Setelah salat ashar Afif dan Kayla sudah siap untuk kembali ke rumah keluarga Afif. Semua keluarga Kayla mengantarkan mereka sampai di depan rumah.
“Kayla jangan nakal, nurut apa kata Afif,” peringat ibunya.
“Iya, Bu. Kayla ngerti, ish,” kata Kayla dengan nada mendumel.
“Kayla yang benar kalo ngomong sama orang tua,” kaya Afif tegas dengan tatapan tajamnya.
“Iya, maaf,” kata Kayla dengan cengiran khas nya.
“Kita pamit, semuanya,” pamit Afif kepada semua keluarga di sana.
“Iya hati-hati, nak,” kata Ibu Kayla.
Afif dan Kayla mengalami satu persatu Bapak, Ibu, Kakek dan nenek Kayla. Azam juga Salim kepada Kayla dan Afif. Sedangkan Ali hanya menepuk pundak Afif pelan, “Hati-hati brow,” katanya.
“Assalamualaikum,” kata Kayla dan Afif.
“Waalaikumsalam.”
Kayla melambaikan tangan kepada keluarganya, dan melihat Azam Ia jadi sedikit sedih, “Bye bye Azam,” kata Kayla lagi. Azam juga ikut melambaikan tangan kepada kakak perempuannya itu.
Perjalanan menuju rumah Afif membutuhkan waktu sekitar satu jam setengah jika tidak macet, jika terkena macet maka sekitar 2 jam baru sampai di rumah Afif. Hal tersebut karena rumah Afif beda kabupaten dengan rumah Kayla.
Sekitar pukul 05.00 sore Afif dan Kayla sampai di rumah mereka. Kayla membawa barang mereka ke dalam rumah, Afif juga membantu membawa barang-barang yang dibawa dari rumah mertuanya.
“Kita langsung ke ndalem,” kata Afif. Mereka harus ke sana untuk memberitahu bahwa mereka sudah di sini. Kayla tidak menjawab dan mengikuti Afif untuk pergi ke ndalem.
“Assalamualaikum,” kata Kayla dan Afif dan masuk ke dalam rumah.
Abah, umi dan adiknya, Fahri sedang duduk di ruang keluarga.
“Waalaikumsalam,” jawab mereka.
“Baru sampe?,” tanya Umi Dhilah.
“Iya, mi,” jawab Kayla dan salin kepada uminya. Ia juga Salim kepada Abah Afif. Dan tersenyum ke arah Fahri.
“Hai, Mbak,” sapa Fahri mengangkat tangannya ke arah Kayla.
Kayla hanya tersenyum melihatnya.
“Kita langsung balik, ada oleh-oleh dari ibu, (ibu mertuanya) udah dibawa ke dapur ndalem oleh santri tadi mi,” kata Afif memberitahu Uminya.
“Nak, kenapa ibunya repot-repot, terima kasih yaa, sampaikan kepada ibunya,” kata Umi Dhilah tersenyum ke arah menantu nya.
“Iya, mi,” jawab Kayla dengan wajah tersenyum ramah.
“Kak, kok langsung balik aja?, padahal aku pengen ngobrol dulu dengan mbak Kayla,” kata Fahri melihat ke arah Afif.
“Dia capek, habis perjalanan. Kita balik Mi, Bah,” kata Afif dan menarik tangan Kayla.
Kayla masih heran kenapa sikap Afif menjadi dingin ketika Fahri ingin berbicara dengannya, padahal sudah jelas Fahri itu adalah adik kandungnya.
Sesampainya di rumah mereka, Mbak Tin sudah menyiapkan minuman untuk kedua pasutri itu.
“Terima kasih, mbak,” kata Kayla.
“Iya neng, sama-sama,” jawab mbak Tin.
“Mbak langsung balik aja, sebentar lagi Maghrib,” kata Afif.
“Baik, Ra,” setelah itu Mbak Tin undur diri dan kembali ke kamarnya di santri putri ada satu bilik untuk mbak-mbak yang membantu di ndalem.
Zara melirik Afif sekilas, kenapa sudah disuruh pergi padahal Kayla masih ingin mengobrol dengan Mbak Tin.
Afif berjalan ke pintu rumahnya dan mengunci pintu.
“Kok dikunci?,” tanya Kayla heran.
“Hmm sudah malam ini,” kata Afif datar. Kayla hanya mengangguk dan mengikuti Afif yang masuk ke dalam kamar.
Afif bersih-bersih terlebih dahulu, Kayla membersihkan wajahnya di depan meja rias. Setelah Afif selesai mandi, baru Kayla gantian bersih-bersih di kamar mandi.
Setelah azan maghrib tiba, Afif dan Kayla salat berjamaah bersama, setelah itu berdzikir dan mengaji bersama. Dilanjut dengan Kayla yang mengaji dengan ditetenen oleh Afif.
Kali ini Afif tidak salat di masjid karena Ia merasa sedikit lelah.
Setelah salat isya, mereka makan malam bersama. Makanan mereka sebelumnya sudah disiapkan oleh Mbak Tin, Kayla dan Afif hanya tinggal menghangatkan saja.
Di kamar, Afif membuka laptop dan membaca sesuatu di sana. Kayla juga membuka berkas-berkas nya untuk mencari tahu jadwal UTS di sekolah. Afif duduk di sofa dan Kayla juga duduk di seberangnya.
“Kamu pernah belajar Alfiyah, kan?,” tanya Afif melihat ke arah Kayla yang sedang membaca sesuatu di berkas yang sedang Ia pegang.
“Hah,” Kayla terdiam beberapa detik. Ia bingung mau jawabnya bagaimana. Pernah belajar waktu Aliyah tapi gak faham-faham. Duh, bagaimana ya, Kayla bingung sendiri.
“Pernah lah ya, pasti ngaji Alfiyah,” kata Afif lagi.
“I-iyaa, pernah waktu jaman Aliyah, tapi Kayla gak faham-faham, gurunya galak,” kata Kayla berusaha tetap tenang, walaupun sebenarnya merasa malu banget karena dirinya terlihat bodoh di depan Afif.
“Bagaimana kalau dia tahu kalo aku pernah tidak naik kelas waktu di pondok, duh, makin malu nanti,” batin Kayla jadi heboh sendiri.
“Gurunya yang galak, apa kamu yang tidak mendengarkan?,” selidik Afif.
“Gurunya galak, pokoknya kalau pelajaran Alfiyah pasti vibes nya tuh menegangkan banget,” jelas Kayla dengan yakin.
“Terus?,”
“Terus ya, tidak gimana-gimana, saya mah kurang faham kalo arab-arab gitu,” ujar Kayla pelan.
“Ya udah ikut kelas Alfiyah aja lagi sama santri putri,” kata Afif yang sukses membuat Kayla melotot.
“Gak, ah. Kan udah pernah belajar,” kata Kayla.
“Kan belum faham,”
“Ih, masa istrinya sendiri disuruh masuk pesantren lagi?,” kata Kayla kesal.
“Oh, sudah anggap saya suami berarti?,” tanya Afif menaikkan satu alisnya.
“Ehm k-kan emang iya, gitu,” kata Kayla terbata karena Afif sedang melihatnya lekat dari depan laptop nya itu.
“Gitu apa?,” tanya Afif sok tidak mengerti.
“Ish, Mas suami Kayla,” kata Kayla cepat. Ia sedikit geli banget menyebut kata “suami.”
“Ekhem, begitu,” kata Afif berdehem. Kayla jarang banget memanggilnya dengan panggilan mas, hanya di depan orang tua dan di waktu tertentu saja. Sekarang mendengar sebutan itu rasanya ada hal aneh di hatinya yang membuatnya seperti digelitiki.
“Iya, jadi saya tidak usah ikut kelas Alfiyah, yaa,” bujuk Kayla.
“Harus ikut,” kata Afif tegas.
“Dih, gak mau,” kekeh Kayla.
“Kenapa?,”
“Susah loh, lagian saya kan sibuk....,”
“Sibuk apa?,” tanya Afif langsung. Afif tahu di sini, di pesantren nya, Kayla belum mendapat jadwal untuk mengajar.
“Iya sibuk nyiapin materi ajar buat yang di Aliyah,”
“Itu kan setengah bulan sekali,”
“Ish, pokoknya gak mau, titik,” kata Kayla menatap Afif.
“Ya udah, saya yang ajarin kamu di sini setiap malam Senin,” kata Afif.
“Harus banget, kah?,” kata Kayla memelas.
“Hmm saya lebih suka membaca buku bahasa Inggris,” jelas Kayla mengungkapkan isi hatinya.
“Jadi kamu tidak ingin bisa baca kitab kuning, dan bahasa Arab dengan lancar?,” tanya Afif dingin.
“Nggak gitu maksud Kayla,”
“Terus?,” tanya Afif menaikkan satu alisnya.
“Kan Mas yang sudah mahir di bidang ini,”
“Makannya itu saya berkewajiban membuat kamu bisa bahasa Arab dengan lancar.”
“Anjayyyy,” kata Kayla keceplosan. Ia langsung menegang dan memegang mulutnya, “kenapa aku keceplosan ngomong anjay, astaga auto kena ulti,” dumel Kayla.
“Apa kata kamu barusan?,” tanya Afif. Ia menatapnya dingin.
“Hehehe bukan apa-apa, gak sengaja,” kata Kayla berusaha tersenyum santai.
“Sejak kapan kamu suka ngomong kata-kata itu, apakah itu hal baik untuk kamu katakan?,” katanya dingin. Kayla terdiam, Ia jadi takut untuk melihat ke arah Afif.
“Gak ada kata-kata lain yang lebih baik selain kata-kata tadi?,” tanya Afif dengan raut wajah menahan amarah.
“Kayla tidak bermaksud untuk berkata kasar, itu hanya reflek aja ngomong gitu,” jawab Kayla dengan raut wajah yang dia usahakan biasa aja. Kayla memang kadang ngomong begitu dengan teman kosan-nya waktu di Yogyakarta.
“Terus benar ngomong gitu?,”
“Nggak,” cicit Kayla.
“Ambil Al-Qur’an kamu sekarang, baca 5 juz,” perintah Afif.
“Anj...” kata Kayla tidak sengaja karena kaget otomatis Kayla mengeluarkan kata-kata itu lagi.
“Ngaji 10 Juz, sekarang,!” kata Afif final. Afif tidak habis pikir kenapa istrinya itu harus ngomong kata-kata itu.
“Aiiish, gak sengaja, serius,” kata Kayla panik. Ia tidak mau mengaji 10 Juz. Auto besok selesai nya.
Afif tidak menggubris, Ia menyandarkan kepalanya di sofa sambil memijit pelipisnya.
“Aaaaa gak mau 10 Juz, banyak banget, ih,” kata Kayla, kali ini menatap Afif lekat.
“Suruh siapa ngomong gitu."
“Gak ada yang nyuruh, iya maaf Kayla salah, gak akan ngulangin lagi,” bujuk Kayla sambil menggerakkan lengan Afif pelan, saat ini Ia sudah berpindah duduk di samping Afif untuk membujuk suaminya agar tidak jadi menghukum nya.
“Ambil wudhu sekarang dan ambil Al-Qur’an nya, ngaji sekarang, baca 10 juz,” kata Afif tegas.
“Tidak bisa dikurangi, kah?,” kata Kayla sedih.
Tidak ada jawaban dari Afif, Ia sudah lelah menghadapi Kayla saat ini.
“Emang gak kasihan ke Kayla, tah?,” bujuk Kayla lagi. Afif diam dan masih memejamkan matanya.
“Mas, ih,” kata Kayla lagi.
“Apa?,” lirik Afif.
“Maafin, janji gak bakal ngomong gitu lagi,”
“Kalo ngomong gitu lagi, hukuman kamu akan lebih berat,” tegas Afif.
“Iya, gak akan ngomong gitu, lagi,” kata Kayla mengangguk yakin.
“Cepat pergi wudhu,” suruh Afif.
“Jadi ngaji, nih?,” kata Kayla tidak bersemangat.
“Siapa yang bilang gak jadi?,” kata Afif menaikkan satu alisnya, lagi.
“Sekarang, Andini Kayla Rizki!,” kata Afif tidak mau dibantah.
“Huft,” Kayla menghembuskan nafasnya pelan. Kemudian langsung berjalan ke kamar mandi untuk berwudhu.
“Harus gimana aku membimbing nyaa,” gumam Afif melihat Kayla yang hendak masuk ke kamar mandi.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 54 Episodes
Comments
Mukmini Salasiyanti
mangkanya kl gk. mo byk hukuman,
gus afif dikasih jatah aj, kay..
insyaAlloh lgsg ngadem...
😄😃🤣🤣
2024-02-26
0