Ayla memutar bola matanya dengan malas. Saat dirinya menangkap kehadiran Raka yang duduk santai pada teras rumahnya, Ayla sudah menebak kalau hal seperti ini pasti akan terjadi. Ini bukan kali pertama Raka mencampuri urusan pribadinya. Jika biasanya Ayla lebih banyak diam, kali ini tak lagi.
"Iya? Kenapa? Mau kasih uang ke aku juga?"
Raka tertawa sinis. Cukup kagum dengan keberanian Ayla.
"Gak malu minta uang ke teman suami sendiri?" tanya Raka dengan alis melambung tinggi. Dua detik kemudian, senyum kecil muncul di sudut bibirnya seraya berkata, "Oh, ya, aku lupa. Kamu emang gak punya malu, ya. Buktinya kamu biasa-biasa aja pas suamimu ke rumah sakit, tapi bukan istrinya yang nemenin. Kasihan Bayu. Punya istri yang gak punya hati."
"Cukup, ya, Raka!" Ayla membentak dengan jari telunjuk mengacung ke depan. "Berhenti cari gara-gara sama aku. Berhenti ngurusin rumah tangga aku sama Mas Bayu. Kalau kamu emang gak ada kerjaan banget, mendingan kamu cari pasangan sana. Biar tau gimana rasanya masalah dalam rumah tangga. Jadi, kamu gak asal ngomong padahal gak merasakan masalah antara suami dan istri."
Raka menyentuh ujung telunjuk Ayla yang mengarah ke wajahnya. Dalam sekali tepis, telunjuk Ayla kembali jatuh. "Kalau istri Bayu masih kamu, aku bakalan selalu ada bersamanya. Sebagai temannya, aku berusaha buat balikin kewarasan dan kesadaran Bayu. Aku mau dia membuka mata. Tau mana yang tulus, mana yang akalnya bulus."
Ayla menggeram, kedua tangannya terkepal seolah siap meninju Raka tepat di wajahnya.
"Aku bukannya gak tau, ya, alasan kamu masih bertahan sama Bayu yang cacat ini. Masih banyak yang belum kamu dapatkan dari dia. Rumah, tanah, dan aset-asetnya yang lain. Setelah kamu berhasil mendapatkannya, aku yakin kamu akan membuang Bayu saat itu juga." Bayu memberi jeda pada kalimatnya. Maju selangkah, menatap Ayla tepat di matanya. "Bayu memang bisa kamu kelabui karena dia mencintai kamu. Tapi, tidak dengan aku. Aku membencimu dan akan aku buat kamu pisah dari Bayu tanpa membawa hartanya walau sepeser pun."
Ayla menelan ludah. Sikap dan perkataan Raka menyatakan dengan jelas bahwa ia membuat perlawanan dengannya. Tanpa melunakkan ekspresi wajah, Ayla pergi dari hadapan Raka.
Di dalam, ia berpapasan dengan Bayu. Laki-laki itu tersenyum begitu melihatnya. Namun, Ayla membuang muka dan langsung berjalan ke arah tangga.
"Ayla kenapa, ya?" Bayu bergumam bingung lalu mendorong kursi rodanya ke arah pintu.
Saat menemukan kehadiran Raka masih di tempat yang sama, langsung saja Bayu melemparkan sebotol kaleng soda ke arahnya.
"Kamu ngomong apa tadi ke Ayla?" tanya Bayu.
Raka menoleh sebentar lalu lanjut membuka minuman kaleng dan meneguk isinya hingga puas. "Dia ngadu?"
"Enggak. Ayla gak ngomong apa-apa. Tapi, mukanya kayak marah gitu. Kamu ngatain dia lagi, Ka?"
"Gak ngatain, sih. Cuma ngobrol sebentar. Mungkin aja dia kebawa perasaan," jawab Raka dengan santai.
Bayu menghela napas. Paham betul maksud dari kata 'ngobrol' tersebut. "Lain kali jangan bilang apa-apa lagi ke Ayla. Biar aku aja yang urusin rumah tangga aku dan dia."
"Emangnya kamu bisa tegas? Pas Ayla selalu minta uang buat dihambur-hamburkan gak jelas, kamu bisa bilang tidak? Ayla keluar pagi, pulang malam, gak urusin kamu yang lagi sakit ini, kamu bisa nasihatin dia?"
Bayu terdiam. Mulutnya gatal ia memberikan jawaban, tetapi tak ada satu kata pun yang keluar.
"Sadar, Yu. Hubungan antara kamu dan Ayla ibarat menggenggam kaca pecah. Makin erat kamu pertahankan, kamu bakalan makin terluka. Lepaskan, biarkan dia pergi. Kamu gak perlu tersiksa hanya untuk membahagiakan orang yang tidak menghargai arti sebuah hubungan."
Tak menemukan satu pun respons dari Bayu, Raka hanya bisa membuang napas dengan kasar. Ia lalu mendekat, menepuk pundak Bayu agar laki-laki yang sepantar dengannya itu tak lagi menundukkan kepala.
"Pikirkan ucapanku baik-baik. Aku di sini, aku menilai Ayla dengan sudut pandang yang berbeda. Aku peduli sama kamu, Yu. Jaga kesehatan. Kalau minggu depan dia masih gak mau nemenin kamu kontrol, panggil aku. Aku bakalan selalu ada buat kamu."
Setelah mengucapkan kalimat penutup, Raka menarik langkah untuk pergi. Dia meninggalkan Bayu yang mematung sembari memikirkan ucapannya.
"Benarkah ini saatnya untuk melepaskan?" tanya Bayu pada dirinya.
Tak tahu saja dia. Di balik pintu, Ayla berdiri dan mendengarkan. Ia gelisah saat mendengarkan kalimat terakhir Bayu.
"Aku harus menyusun rencana. Mas Bayu gak boleh melepaskan aku sebelum aku mendapatkan semuanya."
Sebelum Bayu sadar akan kehadirannya, Ayla segera pergi. Malam ini, dia akan menghapus semua perkataan Raka di kepala Bayu. Setidaknya, sampai semua harta Bayu jatuh ke tangannya.
* * *
Menjadi seorang direktur utama pada sebuah perusahaan nyatanya tidak seindah dalam buku bacaan. Jika biasanya banyak direktur yang meluangkan waktu untuk mengencani kekasihnya, Fais tidak sama sekali. Sebagian besar waktunya digunakan hanya untuk mengurus perusahaan stasiun televisi. Kerja keras Fais selama ini tidak terbuang sia-sia. Buktinya, siaran televisi miliknya telah termasuk ke dalam deretan salah satu stasiun televisi terbesar di tanah air.
Malam ini, Fais pulang larut sekali. Dia tidak sedang galau. Jadinya, ia langsung pulang tanpa singgah ke kelab malam.
Waktu itu, pikiran Fais sedang kacau. Suasana hatinya pun sangat buruk. Entah mengapa, dia sangat merindukan Dara. Tak tahu harus melampiaskan dengan cara apa, kelab malam adalah solusinya. Fais memang sudah berniat ingin menghabiskan banyak botol minuman. Untuk itulah, ia mengajak Ruben agar ikut bersamanya.
Fais keluar dari mobil dan membiarkan Amar memarkirkan mobilnya di tempat biasa. Begitu membuka pintu rumah, suasana hening dan senyap. Jika Dara masih hidup, Fais yakin wanita itu akan menunggunya di sofa. Namun, Diana tidak seperti itu.
Ia memasuki kamar yang terletak di lantai atas. Saat itulah, pandangan matanya menemukan Diana yang tertidur dengan sebuah buku di atas perut.
Tak ingin repot-repot menyimpan buku Diana dan menyelimuti istrinya itu, Fais malah langsung menuju kamar mandi untuk mengguyur tubuhnya yang sudah terasa lengket. Selesai dengan kegiatannya, Fais keluar dan mencari pakaian untuk ia kenakan.
Setelah lengkap dengan baju tidurnya, Fais seketika dibuat terkejut saat tubuhnya dipeluk dari belakang. Dua buah lengan tampak melingkari dan bertaut erat di depan perutnya. Tak perlu berbalik dan bertanya, Fais tahu ini ulah siapa.
"Maafin aku, Mas. Aku udah buat kamu marah pagi tadi. Aku tau, gak seharusnya aku ngomong begitu. Kalau memang Mbak Dara masih menjadi pemenang di hatimu, aku mengalah."
Saat Fais menunduk, dia merasakan pelukan Diana pada pinggangnya makin erat. Sontak ia melepaskan, membiarkan kedua lengan istrinya jatuh dengan mudah.
Terdengar suara keterkejutan Diana di belakang tubuhnya. Namun, itu lebih baik bagi Fais. Tanpa menoleh sedikit pun, ia berkata dengan suara rendah, "Makasih atas pengertiannya. Saya harap, kamu jangan pernah meminta hal seperti itu lagi."
Semua sudah selesai menurut Fais. Ketika dirinya akan berangkat untuk tidur, pergelangan tangannya sontak ditahan. Langkah Fais dibuat terhenti. Ia menoleh hanya untuk menemukan Diana yang sudah lebih dulu menatap ke arahnya.
"Apa masih ada yang ingin kamu katakan?" tanya Fais kemudian.
Diana tampak gelisah. Wanita itu seperti ingin mengutarakan banyak hal, tetapi tak ada satu kata pun yang keluar.
"Katakan saja. Aku akan mendengarkan," lanjutnya karena Diana tak kunjung bicara.
"Apa Mas tak ingin kita lebih dari ini?" Gugup dan takut. Adalah dua hal yang dirasakan Diana saat kalimat semacam itu terucap dari bibirnya.
"Maksudnya?"
"Ki--kita sudah lama menikah. Tapi, Mas tak sekalipun pernah--"
"Cukup. Jangan diteruskan," sela Fais dengan aura yang cukup dominan, membuat Diana sontak mengunci mulutnya.
Ketika Diana berpikir Fais akan pergi, nyatanya suaminya ini bergerak hanya untuk melepaskan tangan Diana yang memegang erat lengannya.
Diana paham. Jawabannya sudah ia temukan.
Dengan kepala menunduk, Diana siap mendengarkan sederet kalimat yang akan suaminya katakan.
"Kita tidak akan pernah lebih dari ini. Jadi, jangan berharap terlalu tinggi."
Mendengarnya membuat Diana meneteskan air mata. Penolakan Fais membuat hatinya terasa sakit dan nyeri. Ia terus memandang ke bawah, menyadari kepergian Fais dari hadapannya. Malam ini, Diana terluka lagi.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 53 Episodes
Comments
Muliana
Mulut Raka 😅 udah kayak emak2 julid
2023-12-01
1
Teteh Lia
Aku udah subscribe kak 🌹
2023-12-01
1
Teteh Lia
lanjut kak. 🌹🌹
2023-11-30
1