DRM 12: Pelepas Kesepian

*Dendam Ratu Muda (DRM)*

 

Malam yang sepi bagi Prabu Dira Pratakarsa Diwana. Biasanya, setiap malam setidaknya ada satu istri yang menemaninya dalam kemesraan. Dua istrinya yang dia ajak berperang menaklukkan Kerajaan Pasir Langit, yakni Permaisuri Tutsi Yuo Kai dan Permaisuri Ginari, mereka sudah pulang lebih awal membawa rasa kecewa.

Sebagai penakluk Kerajaan Pasir Langit, Prabu Dira memilih menginap di Wisma Pengagungan, yaitu wisma untuk tamu negara. Dia di dalam kamar seorang diri.

Sebagai seorang lelaki yang hampir semua malamnya diisi dengan ativitas asmara bersama istrinya, Prabu Dira pada malam ini merasa kurang afdal dalam melewati malam. Akan tidak nyenyak tidurnya tanpa sentuhan jari jemari sang istri.

Istrinya yang paling dekat posisinya adalah Ratu Lembayung Mekar di Kerajaan Balilitan. Bisa saja dia pergi malam itu juga dengan mengendarai burung rajawali raksasanya terbang ke Balilitan hanya untuk urusan “Prabu Kecil” masuk ke lubang halalnya. Namun, itu hanya akan menambah kelelahan fisiknya yang sudah bertempur seharian.

Tidak mungkin juga dia pergi ke Wisma Keputrian untuk bertemu dengan calon istrinya demi sekedar bercengkrama yang membahagiakan hati atau mendapat satu kecupan lembut. Malam sudah larut. Akan berisiko jika menyelinap pergi menemui Ratu Ani Saraswani. Risikonya bukan bahaya, tetapi gunjingan di kalangan prajurit jika ketahuan.

Setelah mengotak-atik akalnya, akhirnya raja berbibir merah itu punya ide.

Tanpa mengenakan baju, tapi masih bercelana, lelaki berambut lurus panjang sepunggung itu berjalan meninggalkan pembaringannya. Anehnya, langkah Prabu Dira menuju ke dinding yang terbuat dari batu dan papan tebal. Bawahnya berbahan batu dan sisi atasnya berbahan papan.

Saat mendekati dinding, Prabu Dira menarik napas panjang dan tangan kirinya mengepal dengan kuat, seperti hendak mengeluarkan ajian kesaktian.

Prabu Dira terus melangkah menabrak dinding. Mengejutkan, raga Prabu Dira bisa menembus dinding seperti lelembut. Namun tidak perlu heran, itu karena sang prabu memang memiliki ilmu Hijau Raga yang membuat raga menjadi halus dan tidak tersentuh oleh zat yang diinginkan. Namun, jika Prabu Dira menginginkan, dia bisa menyentuh zat yang diinginkan. Kata lainnya adalah tidak bisa disentuh, tapi bisa menyentuh.

Masuklah Prabu Dira tanpa kendala ke dalam sebuah ruangan yang sama besarnya dengan kamar miliknya. Di salah satu sudut ada sebuah ranjang. Di sana ada sesosok wanita cantik jelita sedang terbaring dengan sangat menantang.

Di sebut menantang karena gadis itu tidur dengan satu baju yang agak longgar tapi tanpa lapisan pakaian dalam, membuat sepasang bukit dan pucuk kecilnya tercetak jelas. Ditambah pakaian bawahnya hanya balutan kain jarik selutut, yang jika dipakai tidur membuat paha yang cemerlang tersingkap.

Wanita itu memiliki perawakan besar, sehingga barang-barang pribadi miliknya pun besar-besar. Meski hanya ada satu dian yang menjadi penerang, tetapi itu tidak menghalangi Prabu Dira untuk menikmatinya secara visual.

Crek! Sing!

Tiba-tiba tangan kanan wanita berambut panjang itu bergerak secepat kilat mengambil pedang yang tersedia di sisinya. Seiring sepasang matanya yang terbuka, pedangnya juga diloloskan dari sarangnya. Rupanya dia menyadari ada seseorang yang datang dari dalam kegelapan kamar.

“Ini aku, Riskaya,” ucap Prabu Dira dengan tenang.

Terkejut wanita cantik yang tidak lain adalah Riskaya, pengawal pribadi Prabu Dira.

“Ampuni hamba, Gusti Prabu!” ucap Riskaya Cepat lalu turun dari ranjang dan berlutut seraya menjura hormat.

“Tidak apa-apa, Riskaya. Maafkan aku karena masuk tanpa izin kepadamu,” ucap Prabu Dira.

“Tidak apa-apa, Gusti Prabu,” ucap Riskaya, meskipun di dalam hati dia merasa malu karena kondisinya seminim itu dalam berpakaian.

“Bangunlah, Sayang!” perintah Prabu Dira.

Bahagialah perasaan Riskaya karena disebut “Sayang”. Meski Prabu Dira sudah beberapa kali menyebutnya “Sayang”, tetapi itu selalu membuat bahagia dirinya jika mendengarnya.

Riskaya bangun berdiri.

“Ada hal mendesak apa sehingga Gusti Prabu memaksa masuk menemuiku?” tanya Riskaya.

“Aku kesepian, Riskaya,” jawab Prabu Dira jujur.

Seketika senanglah hati Riskaya mendengar itu. Tentunya dia berharap diminta jadi pengisi kesepian sang prabu.

“Apa yang harus hamba lakukan untuk membantu Gusti Prabu?” tanya Riskaya.

Prabu Dira melangkah maju dan merapat ke depan Riskaya. Dengan lembut tangan kirinya menempel di pipi kanan Riskaya. Itu adegan yang menerbangkan perasaan Riskaya ke taman kebahagiaan. Padahal sebelumnya dia tidak bermimpi buruk dalam tidurnya.

“Tampilanmu memancing gairahku, Riskaya. Namun, aku harus menahan diri, tapi tentunya aku akan segera menetapkanmu menjadi selir. Aku berjanji, setelah pernikahan dengan Ratu Ani, aku akan menetapkanmu sebagai selirku di hadapan Ratu Tirana dan Permaisuri Guru,” kata Prabu Dira lembut sambil membelai rambut lebat si gadis.

“Terima kasih, Gusti Prabu. Aku sudah lama menantikan bisa melayani Gusti Prabu dalam asmara,” kata Riskaya lirih.

“Untuk malam ini, cukup pijiti aku saja. Aku cukup lelah setelah pertempuran, terutama setelah melawan Prabu Galang,” ujar Prabu Dira yang sekedar mencari alasan agar bisa bersama dengan calon selirnya tersebut.

“Dengan senang hati, Gusti Prabu. Mau di kamar Gusti atau di sini saja,” kata Riskaya seraya tersenyum.

“Di sini saja,” jawab Prabu Dira.

“Silakan, Gusti Prabu,” ucap Riskaya mempersilakan rajanya untuk naik ke ranjang.

Maka dengan tanpa sungkan, Prabu Dira melepaskan pakaian bawahnya, sehingga dia hanya mengenakan cawat. Tentunya cawat yang dikenakan oleh seorang raja punya merek tertentu dengan kualitan yang bagus, yang membuat penampilan terlihat sangat jantan.

Bergemuruh darah asmara Riskaya melihat penampilan tersebut. Ini untuk pertama kalinya dia melihat rajanya nyaris buto (bugil total) seperti itu. Mungkin karena sudah menganggap Riskaya sebagai wanita yang juga akan menjadi istrinya, Prabu Dira bersikap biasa saja. Mungkin jika dengan istri sahnya, dia akan buto.

Prabu Dira lalu naik ke ranjang dan tidur tengkurap.

Dengan jantung yang berdebar-debar tapi bahagia, Riskaya juga naik ke ranjang dan duduk bersimpuh di sisi tubuh Prabu Dira.

“Aku mulai, Gusti Prabu,” ucap Riskaya menyatakan izin.

“Iya,” ucap Prabu Dira.

Maka mulailah tangan kasar Riskaya memijit bahu Prabu Dira. Maklum, tangan pemain pedang tidak ada yang halus.

“Posisimu kurang bagus, Riskaya. Coba kau naik duduk di pinggangku!” perintah Prabu Dira, membuat Riskaya agak terbeliak.

Perasaan gadis itu jadi berkecamuk antara senang dan malu. Pasalnya, pakaian bawahnya hanya mengenakan kain selutut yang jika dikangkangkan akan terbuka lebar. Tubuh bawahnya pasti akan menyentuh kulit sang prabu. Entah, apakah Riskaya mengenaka celana interen atau tidak?

Namun, karena raja yang memerintah, Riskaya harus totalitas dan loyal. Urusan malu nomor seratu sebelas.

Riskaya pun naik duduk mengangkang di pinggang belakang Prabu Dira. Sang prabu bisa merasakan sentuhan di kulit pinggangnya, membuat gairahnya terpancing. Namum, dia hanya ingin dipijit, tidak mau menodai pengawal tercintanya sebelum sah.

Riskaya dengan telaten dan tekun memijiti dan mengurut tubuh belakang Prabu Dira. Ketika urutan semakin turun, posisi duduk Riskaya naik ke bokong sang prabu, membuat suasana hati keduanya semakin memberontak karena gairah mereka terus mengetuk pintu asmara.

“Kherrr!” Tidak berapa lama, terdengar dengkuran halus dari Prabu Dira.

Ternyata dia keenakan oleh pijitan Riskaya, sampai-sampai tanpa niat dia tertidur.

Namun, Prabu Dira hanya sebentar mendengkur halus, karena dia terbangun kembali.

“Sekarang bagian depan,” kata Prabu Dira sambil bergerak membalik tubuhnya.

Hal itu membuat Riskaya mengangkat duduknya tanpa beranjak. Setelah Prabu Dira berbalik, terlihat bingung dan malulah Riskaya. Pasalnya, jika dia kembali duduk, maka dia akan tepat duduk di kelelakian rajanya, dengan hanya bersekat kain cawat.

“Tidak apa-apa, duduklah!” perintah Prabu Dira lembut.

Riskaya pun pasrah. Dia pun duduk.

Serrr!

Seduduknya Riskaya di atas kelelakian rajanya, setruman gairah langsung menyengat di dalam diri keduanya. Apalagi posisi itu membuat Prabu Dira tidak tahan menahan tangannya untuk ingin menjamah dua bukit besar Riskaya yang sangat menggoda.

Akhirnya, Prabu Dira pun tidak bisa tahan diri. Gairahnya menuntut tinggi. Riskaya pun yang sejak tadi menahan-nahan hasrat, ikhlas seikhlas-ikhlkasnya melepas mahkota keperawanannya. (RH)

Terpopuler

Comments

𝐀𝐍𝐚ᵏɱเ𝐍𝐚ⓝ𝕘

𝐀𝐍𝐚ᵏɱเ𝐍𝐚ⓝ𝕘

Prabu Dira, ya suka suka nya aja donk mau ma siapa ,bebas....

2023-12-10

0

☠️⃝⃟𝑽𝑨𝙊𝙚૨αɳ𝙜𝕻𝖓𝖉𝓐𝔂⃝❥

☠️⃝⃟𝑽𝑨𝙊𝙚૨αɳ𝙜𝕻𝖓𝖉𝓐𝔂⃝❥

dah lah dah lahhhhh........ mas bojoooo mn mas bojooooo...... 😢😢😢

2023-12-10

1

@⍣⃝𝑴𝒊𝒔𝒔Tika✰͜͡w⃠🦊⃫🥀⃞🦈

@⍣⃝𝑴𝒊𝒔𝒔Tika✰͜͡w⃠🦊⃫🥀⃞🦈

walah" kasihan kau Prabu Dira istri sdh mau 12 ngk ada yang mau melayani malah calon selir di bobol dulu hhhh

2023-12-07

2

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!