16. Napas Terakhir

Sesuai janji yang sudah dibuat, sore itu Ruben menjemput Faira di tempat kediamannya.

Sebelum membawa Faira pergi, Ruben lebih dulu meminta izin kepada Bu Maya. Dan, wanita paruh Bayu itu mengingatkan agar pulang jangan terlalu malam.

Bu Maya memang sudah percaya kepada Ruben. Bahkan dia juga menyukainya. Menurutnya, Ruben merupakan pemuda yang jujur. Walaupun ia hidup sendirian di ibu kota dan jauh dari orang tuanya, semangat Ruben tak pernah kalah dengan lainnya.

"Acaranya di mana, Non?" tanya Ruben sebelum mengatur persneling mobil dan memastikan Faira memasang sabuk pengaman dengan pas.

"Di SkyLine. Tau, kan, Pak?"

"Tau," jawab Ruben menganggukkan kepala.

Ia mengarahkan mobilnya dengan kecepatan sedang. Dikarenakan ini jam pulang kantor, jalanan yang mereka lewati tampak ramai dan macet. Ruben harus pintar-pintar mengatur kecepatan. Dia tidak ingin, Faira terlambat sampai di acara reunian sekolahnya.

"Pak Ben udah punya pacar belum, sih?" tanya Faira yang pada dasarnya memang tidak bisa diam dalam waktu yang cukup lama.

"Belum."

"Kenapa belum pacaran? Bukan karena gak ada yang mau, 'kan?"

Dan, Ruben pun dibuat tertawa oleh pertanyaan Faira. "Bukanlah, tapi saya masih ingin sendiri dulu dan fokus sama pekerjaan saya. Soalnya ada orang tua yang masih harus saya bahagiakan."

"Aku juga mau, kok, bantuin Pak Ben buat membahagiakan mereka. Kalau Pak Ben setuju, hari ini langsung kita pacaran, Pak."

Ruben tersedak napasnya sendiri. Perkataan Faira benar-benar membuat pikirannya seolah berhenti berjalan.

"Kita sudah sampai. Mau langsung turun?"

Faira sadar jika Ruben tengah mengalihkan topik pembicaraan. Dan, untuk membuat laki-laki itu nyaman dengannya, Faira pun tidak melanjutkan pembahasan yang sebelumnya. "Mau, dong. Masa iya, sih, kita di sini aja?"

Ruben turun terlebih dahulu lalu berjalan memutari bagian depan mobil untuk membuka pintu bagian Faira.

Senyum cerah pun terbit di wajah gadis itu. Dia tampak begitu bahagia.

"Makasih, Pak Ben. Jadi makin cinta, deh," ucap Faira sambil tertawa-tawa tak jelas.

Saat Ruben hendak berjalan di belakang Faira, gadis itu seketika menarik lengannya dan berkata dengan raut wajah yang sangat serius. "Gak usah jalan di belakang aku, Pak. Aku minta Pak Ben buat nemenin aku. Bukan buat dijadiin bodyguard."

"I--iya," gugup Ruben yang berusaha melepaskan tangan Faira darinya. Akan tetapi, cengkaman gadis itu malah makin kuat. Membuat jantung Ruben berdetak tidak normal.

"Kenapa, Pak? Gugup, ya? Santai aja. Anggap ini sebagai pemanasan."

Tanpa tahu maksud dari perkataan Faira, tangan Ruben malah ditarik dan dibawa berjalan olehnya. Ruben mengusahakan diri untuk mensejajarkan langkah dan membuatnya terlihat seperti biasa.

Acara reuni tersebut diadakan di lantai paling atas, tepatnya pada rooftop yang disulap sedemikian rupa dengan sangat indahnya. Sekali lagi Faira menarik Ruben agar ikut dengannya. Dia membawa laki-laki itu ke setiap sudut, diperkenalkan ke semua teman-temannya bahwa Ruben ini adalah pacarnya.

Faira bangga sekali, dong. Apalagi kebanyakan temannya itu mengatakan jika mereka sangatlah cocok dan serasi. Sepanjang acara, Faira merasa bahagia. Oleh Ruben, dia merasa begitu dijaga. Tidak ada satu pun lelaki yang berani menyentuhnya. Makanan dan minuman yang hendak Faira ambil pun, mesti diperiksa dulu oleh Ruben.

"Pak, pacaran, yuk!" ajak Faira saat keduanya sudah pulang, tetapi Faira belum mau turun dari mobil kepunyaan Ruben.

Melihat Ruben yang hanya diam saja, Faira kembali mengulangi kalimatnya.

"Mau, ya, Pak, jadi pacar aku. Aku janji gak bakalan nyusahin Pak Ben lagi. Janji kalau aku bakalan belajar lebih giat biar bisa lulus dengan nilai baik," bujuk Faira dengan sejurus andalannya. Namun, sepertinya Ruben bukanlah laki-laki yang mudah tergoda. Dia hanya bergeming, mencengkeram setir kuat-kuat.

"Ya, udah, deh, kalau gak mau dijadiin pacar. Mungkin suatu hari nanti bakalan langsung dijadiin istri."

Ruben terbatuk-batuk, tetapi Faira malah menderaikan tawanya.

* * *

Baru saja Fais akan memejamkan mata, ponsel yang sudah ia simpan di atas nakas terdengar berdering.

"Iya, Ma? Kenapa?" tanya Fais yang tidak bisa mengabaikan telepon mamanya di malam hari.

"Fais, Mama kangen," ucap Bu Maya dengan suara rendah, "Kamu bisa pulang gak besok?"

"Sepertinya bisa. Tapi, agak sorean dikit gapapa? Soalnya pagi sampai siang Fais ada meeting."

"Iya, gapapa. Sebisa kamu aja. Mama ingin lihat wajah kamu soalnya. Rindu Mama sama kamu, Nak."

"Iya, Ma. Sekarang Mama tidur, ya. Udah malam."

Keesokan harinya, sebelum tancap gas ke rumah Bu Maya, Fais lebih dulu menjemput Diana di rumah. Soalnya Diana juga ingin bertemu mertuanya.

"Mama beneran gapapa, kan, Mas?" tanya Diana cemas.

"Gapapa, juga pengen ketemu karena lama gak mampir," jelas Fais seraya fokus mengendarai kendaraannya di jalan raya.

Saat melewati sebuah taman lengkap dengan danau buatan, Diana mendadak meminta Fais untuk menghentikan mobil.

"Kita foto dulu di sana, ya, Mas. Sebentar doang. Aku dari dulu pengen banget ke sana bareng Mas Fais."

"Waktu pulang aja bisa gak, Di? Setelah kita ketemu Mama." Fais memberikan pengertian.

"Kalau pas pulang, sunsetnya hilang, dong, Mas. Udah gak bagus lagi fotonya. Sebentar aja, kok. Janji gak bakalan lama."

"Tapi--"

"Mas Fais udah janji, lo, bakalan bawa aku jalan-jalan. Karena kemarin janjinya batal, aku tagih hari ini. Lagian Mama cuma ingin ketemu, kan, Mas? Nanti kita bisa lama-lama di sana. Tapi, kalau ke sini barang Mas Fais, kayaknya gak ada kesempatan dua kali."

Melihat kesungguhan Diana, mau tak mau Fais pun menuruti keinginannya. Dia akhirnya turun dari mobil, menemani wanita itu ke beberapa spot foto dengan pencahayaan yang pas. Sesekali, Diana juga memintanya untuk ikut berfoto bersama.

"Sudah cukup belum?" tanya Fais lantaran keduanya sudah terlalu lama berada di sana. Diana pun telah banyak mendapatkan foto bagus.

"Bentar lagi, ya, Mas. Pakai ponsel Mas Fais dulu. Punyaku lowbat soalnya."

Sekali lagi, Fais mengalah. Semua ini dia lakukan hanya untuk menebus janjinya kemarin. Saat Diana masih tengah menggunakan ponsel pintar tersebut, telepon dari Faira pun muncul di layar.

Fais dengan cepat mengangkatnya. Entah mengapa, perasaannya menjadi tak enak.

"Kakak di mana aja, sih? Kok, gak datang-datang?" tanya Faira bersama emosinya yang meninggi.

Fais saja jadi dibuat terkejut. Pasalnya, Faira tak pernah diajarkan berbicara kasar dengannya. "Kakak masih dalam perjalanan, Fai. Kenapa?"

"Mama udah nungguin Kakak dari tadi. Ma--Mama ... Mama ...."

"Mama kenapa, Fai? Mama kenapa?"

"Ma--Mama sekarat! Cepat pulang, Kak. Mama dari tadi panggil-panggil Kakak terus. Aku takut ...."

Terpopuler

Comments

💞Amie🍂🍃

💞Amie🍂🍃

🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣

2024-01-25

1

Taufiqillah Alhaq

Taufiqillah Alhaq

cieee, yang udah di terima. semoga samawa ya untuk faiz dan diana

2023-12-17

0

Muliana

Muliana

next ya thor

2023-12-15

0

lihat semua
Episodes
1 1. Si Gila Harta
2 2. Sakit Tak Berdarah
3 3. Saran Dari Bu Rosli
4 4. Dua Jenis Kesalahan
5 5. Melepaskan
6 6. Mirip Dengan Dara
7 7. Maaf
8 8. Terimalah Dia
9 9. Memutuskan Untuk Berubah
10 10. Dia Orangnya
11 11. Bahagia Itu Ada
12 12. Bertemu Kali Kedua
13 13. Ayla Mulai Beraksi
14 14. Makan Siang Dari Ayla
15 15. Cinta Lama Bertemu Kembali
16 16. Napas Terakhir
17 17. Kebohongan Ayla (Bab Baru)
18 Inikah Kehancuran? (Bab Baru)
19 19. Menceraikan Ayla (Bab Baru)
20 20. Kamu Mencintaiku, Kan? (Bab Baru)
21 21. Perselingkuhan (Bab Baru)
22 22. Benar-Benar Jahat (Bab Baru)
23 23. Ketahuan? (Bab Baru)
24 24. Sidang Perceraian (Bab Baru)
25 25. Tissa Tiada (Bab Baru)
26 26. Ayla dan Segala Kelicikannya (Bab Baru)
27 Penting, Mohon Dibaca!
28 27. Diana Hancur
29 28. Obrolan Panas
30 29. Antara Cinta dan Teman Lama
31 30. Tersulut Amarah
32 31. Kak Fais Jahat, Ma
33 32. Di Bawah Atap
34 33. Kesempatan Terakhir
35 34. Ternyata Mereka
36 35. Masih Merindukan
37 36. Fais Akhirnya Tahu
38 37. Penuh Air Mata
39 38. Semoga Ibu Mati
40 39. Pulanglah
41 40. Mencari Diana
42 41. Dia Sudah Kaya
43 42. Pertemuan Tak Terduga
44 43. Masih Mau Kembali?
45 44. Seperti Sebelumnya
46 45. Luka Lama Ayla
47 46. Tolong Saya
48 47. Tanggung Jawab
49 48. Perlahan Menuju Akhir
50 49. Napas Terakhir
51 Extra Chapter
52 Extra Chapter 2
53 Hollaa
Episodes

Updated 53 Episodes

1
1. Si Gila Harta
2
2. Sakit Tak Berdarah
3
3. Saran Dari Bu Rosli
4
4. Dua Jenis Kesalahan
5
5. Melepaskan
6
6. Mirip Dengan Dara
7
7. Maaf
8
8. Terimalah Dia
9
9. Memutuskan Untuk Berubah
10
10. Dia Orangnya
11
11. Bahagia Itu Ada
12
12. Bertemu Kali Kedua
13
13. Ayla Mulai Beraksi
14
14. Makan Siang Dari Ayla
15
15. Cinta Lama Bertemu Kembali
16
16. Napas Terakhir
17
17. Kebohongan Ayla (Bab Baru)
18
Inikah Kehancuran? (Bab Baru)
19
19. Menceraikan Ayla (Bab Baru)
20
20. Kamu Mencintaiku, Kan? (Bab Baru)
21
21. Perselingkuhan (Bab Baru)
22
22. Benar-Benar Jahat (Bab Baru)
23
23. Ketahuan? (Bab Baru)
24
24. Sidang Perceraian (Bab Baru)
25
25. Tissa Tiada (Bab Baru)
26
26. Ayla dan Segala Kelicikannya (Bab Baru)
27
Penting, Mohon Dibaca!
28
27. Diana Hancur
29
28. Obrolan Panas
30
29. Antara Cinta dan Teman Lama
31
30. Tersulut Amarah
32
31. Kak Fais Jahat, Ma
33
32. Di Bawah Atap
34
33. Kesempatan Terakhir
35
34. Ternyata Mereka
36
35. Masih Merindukan
37
36. Fais Akhirnya Tahu
38
37. Penuh Air Mata
39
38. Semoga Ibu Mati
40
39. Pulanglah
41
40. Mencari Diana
42
41. Dia Sudah Kaya
43
42. Pertemuan Tak Terduga
44
43. Masih Mau Kembali?
45
44. Seperti Sebelumnya
46
45. Luka Lama Ayla
47
46. Tolong Saya
48
47. Tanggung Jawab
49
48. Perlahan Menuju Akhir
50
49. Napas Terakhir
51
Extra Chapter
52
Extra Chapter 2
53
Hollaa

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!