Chapter 9

Aku tidak tahu kami berlari kemana, namun aku terus mengikutinya dan tidak melepaskan tangannya.

Kami bersembunyi di semak-semak yang tidak ada orang, menunggu pertarungan antara bandit dan para prajurit selesai.

“Te..terima kasih.” Aku sangat bersyukur karena dia menyelamatkanku, aku pikir aku akan mati tadi. Namun dia tidak menjawab apa-apa dan hanya memperhatikan sekitar.

Beberapa lama kemudian suara pertarungan mulai hilang, dan salah satu prajurit berteriak.

“Yang bersembunyi keluarlah! Sekarang sudah aman.”

Aku mencoba mengintip untuk melihat situasinya, mataku sudah terbiasa dengan kegelapan. Ketika aku keluar dari semak itu aku melihat banyak tubuh yang tidak bergerak dan tanah di bawahnya menjadi berwarna merah.

Tidak hanya dari kalangan bandit, ada beberapa prajurit juga yang gugur dalam pertarungan itu karena serangan tiba-tiba.

Beberapa prajurit sibuk merawat rekan-rekan mereka, dan beberapa yang lainnya menaikkan jasad rekan mereka yang sudah tidak bernyawa untuk di bawa ke keluarga mereka.

Kebanyakan prajurit yang mati adalah prajurit kelas 2, karena perlengkapan mereka yang berbeda setiap pangkatnya aku bisa mengetahui bahwa kebanyakan yang mati adalah prajurit kelas 2.

Berpikir tentang prajurit kelas 2, aku teringat kepada prajurit kelas 2 yang memberikan makanan untukku.

Aku mencari keberadaannya dengan berlarian sekeliling, aku menemukan dia sedang di rawat oleh rekannya. Dia tertusuk pisau di bahunya namun itu bukan hal besar karena itu tidak fatal.

“Kamu tidak apa-apa?” Aku menghampiri Firmin.

“Oh kau, tidak apa-apa hanya sedikit tergores.” Dia tersenyum ke arahku dan melihat ke belakangku.

“Kau bersembunyi sendirian? Baguslah jika kamu selamat.”

“Sendirian?” Tidak mungkin, aku lupa dengan pria yang menyelamatkanku dan berlari sendirian ke sini. Namun jelas-jelas aku merasakan bahwa aku bersamanya sebelum ke sini.

“Aku bersama seseorang, aku akan mencarinya sebentar.” Aku berlari sekali lagi untuk mencari pria yang menyelamatkanku, namun kemanapun aku mencari dia tidak ditemukan dimana-mana.

Saat para prajurit sudah merawat rekan-rekan mereka, mereka menaikkan kembali barang-barang dan berpikir untuk melanjutkan perjalanan. Karena mereka takut jika bandit-bandit itu akan menyerang lagi dan hutan ini sudah tidak aman.

Ketika semua orang sudah siap, aku mencoba kembali ke kereta sambil melihat sekeliling untuk mencari pria yang menolongku.

Namun saat aku sampai di sana, aku hanya melihat orang-orang yang duduk di depanku dan 3 bersaudara yang duduk di seberangku. Aku melihat ke atas kereta tapi dia tidak kutemukan.

Bagaimana mungkin ada orang yang beberapa menit lalu sedang bersamaku tiba-tiba menghilang begitu saja, aku menanyakan kepada orang-orang sekitar namun tidak ada yang melihatnya.

Ketika seorang jenderal mengisyaratkan untuk berangkat, prajurit yang berperan menjadi kusir menghitung orang-orang di dalam kereta.

“Permisi tuan, ada satu orang yang belum naik.”

Pria itu menghitung jumlah orang di kereta dan benar, dia kehilangan satu orang ditumpangannya.

“Oh, benar.”

Ksatria itu bertanya kepada rekan-rekannya, namun tetap saja tidak ada yang melihatnya dan perintah sudah dikeluarkan. Kami mau tidak mau harus melanjutkan perjalanan.

“Tu-tuan tidak bisakah kita menunggu sebentar? Orang yang duduk di sebelahku belum kembali.”

Pria itu melihat dengan wajah masam, dia terlihat kebingungan. Apa dia harus menunggu dan memiliki resiko tertinggal atau dia harus pergi dan meninggalkan orang yang belum tentu kembali.

“Kita harus jalan, tenang saja. Mungkin dia naik di kereta yang lain.”

Kuda sudah dicambuk dan kereta mulai bergerak, tapi pikiranku masih tetap memikirkan orang itu.

Aku selalu melihat ke sekeliling untuk melihat jika sewaktu-waktu aku melihat bayangan seseorang atau jejak, namun seiring berjalannya kereta harapanku menghilang.

Dua minggu kami habiskan untuk berjalan, kami berhenti beberapa kali di sungai dan desa untuk menginap dan mandi.

Saat itu aku selalu mencari orang itu, namun itu sia-sia. Dia benar-benar menghilang, aku bahkan belum berterima kasih dengan benar.

Kami sudah masuk ke daerah istana Leofwine, di depan gerbang kami melewati beberapa pemeriksaan.

Gerbang kota ternyata melebihi yang ada di pikiranku, gerbang berwarna putih seperti gading gajah yang tinggi menjulang. Disambut oleh beberapa ksatria dengan pakaian baja putih yang mengkilap.

Ketika melewati gerbang kota, aku merasa seperti masuk ke dunia lain. Ini sangat berbeda dengan bangunan-bangunan di desaku.

Jika rumah-rumah di desaku memakai kayu sebagai dinding dan lantai, di sini aku melihat mereka menggunakan batu yang tampak kokoh. Bahkan jalan di kota sangat berbeda dengan desaku.

Jalan di sini tampak seperti campuran batu-batu yang pecah. Namun ketika kereta kuda berjalan melewatinya itu tidak menimbulkan lonjakan sama sekali, bahkan roda berjalan dengan tenang dan tidak seperti sedang berjalan di bebatuan.

Ketakjubanku tidak berakhir sampai di situ, di depanku berdiri bangunan yang sangat megah.

“Itu pasti istana Leofwine.” Pikirku.

Bangunan istana itu luasnya bahkan melebihi luas rumah-rumah di desaku jika itu di satukan. Itu sangat besar, aku berpikir bagaimana bisa seseorang tinggal di rumah yang sebesar desa kami.

Tampaknya tidak hanya aku yang terpukau dengan suasana di sini, seluruh calon pelayan dan ksatria semua membuka mulutnya dengan raut wajah kagum. Ini pertama kalinya mata mereka menangkap pemandangan ini.

Kami di bawa ke suatu tempat yang tidak jauh dari istana, wanita yang akan menjadi calon pelayan diturunkan terlebih dahulu di sebuah bangunan kayu yang cukup besar yang berbentuk seperti rumah, namun sangat besar jika disebut sebuah rumah.

Semua wanita turun dan berkumpul seperti anak ayam.

“Ini adalah tempat tes untuk calon pelayan, kalian bisa beristirahat hari ini. Besok akan ada kepala pelayan dan beberapa orang yang akan memberikan kalian tugas.” Kata pembawa pesan istana sebelum pergi.

Sementara para pria calon ksatria di bawa ke tempat pelatihan militer yang di mana mereka akan berlatih layaknya ksatria.

Saat aku dan yang lain sedang berkumpul di depan pintu terbuka dan seorang wanita dewasa menyambut kami dengan senyum di wajahnya.

“Kalian sudah datang? Silakan masuk.” Wanita itu membuka pintu lebar-lebar dan mempersilakan kami masuk.

Ketika kami masuk pemandangan pertama yang kami lihat adalah ruang makan dengan beberapa meja, dapur untuk memasak dan sebuah tangga untuk menuju ke atas.

“Ruangan ini bisa kalian gunakan untuk makan dan bersantai, di atas adalah kamar kalian. Satu kamar diisi 4 orang.” Wanita itu menunjukkan kami isi rumah tersebut.

“Aku akan mengantar kalian ke kamar.” Kami membawa barang kami dan mengikuti wanita itu. Pintu berbaris menjadi pemandangan yang kami lihat di lantai dua.

Wanita itu berbalik dan mengeluarkan kunci yang terikat satu sama lain dengan sebuah besi berbentuk bulat yang besar.

Dia melihat ke arah kami dan menghitung jumlah kami.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!