan perintah Sia. Pria itu keluar dan masuk kembali dengan menggandeng seorang wanita muda yang cantik di usianya. Sia memperkirakan usia wanita itu hanya beberapa tahun lebih muda darinya.

"Daddy!" seru wanita itu saat melihat Danu duduk dengan posisi terikat. Dia lalu mendekati Danu.

Belum sampai wanita itu mendekati Danu, Ratna lebih dulu bangkit dan mencengkram lengannya.

"Jadi kau, perempuan yang telah merebut suamiku!" teriak Ratna sambil mendaratkan pukulan pada wajah wanita itu.

"Berhenti!" perintah Sia.

"Aku tidak ingin melihat drama kalian. Jadi, papa? Kau mau menyerahkan seluruh hartamu atau tidak?" tanya Sia pada Danu.

"Kau sudah menghancurkan keluargaku. Untuk apa aku menyerahkan hartaku?"

"Baik. Jika kau tidak mau, aku akan sebar videomu kepada seluruh klien perusahaan. Jadi, kau dan aku tidak mendapat apa-apa," jawab Sia.

"Aku tidak dirugikan dalam hal ini tapi kau? Aku rasa kau tahu. Kau mendapat kerugian paling besar," timpal Sia.

Danu mengerti arah pembicaraan Sia.

"Berjanji padaku bahwa kau juga akan menjaga dan mengurus mereka!" pinta Danu.

"Aku berjanji," jawab Sia.

"Baiklah. Aku akan menyerahkan seluruh hartamu padamu Minggu depan."

"Minggu depan terlalu lama."

"Kau!"

"Lusa. Paling telat lusa seluruh harta itu sudah harus berada di tanganku," jawab Sia.

Danu terdiam. Dia tidak menyangka putri sulungnya akan membalas dendam dengan cara yang cukup keji.

"Baik," jawab Danu.

"Coba dari tadi begini. Kau masih bisa menyimpan rapat istri rahasia dan anakmu," ujar Dia sambil berlenggang meninggalkan mereka.

"Kau membiarkan mereka begitu saja?" tanya Snow sambil berubah wujud kembali menjadi seekor kucing.

"Sebentar lagi akan ada kekacauan," jawab Sia santai.

Benar saja, baru beberapa langkah Sia berjalan meninggalkan rumah, terdengar suara pukulan dan jeritan.

"Aku bilang juga apa!" seru Sia sambil terkekeh.

"Aku pikir kau tidak akan membalas mereka sekejam itu."

"Mengapa kau berpikir begitu?"

"Karena kau tidak bisa melawan sifat alami yang ada pada dirimu," jawab Snow.

"Sekarang aku belajar sesuatu."

"Apa itu?" tanya Snow penasaran.

"Ternyata balas dendam itu menyenangkan," jawab Sia sambil terkekeh.

Sia dan Snow berjalan pulang beriringan. Meski jarak rumah merek jauh, tidak masalah bagi Sia. Berjalan lebih baik daripada berkendara. Hitung-hitung mengurangi polusi udara dan menyehatkan tubuh. Sebelum sampai di rumah. Sia memilih singgah di toko pizza. Membeli dua kotak pizza untuk makan malam.

"Sebaiknya kita pulang menggunakan taxi online."

"Eh, kenapa tiba-tiba? Bukannya kurang lebih satu jam lagi kita sudah tiba di rumah?" tanya Snow bingung.

"Turuti saja aku!" seru Sia sambil memesan taxi online melalui ponselnya.

Sepanjang perjalanan pulang tadi, Sia merasa diikuti oleh seseorang. Sia tidak dapat mengenali orang itu karena dia bersembunyi dengan baik.

Siapa dia? Tanya Sia dalam hati setelah duduk di kursi penumpang.

Terpopuler

Comments

Earlene

Earlene

somplak, ada Dora nyasar/Facepalm/

2023-12-25

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!