Azan subuh berkumandang mengisyaratkan kepada semua orang untuk segera bangun dari tidur dan menunaikan salat subuh. Afif dan Kayla sudah bangun dari setengah jam yang lalu, mereka salat tahajud bersama. Saat ini mereka sedang salat sunnah dua rakaat sebelum subuh. Setelah itu Afif berdiri hendak pergi ke musala tempat keluarga dan warga sekitar salat berjamaah. Kayla tentu saja salah di rumah.
Setelah salat subuh Kayla seperti biasa lanjut membaca surah Al-waqiah dan mengaji juz 15. Ia mengaji 3 lembar setelah habis salat.
Selagi Kayla mengaji Afif datang dari Musala dan duduk di sofa. Beberapa menit kemudian Kayla selesai mengaji dan meletakkan Al-Qur’an nya.
“Udah sampai juz berapa?,” tanya Afif menatap Kayla. Afif benar-benar memegang ucapannya saat Ia bilang mau nge cek kayla apakah dalam satu hari Ia mengaji 7 lembar Al-Qur'an.
“Juz 15 tadi, mau juz 16,” kata Kayla.
“Okay,” kata Afif dan menyandarkan kepalanya di sandaran sofa.
“Mau balik pukul berapa?,” tanya Kayla seraya membenarkan kerudungnya di depan cermin.
“Habis asar,” jawab Afif.
“Kamu puas-puas in dulu di sini, main sama Azam,” suruh Afif melihat ke arah Kayla.
“Iya, tentu saja,” jawab Kayla. Kemudian Kayla keluar kamar. Ia biasanya nyapu rumah di pagi hari.
"Kay, ini bawa kopi dan cemilan buat suaminya,” kata Ibu Kayla.
Kayla yang baru selesai menyapu mengambil nampan tersebut dan membawanya ke kamarnya.
“Ini kopi dan cemilan,” kata Kayla meletakkan di depan Afif. Terlihat Afif sedang membuka laptop nya.
“Hmm, terima kasih,” jawab Afif tanpa mengalihkan pandangan dari laptop nya.
Kayla keluar kamar dan duduk di depan rumah. Karena masih lumayan pagi, Kayla memanggil adiknya, Azam untuk lari pagi di jalan di sekitar rumah.
“Azam lari pagi, yuk,” ajak Kayla.
“Ayok,” jawab Azam dari dalam rumah.
Azam sudah bersama Kayla dan siap untuk pergi. Namun, Kayla tidak langsung berangkat, Ia masuk ke rumah dan membuka pintu kamar.
“Saya pergi lari pagi bareng Azam, ya,” pamit Kayla.
“Lari pagi di mana?,” tanya Afif.
“Di jalan depan, sekitar rumah sini aja, gak jauh,” kata Kayla menjelaskan kepada Afif.
“Ganti baju, jangan keluar dengan baju tidur,” kata Afif tegas.
Kayla hendak ngomel tapi Ia urungkan, takutnya nanti malah makin kena omel. Ia langsung berjalan dan mengganti baju tidurnya dengan rok dan atasan biasa.
“Pergi dulu, ya,” kata Kayla sebelum membuka pintu kamar.
“Jangan lama-lama,” pesan Afif melihat Kayla sekilas.
“Iyaaa,” jawab Kayla dan keluar dari kamar.
“Ayo, Zam,” kata Kayla menarik tangan Azam untuk segera berlari kecil. Mereka terlihat sangat senang.
Setengah jam kemudian, Kayla dan Azam sudah sampai rumah dan mereka langsung mandi dan ganti baju dilanjutkan untuk salat dhuha di kamar masing-masing. Setelah itu mereka sarapan bersama di ruang makan.
Bapak Kayla dan juga Ali mengajar di sekolah di dekat rumahnya setiap hari. Ali juga mengajar di Madrasah Aliyah di bagian santri putra tempat dia mondok dulu. Ibu Kayla membuka apotek di depan rumahnya. Kakek dan nenek Kayla Karena sudah tua berdiam di rumah. Begitulah kesibukan keluarga Kayla.
“Saya ada kerjaan, kalo butuh apa-apa panggil aja saya di kamar,” kata Afif dan meninggalkan Kayla sendiri di ruang tengah. Azam sudah berangkat sekolah jadi rumah terasa sepi.
Tadinya Kayla ingin membantu ibunya di apotek tapi di sana udah ada yang bantuin, ada kakek nenek juga di sana. Ibu Kayla menyuruh Kayla di rumah aja. Kayla jadi bosan.
Ia masuk ke kamar dan duduk di sofa di depan Afif. “Kalo saya ke rumah teman boleh gak?,” tanya Kayla menatap Afif yang sibuk membaca sesuatu di laptop nya.
“Mau ke mana?,”
“Ke rumah teman,” jawab Kayla.
“Gak usah, kalau mau ngobrol tinggal telepon aja temannya, nggak usah ke rumahnya,” kata Afif.
“Aiiish gak seru lah, lebih seru ketemu langsung,” kata Kayla.
“Mending diam di rumah,” kata Afif datar. Kayla tidak menjawab dan memilih untuk memainkan handphone nya.
Kayla sudah menduga bahwa Afif tidak akan mengizinkannya keluar apalagi hanya untuk main ke rumah teman, bagian Kayla.
Sekitar pukul 11.00 siang ada yang memanggil salam di depan rumah. Kayla terdiam melihat ke arah Afif.
“Ada tamu tuh,” kata Afif.
“Ih gak ada ibu,” jawab Kayla yang enggan membuka pintu.
“Kan ada kamu,” kata Afif melihat aneh ke arah Kayla.
“Saya yang buka pintunya kalo gitu?,”
tanya Afif.
“Saya aja,” kata Kayla dan keluar kamar untuk membuka pintu untuk tamu itu.
Ternyata tamu tersebut adalah uwaknya kakak dari ibu Kayla. Kayla mempersilakan uwak dan istrinya masuk dan memanggil Afif.
Mereka mengobrol dengan Afif. Kayla menyajikan teh dan beberapa makanan di depan uwak nya tersebut.
“Kalian jangan sampai menunda untuk punya anak, ya,” nasehat uwak langsung pada intinya.
“Tidak baik menunda-nunda untuk punya anak,” kata uwaknya lagi.
“Enggi (artinya “iya”) Wak,” jawab Afif dengan senyumannya.
“Iya, bagus. Di luar sana banyak banget pasangan yang ingin punya anak, tapi ada juga yang menunda. Kalian jangan begitu,”
“Enggi, Wak,” jawab Afif mengangguk.
Kayla hanya ikut mengangguk saja sambil berusaha tersenyum. Ia berpikir kenapa ibunya belum datang. Ia harus diselamatkan dari ceramah dari keluarga begini, batin Kayla.
Afif tentu saja lanjut mengobrol banyak hal dengan uwak nya tersebut.
Setelah mengobrol cukup lama, akhirnya uwak dan istrinya Kayla pulang, Karena ada acara mendadak yang harus mereka hadirin.
Kayla bisa bernapas lega saat uwaknya tersebut sudah pergi. Ia langsung pergi ke dapur dan mengambil air dingin di dalam kulkas dan meminumnya dengan posisi duduk d depan kulkas.
“Kenapa kamu?,” tanya Afif heran melihat Kayla yang sepertinya kehausan.
Kayla merasa sangat haus mengingat kata-kata Afif yang Ia dengar tadi, “Iya, sedang diusahakan (membuat anak) wak” itu terngiang-ngiang di telinga Kayla. Geli aja menurut Kayla dan entah kenapa Ia jadi haus.
“Haus,” kata Kayla dan meletakkan kembali botol air minumnya ke dalam kulkas.
Afif hanya mengangguk kemudian masuk ke kamar. Kayla juga ikut masuk ke kamar.
Karena beberapa menit lagi akan masuk waktu dzuhur, Afif dan Kayla bergantian untuk berwudhu di kamar mandi. Setelah adzan zuhur berkumandang mereka salat berjamaah.
Setelah salat, berdzikir dan mengaji Afif langsung duduk di sofa. Sedangkan Kayla rebahan di atas kasur.
“Kenapa wajah kamu tadi kelihatan tidak terlalu senang dan kayak terkesan memaksakan senyumnya?,” Afif bertanya kepada Kayla karena tadi dirinyalah yang kebanyakan ngobrol dengan uwak nya.
“Hmm gak papa, sedikit malas aja, itu kayak ceramah agama tahu,” ujar Kayla jujur.
“Mereka hanya menasehati kita,” jelas Afif.
“Iya sudah saya iyakan semua kan tadi itu,” jawab Kayla sambil memejamkan matanya.
“Waktu kuliah dulu kamu sering menghadiri kajian?,” tanya Afif penasaran karena barusan Kayla membahas soal ceramah.
“Nggak, saya tidak se ukhti itu ikut kajian,” kata Kayla jujur, dirinya memang tidak pernah ikut kajian.
“Emang arti ukhti apa?,”
“Kalo ukhti tuh yang pakaian nya tertutup, sangat ukhti dan akhlak nya bagus, pintar agama, dan bisa bahasa Arab, itu menurut Kayla,” kata Kayla menjelaskan apa yang Ia tahu tentang kata ukhti.
“Sok tahu,” kata Afif datar.
“Salah kah, jawaban Kayla?,” tanya Kayla melihat ke arah Afif.
“Kurang tepat, ukhti artinya saudara perempuan, untuk yang kamu sebutkan tadi arti ukhti dari versi zaman sekarang,” jelas Afif.
Kayla hanya mengangguk, mengerti.
“Ikut kajian atau menghadiri suatu majelis ilmu itu hal baik dan in syaa Allah akan mendatangkan ridho Allah, entah kamu merasa diri kamu ukhti atau nggak, ya tetap aja harus rajin menghadiri majelis ilmu,” kata Afif panjang lebar.
Kayla meringis mendengar itu, ya ampun dirinya kena ceramah lagi kali ini, batinnya.
“Iya saya mengerti,” jawab Kayla dengan wajah sok serius. Ia ingin segera berhenti mendengar Afif berceramah. Bagi Kayla kata-kata Afif tadi itu terlalu ceramah keagamaan.
“Tadi udah diceramahi sekarang juga kena ceramah, waaah,” kata Kayla menyandarkan kembali punggung nya ke kasur.
Afif hanya bisa menggelengkan kepalanya melihat tingkah Kayla tersebut.
“Nanti di rumah kamu hadirin ceramah tiap hari Jumat,” kata Afif tegas.
“Lah, kok jadi nyuruh Kayla ikut ceramah?, nggak mau,” geleng Kayla menatap kesal ke arah Afif.
“Harus mau,”
“Gak mau, titik. Cukup mas aja yang ceramahin Kayla tiap hari gak papa, serius,” kata Kayla dengan wajah serius.
Afif tersenyum tipis mendengar kata cukup dirinya yang menceramahi dia. Padahal Afif hanya memberitahu, segitu tidak maunya dia ke majelis ilmu agama, batin Afif heran dan sangat tidak habis pikir. Afif bertekad akan memaksa Kayla untuk rajin ikut kajian ke depannya.
“Nanti saya geret kamu,” ancam Afif.
“Dih gak mau yaa, pokoknya gak mau ish,” kata kayak kesal, kemudian Ia memeluk guling nya dan menutup seluruh tubuhnya dengan selimut.
Kayla semakin tidak mau pulang ke rumah Afif jika begini, kemungkinan Ia akan disuruh kajian oleh suaminya itu. Bukan tidak mau mendapat ilmu, tapi menurut Kayla bisa belajar via gadget di rumah. Ia mendumel di balik selimut namun beberapa menit kemudian Ia tertidur.
Afif sibuk membaca dan mengetik setelah Ia merasa lelah Ia meninggalkan laptop nya dan berjalan ke arah ranjang untuk ikut tidur siang. Ia juga harus istirahat mengingat nanti sore akan melakukan perjalanan kembali ke rumahnya.
Afif melihat Kayla yang masih menutupi seluruh badannya dengan selimut, Ia menurunkan selimut nya sedikit agar tidak menutupi wajahnya takut Kayla tidak bisa bernafas. Afif tersenyum kecil melihat wajah damai Kayla.
Setelah itu, Afif memejamkan matanya dan terbang ke alam mimpi.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 54 Episodes
Comments
Mukmini Salasiyanti
aqu heran ya..
Kayla ni udah sarjana kan?
udah mengajar pulak...
koq kyknya tokoh Kayla disini msh kekanakan yaa???
2024-02-26
0
Mukmini Salasiyanti
waduhh.
kay...
kay....
2024-02-26
0