*Dendam Ratu Muda (DRM)*
Pagi-pagi Wedang Ketek telah pergi ke tanah lapang depan benteng Istana. Dia berangkat bersama Gutang, Salinan dan empat lelaki lain yang merupakan anak buah Abang Kintir pemilik biro jasa Pengirim Lintas Dunia.
Ketika tiba di tanah lapang depan benteng Istana, di sana sudah ada ribuan lelaki yang mengenakan seragam keprajuritan. Namun, ada juga para prajurit yang tidak mengenakan seragam. Alasannya, tidak ada ketentuan harus memakai seragam.
Adapun Wedang Ketek dan rekan-rekannya mengenakan seragam prajurit Pasukan Kaki Gunung, termasuk keempat anak buah Abang Kintir yang ingin disusupkan sebagai prajurit. Jangan ditanya dari mana keempat orang susupan itu mendapat seragam!
Ribuan orang yang adalah para prajurit yang dibebastugaskan sebelumnya, mereka membentuk barisan-barisan yang panjang ke belakang, seperti sedang antri tiket konser dengan belasan loket.
Di depan sana, ada meja-meja yang dimiliki oleh para prajurit Pasukan Ular Gunung. Di setiap meja ada dua orang prajurit yang bertugas mendata para prajurit satu per satu. Prajurit Pasukan Ular Gunung juga menyebar di banyak titik, berdiri dengan senjata lengkap sambil pandangannya mengedar seperti sedang memindai mencari gerakan-gerakan yang mencurigakan.
Di belakang barisan meja dan para prajurit Pasukan Ular Gunung yang mendata, berdiri Panglima Bidar Bintang dan dua orang asistennya.
“Jika kalian ditanya prajurit apa, jawab saja prajurit Gerbang Pemuja Langit dan prajurit dapur istana. Itu posisi tugas yang aman,” kata Wedang Ketek setengah berbisik kepada keempat orang yang dibawanya.
Keempat orang itu hanya mengangguk.
“Berjaga di Gerbang Pemuja Langit, kita akan tahu siapa orang-orang yang masuk ke dalam lingkungan Istana. Jika di dapur Istana, kita akan mudah mendapat cerita-cerita seputar Keluarga Kerajaan dan pejabat. Terkadang obrolan rahasia jadi obrolan para pelayan,” kata Wedang Ketek lagi.
Keempat orang itu kembali angguk-angguk.
“Kalau ada perwira yang menanyakan kalian karena tidak mengenal kalian, katakan, kalian bawaan Prajurit Wira Wedang Ketek. Aku orang terkenal di kalangan prajurit, karena aku ganteng, baik hati, dan tidak sombong,” kata Wedang Ketek lagi.
“Hahaha!” tawa Gutang mendengar kejumawaan sahabatnya itu. Lalu katanya, “Perwira siapa yang mau bertanya? Semua perwira ada di penjara.”
“Tidak, Senopati Kampala tidak dipenjara. Kemarin bertemu denganku,” bantah Salinan.
Dari arah Ibu Kota muncul satu rombongan cukup besar berpakaian ala-ala perwira sepangkat komandan dan prajurit wira. Mereka dikawal oleh puluhan prajurit berseragam Pasukan Ular Gunung dan para pendekar dari Pasukan Hantu Sanggana.
Mereka dibawa dari Penjara Kayu Hitam lalu dikawal untuk masuk ke Istana. Ada dua orang yang berkuda. Langkah kudanya mengikuti kelambatan langkah rombongan. Kedua orang berkuda itu adalah Delik Rangka yang memimpin para pendekar dan seorang perwiratama dari Pasukan Ular Gunung yang memimpin pasukannya.
Rombongan itu lalu melintas menuju ke Gerbang Pemuja Langit. Mereka menjadi pusat perhatian para prajurit Kerajaan Pasir Langit karena pemimpin satuan mereka ada di dalam rombongan tersebut.
“Seharusnya kau di sana, Ketek,” kata Gutang sambil terus memandangi rombongan para perwira yang tidak terlihat dalam kondisi terbelenggu, malah tampil rapi dan gagah-gagah.
“Tapi mau dibawa ke mana mereka?” tanya Salinan.
“Jelas mereka mau dibawa masuk ke Istana,” jawab Wedang Ketek.
“Wah, jangan-jangan….”
“Jangan-jangan apa, Salinan?” tanya Gutang memotong perkataan Salinan.
“Jangan-jangan mereka akan menghadap Gusti Ratu Ani. Sedangkan kau … kau akan turun pangkat menjadi prajurit biasa seperti kami,” kata Salinan mendadak tegang.
Dugaan Salinan itu sukses membuat Wedang Ketek jadi ikut tegang.
“Kau jangan menduga-duga yang menyeramkan!” hardik Wedang Ketek sambil menendang pinggul Salinan, tapi tendangan lembut, meski bukan tendangan sayang.
“Hei! Jangan bertengkar!” hardik seorang prajurit Pasukan Ular Gunung yang berposisi tidak jauh dari mereka.
Terdiam Wedang Ketek dan rekan-rekannya.
Wedang Ketek terlihat bingung dalam kebisuannya. Spertinya dugaan Salinan mengganggu pikirannya. Dia jelas tidak mau kalau proses pendataan itu justru membuat pangkatnya turun jadi prajurit biasa. Memang, semua prajurit yang sedang di data adalah prajurit biasa, kecuali dia. Sudah dijelaskan sebelumnya kenapa hanya dia yang berpangkat prajurit wira di kelompok prajurit yang dibebastugaskan. Sedangkan rombongan perwira kini sedang berjalan menuju ke gerbang benteng, rombongan yang seharusnya dia ada di dalamnya.
Tiba-tiba Wedang Ketek berlari kencang meninggalkan tempat berdirinya. Dia berlari menerobos dua barisan antrian.
“Hei! Berhenti!” teriak prajurit Pasukan Ular Gunung yang tadi menghardik. Dia cepat bergerak mengejar Wedang Ketek.
Teriakan si prajurit mengundang perhatian banyak orang, terkhusus prajurit Pasukan Ular Gunung lainnya yang berjaga. Sementara prajurit Kerajaan Pasir Langit yang sedang mengantri hanya memandangi, mereka tidak mau ikut campur dengan membantu Wedang Ketek, meskipun teman mereka. Intinya prajurit Kerajaan Pasir Langit yang lain tidak mau ikut bikin masalah.
Kericuhan yang terjadi juga memancing perhatian rombongan para perwira. Mereka melihat sepertinya Wedang Ketek berlari menuju rombongan mereka.
Wedang Ketek dihadang oleh tiga prajurit Pasukan Ular Gunung dengan pedang di tangan. Itu memaksa Wedang Ketek berhenti dan memasang kuda-kuda.
“Berhenti dan menyerah!” seru salah satu prajurit berpedang.
Wedang Ketek tidak mengindahkan perintah prajurit itu. Dia bergerak berlari ke samping demi menghindari ketiga prajurit tersebut. Namun, ketiga prajurit juga bergerak cepat. Bukan sekedar menghadang, tetapi juga tanpa ragu menyerang Wedang Ketek dengan pedang.
Wedang Ketek gesit menghindar dan melakukan lompatan salto keren demi menghindari sabetan pedang. Dia menunjukkan kelasnya yang lebih tinggi dari prajurit biasa.
Setelah menghindari serangan ketiga prajurit, Wedang Ketek kembali kabur dan berlari mendatangi rombongan para perwira. Di belakangnya mengejar tiga prajurit tadi.
Delik Rangka dan perwiratama yang memimpin rombongan perwira membiarkan Wedang Ketek datang mendekat, tetapi mereka tetap siaga.
Namun, tiba-tiba seorang pendekar yang mengawal rombongan itu bergerak merespons pergerakan Wedang Ketek. Pendekar bertubuh kurus dan berpakaian putih-hitam itu berlari di udara menyongsong kedatangan Wedang Ketek. Delik Rangka selaku pemimpin pendekar hanya membiarkan pergerakan anak buahnya.
Jleg!
Setelah berlari di udara, maju mendahului posisi rombongan, pendekar yang tidak lain adalah Ceking Badai itu mendarat menghadang Wedang Ketek yang langsung sigap.
Dak dak dak!
Tiga serangan tangan Ceking Badai langsung mendapat tangkisan penolakan dari Wedang Ketek.
Dak dak! Bek!
Tiga serangan awalnya ditangkis, itu membuat Ceking Badai tingkatkan kecepatan serangannya. Dua pukulannya kembali bisa ditangkis oleh Wedang Ketek. Namun, satu tendangan Ceking Badai berhasil menusuk perut Wedang Ketek.
“Yaaah!” keluh para prajurit Kerajaan Pasir Langit yang awalnya senang melihat ketangkasan Wedang Ketek.
Setelah terdorong jatuh dan Ceking Badai hendak menyerang lagi, Wedang Ketek tiba-tiba melompat jauh ke depan rombongan perwira yang berhenti karena keributan yang dibuat olehnya.
“Mohon ampun, Gusti!” seru Wedang Ketek sambil berlutut di tanah menjura hormat kepada perwiratama yang berkuda.
Tindakan Wedang Ketek itu membuat Ceking Badai menahan diri.
“Hamba seorang prajurit wira, sama seperti mereka, Gusti!” seru Wedang Ketek. Dia ingin ikut serta di dalam rombongan.
“Pergilah ke kelompokmu atau kau kami tangkap dan penjarakan, dan kami siksa!” perintah perwiratama Pasukan Ular Gunung yang memimpin pengawalan. “Jika prajurit biasa sepertimu kami percayai kebohongannya, prajurit biasa yang lain juga akan mengaku sebagai prajurit wira.”
“Tidak, Gusti. Aku benar-benar seorang prajurit wira. Sama seperti Tulang Ragi dan Blusukan!” teriak Wedang Ketek lalu menunjuk dua orang prajurit wira temannya yang ada di dalam rombongan.
“Dia bohong, Gusti. Dia hanya prajurit biasa yang sering main bersama kami!” sahut prajurit wira bernama Tulang Ragi yang ada di dalam rombongan. Dia sengaja ingin mengerjai Wedang Ketek yang dinilainya tidak setia kawan. Di saat para perwira dipenjara, dia justru menghirup udara bebas.
Terkejut Wedang Ketek. Seketika hatinya hancur. Ternyata temannya tidak menginginkan kehadiran dan cintanya.
“Tangkap prajurit itu!” perintah perwiratama pemimpin rombongan. (RH)
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 37 Episodes
Comments
@⍣⃝𝑴𝒊𝒔𝒔Tika✰͜͡w⃠🦊⃫🥀⃞🦈
oh kasihan betul kau wedang ketek... sudah pahit asem lagi 😌
2023-12-30
1
jahara nih temannya hhii
2023-11-30
1
❤️⃟Wᵃf🍾⃝ʀͩᴏᷞsͧᴍᷠiͣa✰͜͡v᭄HIAT
kena apes lah si ketek di kerjai teman²nya
2023-11-29
2