Chapter 2

Aku yang kehabisan nafas mencoba menarik beberapa udara dengan mulut sebelum berbicara dengan Ibu.

“Ibu, apa saja yang dilakukan oleh pelayan di istana?” Tanyaku dengan nafas yang masih tidak beraturan.

Ibu mengerutkan dahinya dan memiringkan kepalanya seakan sedang memikirkan jawaban untuk pertanyaanku.

“Mungkin sama seperti mengurus rumah, membuatkan teh untuk Raja, mengurus pangeran dan memasak beberapa makanan untuk mereka.”

Mendengar jawaban dari ibu aku sedikit putus asa, aku tidak tahu caranya mengurus seseorang, aku juga tidak tahu caranya memasak, jika itu hanya menyapu lantai atau membersihkan kamar mandi itu bisa aku lakukan.

Namun walaupun begitu aku tidak menyerahkan kesempatan ini begitu saja, aku bisa belajar. Ini belum terlambat, lagipula saat mereka membawaku ke kota mereka pasti akan mengajariku sedikit tentang itu. Tapi aku setidaknya harus memiliki dasar agar aku tidak terlalu tertinggal.

“Ibu, tolong, tolong ajari aku memasak mulai sekarang.”

Ibu menatapku dengan pandangan serius, mungkin dia tidak percaya bahwa aku yang selalu bermain-main sampai lupa waktu sampai saat ini akhirnya memutuskan untuk berubah.

“Baiklah, nanti sore kita akan mulai memasak makan malam untuk Ayah.”

Aku mengangguk mendengar jawaban dari Ibu, ini adalah langkah pertama yang bisa aku lakukan. Jarak dari Kerajaan Leofwine ke Desa Eshina sangat jauh, aku setidaknya punya beberapa hari untuk bisa belajar menjadi pelayan yang baik.

Matahari sudah berada di sisi barat dan langit sudah mulai kehilangan cahayanya.

Aku mendengar suara pintu depan terbuka dan di saat bersamaan aku mendengar suara Ayah.

“Ayah pulang.”

Aku yang berada di perapian dengan Ibu yang sedang memasak makan malam berbalik ke arah suara itu.

Punggung ayah tampak penuh dengan kayu-kayu yang digendongnya, tangan kanan membawa kantung coklat yang ibu berikan kepada ayah tadi pagi dengan sebuah kapak yang biasa Ayah bawa untuk memotong kayu. Sedangkan di tangan kirinya Ayah membawa seikat daging yang masih segar dengan warna merah cerah.

Ibu menyambut kedatangan Ayah, membantu Ayah menurunkan muatan yang ada di punggungnya. Ayah menyerahkan daging itu kepadaku dan menaruh kapaknya di kotak barang.

“Dari mana kau mendapatkan itu?” Tanya Ibu merujuk pada daging yang Ayah bawa pulang.

“Ah… itu, tadi John melihat rusa di hutan, dia lalu mengejarnya dan memburunya. Awalnya aku dan Robert khawatir karena dia tidak kembali dalam waktu yang lama, tapi dia berhasil menggendong rusa besar itu sendirian dan membagi dagingnya dengan kami.”

Aku mengambil sebuah ember berisi air dan sebuah kain lalu memberikannya kepada Ayah untuk membasuh mukanya.

“Terima kasih.” Senyum hangat itu Ayah tunjukan kepadaku, aku senang ketika melihat Ayah tersenyum karena hal-hal kecil yang aku lakukan. Aku membalas senyum Ayah dengan gigi yang terlihat.

Ayah membersihkan mukanya dengan air dan kain yang aku siapan, setelah mengeringkan wajahnya Ayah melihat sekeliling ruangan.

“Dimana Lina?”

“Dar!”

Lina yang daritadi bersembunyi di belakang pintu mulai muncul dan mencoba mengejutkan Ayah. Ayah yang terkejut membalikkan badannya dan melihat malaikat kecil lainnya di belakangnya.

“Oh.. kau berusaha mengagetkan Ayah ya hahaha.” Ayah tertawa dan mengelitik perut Lina, Lina tertawa terbahak-bahak karena merasa geli.

“Ayah hentikan.” Ayah tidak melepaskan Lina dan masih mengelitik perutnya, setelah Ayah rasa itu sudah cukup dia mulai menggendong Lina namun Lina tampak malu-malu dan enggan dengan yang Ayah lakukan.

“Ayah aku sudah 12 tahun.” Kata Lina.

“Tapi kau masih gadis kecil bagiku hahaha.”

Walaupun aku tau Ayah lelah tapi ketika Ayah bersama kami Ayah tidak pernah menunjukkan bahwa dirinya kelelahan. Ayah tetap tersenyum dan bercanda bersama kami, seakan letih Ayah hilang ketika dia melihat keluarganya.

Ibu cepat-cepat menyiapkan hidangan makan malam, seketika meja kosong itu penuh dengan peralatan makan dan juga makanan yang lezat.

“Ayo kita makan dulu.”

“Benar, ayo kita makan.”

Ayah menurunkan Lina dan mulai duduk di meja makan, Ayah sedikit terkejut karena makan malam ini lebih banyak dari biasanya.

Ayah melihat-lihat semua yang ada di meja dan pandangannya mulai berhenti ketika melihat sesuatu yang hitam gosong di depannya.

“Apa ini?”

Ayah menyentuhnya dengan penasaran dan hati-hati.

“Ah.. itu..” Ibu ingin menjawab namun dirinya terlihat sangat cemas.

“Itu aku, aku yang membuatnya. Aku minta ibu mengajariku untuk memasak, namun hasilnya tidak bagus karena aku lupa mengeluarkannya.” Aku tidak bisa menatap wajah Ayah ketika mengatakannya.

Pie itu dibuat dengan banyak bahan, aku bahkan memasukkan banyak daging sapi dan domba ke dalamnya karena awalnya aku ingin menghidangkan itu untuk Ayah. Namun aku terlalu ceroboh karena aku tidak pernah memasak sebelumnya.

Aku menutup mataku dan terus melihat ke bawah, aku takut dimarahi. Walaupun aku tidak pernah melihat Ayah marah sebelumnya, tapi aku takut ini adalah waktunya aku dimarahi.

“Oh begitukah? Ini Lisa yang membuatnya?” Ayah masih memasang senyum lembut di wajahnya, jika orang-orang melihat Ayah yang selalu tersenyum seperti ini. Mereka mungkin akan berpikir Ayah adalah orang yang lemah dan akan tunduk pada orang lain.

“Kalau begitu, aku coba ya.” Ayah memotong pie itu dan memasukkan ke dalam mulutnya.

Aku yang khawatir dengan rasanya merasa tidak enak kepada Ayah karena harus memakannya.

Ketika Ayah terus mengunyah dan menelannya mulutnya mulai berbicara.

“Ini enak, hanya saja rasa smokeynya terlalu kuat. Mungkin bisa dikurangi sedikit lagi, tapi aku suka karena dagingnya banyak hahaha.”

Ayah tidak mengatakan makananku tidak enak, dia bahkan memujinya sambil bercanda. Itu lebih baik untukku karena aku pikir dia tidak akan menyukainya.

Ayah bangkit dan memelukku dengan kedua tangannya dan dia mengelus kepalaku.

“Tidak apa, ini pengalaman pertamamu. Kau akan jadi lebih baik kedepannya, teruslah lakukan apapun yang kau suka dan kau inginkan.”

Kata-kata Ayah sangat membangun rasa percaya diri dalam diriku, itu adalah kata-kata yang seseorang ingin dengar ketika mereka melakukan kesalahan.

“Baik Ayah aku akan berusaha.” Ayah lalu kembali ke tempat duduknya dan kami mulai makan bersama.

Dalam sekejap seluruh makanan yang ada di meja itu habis tidak bersisa, tidak terkecuali pie buatanku. Ayah hampir memakan lebih dari setengahnya dan tidak komplain sama sekali.

Itu adalah malam yang menyenangkan lainnya berada dalam keluarga ini.

Kehangatan yang didapatkan di rumah, tertawa dengan keluarga dan tersedia makanan hangat di depan mata. Suasana ini adalah suasana yang cukup untuk membuat seseorang rindu ketika mereka tidak akan lagi merasakannya.

Keesokan harinya aku bangun pagi-pagi untuk membantu Ibu memasak sarapan, aku hanya bertugas memotong-motong tomat, wortel dan juga daging yang kemarin Ayah bawa.

Terpopuler

Comments

Ricarika Rfp

Ricarika Rfp

cerita bagus dan ringan

2024-04-20

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!