Setelah salat isya bersama, Kayla langsung mengganti baju tidurnya dengan baju gamis berwarna cokelat susu dengan kerudung warna senada. Afif juga sudah siap dengan baju Koko lengan panjang, sarung dan songkoknya, Afif memegang dua kitab, satu untuk dirinya satunya lagi untuk Kayla.
“Ini kitab kamu,” kata Afif memberikan kitab itu kepada Kayla. Kayla mengambilnya dan duduk di depan meja rias.
“Gak usah dandan, sudah malam,” ujar Afif yang melihat Kayla duduk di depan kaca.
“Iyaa, bedak tipis aja sama pakai lip tint dikit,” jawab Kayla sambil menepuk mukanya pelan dengan spons bedak dan lanjut memakai lip tint agar Ia tidak terlihat pucat.
“Hapus lipstik yang di bibir kamu itu,” kata Afif datar. Menurutnya bibir Kayla terlalu merah.
“Lip tint ini, bukan lipstik,” jawab Kayla melihat ke arah Afif.
“Apapun itu, hapus, terlalu merah,” tegas Afif.
“Emang iya?,” tanya Kayla dan melihat pantulan dirinya di kaca.
“Hmm,” jawab Afif. Tidak apa-apa jika dipakai di sini aja, ini kan mau kajian, batin Afif.
“Ngga, ah, ini biasa aja gak merah banget,” kata Kayla memegang bibirnya.
“Apa perlu saya yang hapus?,” kata Afif mendekat ke arah Kayla.
“Wah bahaya nih, dia tidak pernah bercanda dengan ucapannya, ish jinjja syiballl,” batin Kayla kaget, Ia kelagapan.
“Iya iya Kayla hapus, nih,” kata Kayla mengangkat tangannya. Afif berdiri tepat di samping Kayla dan melihat Kayla yang sedang menghapus lip tint nya.
“Nanti Kayla terlihat pucat,” kata Kayla sambil menghapus lip tint-nya dengan kapas.
“Kayla ganti warna lip tint nya ya, gak merah kok, ini. Nih liat,” kata kata Kayla cepat. Afif meliriknya tajam karena Kayla masih mau memakai lip tint. Dengan cepat Kayla mengolesi bibirnya dengan lip tint Emina yang warna peach, Ia memakainya sedikit dan menoleh ke arah Afif.
“Nggak merah, kan?,” tanya Kayla tersenyum ke arah Afif.
“Hmm, jangan coba-coba pakai warna merah, atau saya buang semua lipstik kamu itu,” kata Afif datar.
“Ini lip tint, loh, bukan lipstik,” jelas Kayla lagi.
“Dengar apa kata saya tadi?,” tanya Afif dingin karena Kayla tidak menjawab perkataannya malah bahas perihal lip tint.
“Iyaa, dengar.” Jawab Kayla dan mengikuti Afif dari belakang. Mereka berjalan ke luar kamar.
Kayla membawa kitab yang diberikan Afif dan tas selempang kecil bertengger bahunya di dalamnya ada pensil, pen dan penghapus. Ada ponselnya juga.
Mereka berjalan ke rumah Mbak nya Afif, Ifa yang terletak di sebelah rumah umi Afif.
“Ini dia pasutri baru kita,” kata Ifa ketika melihat Kayla dan Afif.
“Nanti saya jemput kamu di sini,” kata Afif melihat Kayla.
“Nanti saya bisa pulang sendiri, kan rumahnya juga dekat di depan sana,” kata Kayla.
“Tunggu saya di sini,” perintah Afif tidak mau dibantah.
“Iyaa, okay,” jawab Kayla.
“Mbak, nitip istri Afif, ya,” kata Afif kepada mbaknya itu. Kayla memutar matanya malas. Kenapa harus dititip segala sih, dikira barang apa, batin Kayla.
“Iyaa, tenang aja,” kata Ifa.
Setelah itu Afif dan suaminya Ifa berangkat menuju masjid santri putra. Ifa dan Kayla menuju masjid santri putri.
“Kayla yang sabar ya, menghadapi sifat Afif yang galak itu,” kata Ifa. Mereka berjalan beriringan.
“Hehe iya, mbak,” jawab Kayla dengan tersenyum.
“Betah gak tinggal dengan Afif?.”
“Iyaa, harus betah mbak.”
“Pasti Afif selalu bersikap tegas dan nggak ada lembut-lembutnya ya, Kay?,” tanya Ifa karena yang Ia tahu adiknya itu sangat galak dan tegas.
“Iya mbak, Mas Afif sangat tegas dan serius gak pernah bercanda,” kata Kayla sambil tertawa kecil.
“Dasar emang enak itu,” kata Ifa menggelengkan kepalanya.
“Mbak, ini ngaji kitab begini setiap malam, kah?,” tanya Kayla.
“Bagi santri, iya tiap malam. Kadang habis Maghrib kadang habis isya kayak sekarang. Santri juga kalau tidak ada pengajian ada sekolah Diniyah,” jelas Ifa. Kayla mengangguk mengerti.
“Mbak juga mengajar di sekolah tiap hari, ya?,” tanya Kayla.
“Iya, setiap hari,” jawab Ifa.
“Kamu sudah dapat jadwal, kan?,” tanya Ifa.
“Iya sudah, mbak.”
kayla sampai di masjid putri dan langsung mengambil duduk di barisan yang memang disediakan untuknya dan Ifa. Di sana juga ada Mbak Nabila kakak pertamanya Afif. Kayla melihat seluruh santri yang juga menatapnya dari awal dia masuk.
“Itu Neng Kayla.”
“Itu istrinya Ra Afif.”
“Lihat itu istrinya Ra Afif.”
Kira-kira begitulah rentetan perkataan santri-santri itu. Kayla hanya tersenyum melihat mereka yang menatapnya.
“Kamu sih gak pernah keluar rumah, jadi semua santri penasaran sama kamu, semua orang penasaran sama istrinya Afif Farhan,” kata Ifa di telinga Kayla sambil tertawa kecil.
“Gak boleh keluar sama Mas Afif, mbak,” kata Kayla berusaha tersenyum santai.
“Iya, mbak ngerti,” katanya.
“Yang memberikan kajian siapa, Mbak?,” tanya Kayla.
“Adiknya Umi, dari Malang, makannya kita ikut pengajian ini karena jarang banget beliau ke sini, kadang sebulan sekali atau setengah bulan sekali,” jelas Ifa kepada Kayla.
“Oh, iya mbak,” jawab Kayla. Setelah itu Kiai Sahal adiknya uminya Afif masuk ke dalam masjid, para santri langsung diam dari yang tadinya ramai langsung sepi.
Kayla berusaha mengingat wajah beliau apakah beliau hadir saat acara pernikahannya dulu.
“Oh iya, beliau ada pas nikahan dulu, duduk di sebelah Abah,” kata Kayla dalam hati.
Setelah itu pengajian dimulai, semua santri membuka kitabnya termasuk Kayla juga. Dalam pengajian kitab ini, Kiai Sahal membacakan kitab dalam bahasa arab dengan artinya. Para santri mendengarkan dan mengartikan dengan ditulis di kitab mereka. Setelah itu, Kiai Sahal akan menjelaskan isi kitab yang baru dibaca olehnya.
Hal ini tidak membuat Kayla heran, karena waktu di pondoknya dulu Ia juga pernah mengaji kitab seperti ini. Jadi Kayla sudah lancar menulis dan mengartikan dalam bahasa arab, minusnya Kayla tidak lancar berbahasa arab karena Kayla memang fokus belajar bahasa Inggris.
Sekitar pukul 21.00 pengajian selesai dan Kiai Sahal sudah keluar dari masjid. Kayla, Ifa dan Nabila berdiri lebih dulu sebelum santri berdiri untuk keluar dari masjid. Mereka berjalan di tengah semua santri yang sedang duduk.
“Lebih cantik mana Neng Kayla sama Ustadzah Fatimah?,” kata salah seorang santri yang terdengar oleh Kayla.
“Siapa ini Ustadzah Fatimah,” kata Kayla bergumam kecil.
“Siapa?, Ustadzah Fatimah?,” tanya Ifa. Mereka sedang di depan masjid dan hendak pulang ke rumah.
“Iya mbak, siapa ustadzah Fatimah?,” tanya Kayla penasaran karena tadi dirinya dibandingkan dengannya.
“Dulu Ustadzah Fatimah ini katanya suka sama Afif, tapi Afif nggak. Terus mereka sering dijodoh-jodohin oleh santri di sini,” jelas Ifa. Kayla diam, tidak merespon.
“Kamu tenang aja, Afif beneran tidak ada rasa untuk Fatimah,” kata Ifa menepuk pundak Kayla.
“Iya, mbak,” jawab Kayla cengo.
“Ustadzah itu masih di sini, mbak?,” tanya Kayla penasaran.
“Iya masih di sini, dia mengajar kelas Diniyah,” kata Ifa.
“Kenapa Mas Afif gak suka Ustadzah Fatimah?,” tanya Kayla yang sangat penasaran.
“Lebih baik nanya suamimu, ya,” kata Ifa tersenyum melihat Kayla.
Mereka sampai di rumah Ifa, seperti kata Afif Kayla menunggu di sana. Lima menit kemudian Afif dan suami Ifa datang. Setelah itu Kayla dan Afif kembali ke rumahnya.
“Katanya Mas Afif dijodohin sama Ustadzah Fatimah, ya?,” kata Kayla yang tidak bisa menahan diri untuk tidak bertanya kepada Afif. Afif menatapnya datar.
“Siapa yang bilang seperti itu?,” tanya Afif.
“Saya denger aja tadi, gak sengaja,” kata Kayla yang sedang berjalan di samping Afif.
“Katanya Ustadzah Fatimah suka saya dan para santri menganggap kita cocok, tapi saya merasa tidak cocok,” jelas Afif santai.
“Oh,” Kayla hanya ber oh saja. Kayla tahu di pesantren kadang ada santri yang menyukai Lora nya dan para santri akan nge ship mereka, berharap mereka bisa bersama.
“Jangan berpikir macam-macam, saya tidak ada hubungan apa-apa dengan ustadzah itu,” kata Afif lagi. Kayla hanya mengangguk mengerti tidak niat untuk merespon.
Mereka sampai di rumah, Afif membuka pintu untuk Kayla dan menguncinya setelah mereka masuk.
“Kenapa Mas gak suka Ustadzah Fatimah?. Bukannya dia jelas salehah?,” tanya Kayla masih kepo.
“Saya tidak menyukai seorang perempuan kecuali dia istri saya,” kata Afif tegas. Kayla diam di tempat, Ia kaget dengan apa yang baru saja Ia dengar.
“Istrinya itu aku, terus dia suka aku, gitu?,” batin Kayla.
“Gak jelas, ah. Aku gak mau terlalu pede. Terserah, deh,” batin Kayla lagi.
Kayla yang diam akhirnya tersadar saat Afif sudah berjalan hendak masuk ke kamar. Sedangkan Kayla ke dapur untuk mengambil air dingin di kulkas.
Tiba-tiba Ia merasa panas, Ia membuka kulkas untuk mengambil botol air mineral dan langsung meminumnya.
“Kalau minum duduk,” kata Afif yang sudah ada di belakangnya. Kayla kaget dan menoleh ke arah Afif.
“Mas selalu ngagetin, tiba-tiba muncul aja,” dumel Kayla. Kemudian Ia duduk di kursi dan meminum airnya lagi.
“Kamu aja yang tidak fokus,” kata Afif juga mengambil air minum di kulkas dan ikut duduk di kursi, Afif juga meneguk air mineralnya.
Mereka sama-sama diam tidak ada yang memulai obrolan. Afif dan Kayla sama-sama sibuk dengan pikirannya sendiri.
“Mas suka Kayla?.”
“Kamu sudah suka saya?.”
Mereka secara bersamaan menanyakan hal yang sama perihal perasaan mereka. Mereka terdiam tanpa kata dan hanya saling menatap tanpa suara.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 54 Episodes
Comments