*Dendam Ratu Muda (DRM)*
Pertempuran terus berkecamuk dengan sengit. Ketiga pasukan sudah menerjunkan sepertiga pasukannya. Pasukan Gajah Besi di keroyok oleh dua pasukan dan mereka kalah jumlah. Namun, meski kalah jumlah, tetapi mereka menang kualitas.
Perwiratama Gonggong Sewa bersama dua perwiratama lainnya sudah terjun ke medan peran. Panglima Raksasa Biru dan gajahnya yang tadi ada di tengah pasukan, kini sudah berdiri di barisang depan dari pasukan yang belum turun. Dia masih memantau jalannya pertempuran. Namun sepertinya, sebentar lagi dia akan maju bersama gajah dan pasukannya di belakang.
Prajurit dari ketiga pasukan terus berguguran, menjadikan medan itu semakin banyak menampung mayat. Prajurit Pasukan Kaki Gunung dan Angkatan Laut yang paling banyak mati. Mereka seperti menghadapi pasukan yang seolah-olah mustahil dikalahkan.
Bagaimana prajurit kedua pasukan Kerajaan Pasir Langit itu tidak frustasi, jika prajurit musuh yang mereka lawan memiliki ilmu kebal, ditambah pelindung tubuh mereka dari besi. Pedang, tombak, panah hingga kuda tidak sanggup membunuh prajurit Pasukan Gajah Besi. Hanya tombak-tombak membara yang bisa membunuh prajurit Pasukan Gajah Besi, tetapi itu juga tidak mudah karena para prajurit itu makhluk hidup yang lincah meski berat.
“Hentikan pertempuraaan!”
Tiba-tiba samar-samar terdengar suara teriakan seorang lelaki dari kejauhan. Suara itu mengandung tenaga dalam. Sumbernya di arah belakang pasukan Kerajaan Pasir Langit yang belum maju berperang.
“Hentikan pertempuraaan! Titah dari Istana Pasir Langit!” teriak satu suara yang lain, juga menggunakan tenaga dalam agar suaranya terdengar lebih keras dan luas.
Senopati Kampala, Panglima Batin Sadar dan Laksamana Dudung Kulo segera menengok ke arah belakang pasukannya. Mereka yang duduk di atas punggung kuda bisa melihat dengan leluasa kemunculan dua penunggang kuda yang berlari kencang mendekati posisi pasukan.
Kedua penunggang kuda itu berperawakan pendekar, tetapi mereka membawa bendera putih yang kayu kecilnya diselipkan di punggung.
“Hentikan pertempuraaan! Titah dari Istana Pasir Langit!” teriak kedua pendekar berkuda itu bersamaan, sehingga suaranya terdengar jelas hingga ke tengah-tengah pertempuran.
Teriakan itu diulang-ulang, sehingga pertempuran di tengah medang perang jadi terhenti sebagian dan mereka mencoba melihat ke sumber suara.
Drap drap drap…!
Drap drap drap…!
Kedua pendekar yang berkuda dengan gagah sudah lewat di antara pasukan yang masih berbaris.
“Hentikan pertempuraaan! Titah dari Istana Pasir Langit!”
“Hentikan pertempuraaan! Titah dari Istana Pasir Langit!”
Kedua penunggang kuda itu terus berteriak dengan mengandung tenaga dalam, sehingga suaranya sampai kepada barisan Pasukan Gajah Besi yang belum turun bertempur.
Setelah melewati pasukan Kerajaan Pasir Langit dari belakang, satu penunggang kuda lalu berbelok. Sejenak penunggang kuda itu mencari-cari. Setelah melihat sosok berpakaian seperti perwira tinggi, pendekar penunggang kuda itu mantap memacu kudanya mendatangi Senopati Kampala.
Sementara pendekar berkuda satunya memacu kudanya tetap lurus memasuki medan perang. Para prajurit yang sedang berperang menahan diri. Perhatian mereka terfokus kepada penunggang kuda yang membawa bendera putih.
“Hentikan pertempuraaan! Titah dari Istana Pasir Langit!” teriak pendekar itu lantang dengan tetap konsisten memacu kudanya di tengah-tengah medan perang yang banyak aral, karena banyak mayat dan bangkai kuda.
Pasukan yang ada di medan perang membiarkan pendekar berkuda itu lewat di tengah-tengah mereka. Sepertinya dia sedang menuju ke barisan Pasukan Gajah Besi.
Pendekar lelaki yang pergi menemui Senopati Kampala mengenakan pakaian merah dengan bagian dada cukup terbuka, memperlihatkan dada kekarnya yang berambut lebat. Kedua tangan pendekar itu berwarna kuning seperti usai dikunyiti. Rambut kepalanya yang gondrong berkibar-kibar ke belakang. Dia dikenal dengan nama Pendekar Tangan Mayat, padahal tangan mayat tidak seperti tangannya. Dia termasuk salah satu pendekar personel Pasukan Hantu Sanggana.
Adapun pendekar lelaki yang menuju ke Pasukan Gajah Besi berusia masih muda. Dia gagah dengan pakaian serba hitam. Rambut kepalanya model botum, botak baru tumbuh. Uniknya, dia memiliki sepasang alis yang berwarna hijau terang. Entah itu warna asli atau hasil celupan di rawa-rawa? Pendekar bersenjata kapak kecil bermata dua itu bernama Ulek Sanggar. Julukannya belum ada. Dia juga termasuk anggota Pasukan Hantu Sanggana.
Keduanya diutus oleh Murai Manikam ke medan perang, semata-mata membawa perintah untuk mencegah pasukan Kerajaan Pasir Langit dan Kerajaan Sanggana Kecil melanjutkan perang.
“Lapor, Gusti!” seru Pendekar Tangan Mayat sambil menjura hormat, ketika dia menghentikan kudanya dua tombak di depan kuda Senopati Kampala.
“Siapa kau?” tanya Senopati Kampala dengan tatapan tajam. Sebab, ciri-ciri Pendekar Tangan Mayat bukanlah prajurit utusan dan asing bagi sang perwira.
“Hamba prajurit pendekar dari Kerajaan Sanggana Kecil!” jawab Pendekar Tangan Mayat.
Mendengar pengakuan pendekar itu sebagai prajurit kerajaan musuh, terkejut dan marah Senopati Kampala. Namun, sebelum sang senopati melakukan sesuatu, Pendekar Tangan Mayat kembali berkata lantang.
“Hentikan peperangan, kekuasaan Kerajaan Pasir Langit telah diambil alih oleh Gusti Prabu Dira Pratakarsa Diwana dari Kerajaan Sanggana Kecil. Prabu Galang Digdaya sudah digulingkan dan ditahan!” seru Pendekar Tangan Mayat.
Terkejut Senopati Kampala dan Panglima Batin Sadar mendengar kabar menyakitkan itu.
“Pasukan Pasir Langit diperintahkan untuk tunduk kepada Gusti Prabu Dira. Bagi pasukan yang tidak mau tunduk, akan dimusnahkan. Jika Gusti Perwira bersedia tunduk, kembalikan pasukan ke barak. Panglima dan para komandan pasukan diperintahkan datang menghadap ke Istana dengan damai!” seru Pendekar Tangan Mayat lagi.
Sejenak Senopati Kampala terdiam. Dia berpikir dengan cepat dan mengkalkulasi untung ruginya. Jika terus berperang apa akibatnya dan jika menyerah apa untungnya.
“Sampaikan kepada rajamu, Senopati Kampala dan Laksamana Dudung Kulo akan datang menghadap!” ujar Senopati Kampala.
“Baik, Gusti,” ucap Pendekar Tangan Mayat. Dia lalu menjura hormat dan pergi bersama kudanya.
“Batin Sadar, perintahkan pasukan mundur!” perintah Senopati Kampala kepada wakilnya.
“Pasukan Kaki Gunung, munduuur!” teriak Panglima Batin Sadar mengandung tenaga dalam.
Mendengar perintah itu, pasukan berseragam cokelat-cokelat segera bergerak mundur, mereka meninggalkan lawan yang justru celingak-celinguk heran mendengar perintah mundur itu.
Drap drap drap…!
Laksamana Dudung Kulo yang belum tahu apa yang terjadi segera datang berkuda menghampiri posisi Senopati Kampala.
“Apa yang terjadi, Senopati?” tanya Laksamana Duduk Kulo.
“Gusti Prabu Galang sudah digulingkan oleh Prabu Dira dari Kerajaan Sanggana Kecil,” jawab Senopati Kampala.
“Apa?!” kejut Laksamana Dudung Kulo.
Pasukan Angkatan Laut yang melihat pasukan rekanannya mundur, jadi bingung di medan tempur, membuat prajurit Pasukan Gajah Besi cengar-cengir dengan tatapan bernafsu kepada mereka. Namun, Pasukan Gajah Besi tidak menyerang mereka hanya sekedar menakut-nakuti.
“Munduuur!” Tiba-tiba terdengar teriakan Laksamana Dudung Kulo.
“Mundur, mundur, munduuur!” teriak para komandan pasukan Angkatan Laut yang sudah ada di medan perang.
Maka dengan lega hati, pasukan berseragam kuning-kuning segera mundur. Mereka memang sangat kesulitan melawan Pasukan Gajah Besi yang seperti sekumpulan monster haus darah, gegara suka berteriak-teriak.
Sementara itu, Ulek Sanggar menghentikan kudanya beberapa tombak di depan gajah Panglima Raksasa Biru.
“Lapor, Gusti Panglima. Hamba Ulek Sanggar, pendekar anggota Pasukan Hantu Sanggana membawa perintah dari Gusti Prabu Dira!” seru Ulek Sanggar.
“Katakan!” perintah Raksasa Biru dengan suara besarnya.
“Gusti Prabu Dira sudah merebut tahta Kerajaan Pasir Langit, hentikan peperangan!” seru Ulek Sanggar.
“Eaaakkkrrr!” teriak Pasukan Gajah Besi ramai-ramai sambil menonjok langit, membuka lebar-lebar ketiak berhutannya, menyebarkan Aroma Gajah Perang.
“Munduuur!” teriak Panglima Raksasa Biru keras membahana.
Maka, Pasukan Gajah Besi yang ada di medan tempur segera bergerak mundur, meninggalkan medan yang penuh oleh mayat dari ketiga pasukan. (RH)
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 37 Episodes
Comments
◌ᷟ⑅⃝ͩ●ιиɑ͜͡✦Amita Sahara ⍣⃝కꫝ
super keren ini Om
2023-12-31
1
◌ᷟ⑅⃝ͩ●ιиɑ͜͡✦Amita Sahara ⍣⃝కꫝ
wah ada yang berbulu bulu
2023-12-31
0
◌ᷟ⑅⃝ͩ●ιиɑ͜͡✦Amita Sahara ⍣⃝కꫝ
Berhenti... ada lampu merah nanti di tiluung
2023-12-31
0