Chapter 5

“Hee.. kau berpikir terlalu jauh. Lagipula mereka akan datang dengan beberapa calon prajurit lain, seharusnya itu tidak ada masalah.”

“Aku menolak, aku tidak ingin membahayakan nyawaku sendiri dengan sesuatu yang tidak pasti.”

Selova menolak ajakanku dengan dingin, aku hanya mematung ketika mendengarkan ucapannya.

“Bu-bukankah jika kamu pergi keluar kita tidak akan bertemu lagi?” Tanya Betha.

“Tentu saja tidak, jika aku berhasil mendapatkan posisi pelayan di sana aku akan menulis surat untuk keluargaku dan untuk kalian juga karena kalian tidak ingin ikut. Dan jika aku sudah berhasil nanti, aku ingin membawa keluargaku untuk tinggal di kota.”

Betha memasang wajah kagum dan Selova sangat terkejut.

“Kalau begitu semangatlah, aku akan mendukungmu. Jika ada yang mengganggumu di sana kau bilang padaku, aku akan langsung berlari sampai istana.” Selova berkata dengan gagah.

“A-aku juga akan membantumu.” Ucap Betha.

Mendapatkan dukungan dari mereka membuat hatiku menjadi lebih tangguh, walaupun sebelumnya perkataan Selova sempat membuatku terdiam beberapa saat. Namun tidak ada yang lebih jujur dari kata-kata yang keluar dari mulutnya.

Aku berdiri dengan tubuh tegap di hadapan mereka, melompat ke tubuh mereka berdua untuk memeluk mereka.

Selova tampak ingin jatuh ketika aku berada di atas tubuhnya namun dia berusaha untuk tegap dengan menahan berat di tubuhnya. Sementara Betha tidak banyak melawan, walaupun kacamatanya hampir terjatuh karena tanganku yang mengalungi lehernya dia tidak menunjukkan reaksi yang tidak nyaman.

Mereka membalas pelukanku dengan beberapa tepukan di pinggangku.

“Kau harus berhasil, dan membawaku jalan-jalan ke kota suatu hari nanti.”

Selova mengusap rambutku dengan lembut.

“Tentu saja, kalian tunggu saja. Suatu hari nanti aku akan membawa kalian melihat-lihat suasana di luar desa ini.”

Langit sudah setengah gelap, aku berpisah dengan Selova dan Betha lalu mulai berlari untuk pulang ke rumah.

Aku lupa bahwa saat ini aku harus belajar memasak dengan ibu setiap hari untuk membuat keterampilanku semakin baik. Bagaimana bisa aku melupakan sesuatu yang penting ini sekarang.

Mungkin karena aku sebelumnya lebih sering bermain di luar daripada membantu Ibu, jadi aku terbiasa pulang saat Ibu sudah hampir selesai memasak makan malam.

Sesampainya aku di depan pintu rumah, aku mendorong pintu itu dengan sekuat tenagaku.

“Ibu…”

Aku terengah-engah karena berlari dari tempat aku biasa berkumpul sampai ke rumah.

“Ada apa Lisa?”

“Apa Ibu sudah mulai memasak makan malamnya?”

“Ibu baru ingin memulainya, Ibu tadi sempat menunggumu. Namun Ibu pikir kamu akan pulang seperti biasanya.”

Ibu menunjukkan kedua tangannya yang sedang memegang kentang dan pisau.

“Baguslah, aku tidak terlambat.”

Aku mengelap keringatku dengan tangan dan mulai mencoba bernafas dengan normal sebelum menghampiri Ibu.

Aku mengangkat badanku dan menggulung lengan bajuku.

“Ibu apa yang bisa aku bantu?”

“Apa kau ingin belajar mengupas?”

Aku mengangguk, Ibu menyerahkan pisau dan kentang yang belum selesai dia kupas kepadaku.

Aku memperhatikan hasil kupasan yang sudah Ibu selesaikan, berusaha untuk menyamakannya.

Aku memfokuskan padanganku kepada kentang dan pisau yang ku pegang, jarak wajahku dengan kentang sangatlah dekat. Namun memotong kentang ternyata tidak mudah, kentang yang kukupas bentuknya menjadi sangat kecil.

Aku tidak hanya memotong kulit kentangnya, namun juga dagingnya ikut terpotong.

Aku menghela nafas.

Ibu yang melihat hasil kupasanku tertawa kecil.

“Kenapa ini susah sekali?” Aku merengek dengan wajah masam.

“Tidak apa-apa lanjutkan saja, tapi kulit kentang hasil kupasanmu jangan dulu dibuang. Ibu akan mengambil sisa dagingnya setelah kamu selesai.”

“Baik bu.”

Aku kemudian melanjutkan mengupas beberapa kentang lagi, namun mau bagaimanapun aku selalu memotong kulit bersama dagingnya.

Walaupun begitu aku tidak terlalu peduli, aku yakin jika aku terus melakukan ini perlahan-lahan aku akan mulai membaik.

Saat semua kentang berhasil dikupas, aku membandingkan hasil kupasanku dengan hasil kupasan Ibu. Dilihat bagaimanapun hasil kupasanku bentuknya sangat kecil dan bentuknya tidak cantik, tidak seperti punya Ibu.

“Ibu sudah beres” Aku menyerahkan keranjang berisi kentang yang sudah dikupas kepada Ibu.

“Oh sudah? Hebat.”

“Hehehe” Mendengar pujian Ibu membuatku tersenyum malu, mau bagaimanapun aku sudah dewasa tapi terkadang aku selalu kebingungan untuk bereaksi ketika mendengar pujian dari orang lain.

“Apa lagi yang harus aku lakukan?”

“Hmm.. bagaimana jika kamu mulai memotong keju di sana, Ibu akan menyiapkan api dan membereskan sisa-sisa kentangnya.”

“Oke bu.”

“Memangnya Ibu ingin membuat apa?” Tidak ada sesuatu yang melesat dipikiranku ketika melihat kentang dan keju yang Ibu siapkan untuk menu makan malam.

“Kentang tumbuk.”

“Kentang tumbuk?” Aku sedikit bingung, bukan karena nama makanannya, atau penyebutannya. Tapi ada sesuatu hal lain yang membuatku terheran.

“Eh tunggu.. jadi nanti kentangnya dihancurkan?”

“Iya karena sudah beberapa hari ini kita selalu makan gandum, Ibu berpikir sebaiknya kita ganti bahan lain.”

“Hee.. berarti kentang yang aku kupas tadi akan dihancurkan juga.” Aku merengek mendengar itu, jika tau seperti itu aku tidak perlu khawatir bagaimana bentuk kentang yang aku kupas. Aku terlalu mengkhawatirkan hal yang sia-sia.

“Ibu, aku sudah selesai.” Aku menyerahkan potongan keju yang sudah kupotong kepada Ibu.

Betapa terkejutnya Ibu melihat potongan keju yang aku potong secara asal-asal.

“Kenapa kau memotongnya begini?”

“Lagipula nanti dihancurkan, aku tidak perlu memotongnya rapi-rapi.” Kataku dengan wajah masam.

“Walaupun begitu kamu tidak boleh melakukannya seperti itu, sisa kejunya nanti jadi berantakan.”

Aku melihat sisa kejunya dan berpikir “Ah benar juga.”

“Maaf bu.” Tidak butuh waktu lama untukku menyesal.

“Tidak apa\=apa, namanya juga belajar. Salah-salah sedikit tidak apa-apa.” Ibu tersenyum hangat kepadaku.

Mulai dari sini, Ibu mengambil alih seluruh dapur.

Aku hanya memperhatikan Ibu yang akan membuat kentang tumbuk.

Kentang yang kulitnya sudah dikupas, dihancurkan sampai benar-benar halus. Kemudian Ibu menambahkan susu dan mengaduknya, secara ajaib susu yang berbentuk seperti air itu menghilang setelah lama-lama diaduk. Seperti tercampur sempurna dengan kentangnya.

Saat Ibu rasa kentang dan susunya sudah tercampur sempurna, Ibu melelehkan keju yang tadi aku potong dan mencampurkannya ke kentang-kentang yang hancur itu.

Keju dan kentang sudah ada dalam satu tempat, Ibu mulai mengaduk semuanya di atas api.

Aku melihat kentang tumbuk ini seperti memiliki tekstur yang sangat aneh, itu padat namun lembut disaat bersamaan.

Setelah dirasa cukup Ibu mengangkat kentang tumbuk itu dari api dan ditutup agar panasnya terjaga.

“Selesai.”

“Seperti itu saja? Gampang sekali.”

‘Kentang tumbuk, sepertinya sangat mudah jika membuatnya sendiri. Hanya perlu menghancurkan kentang, keju dan menambahkan sedikit susu, aku harus mengingat ini.’

Tiba-tiba aku menyadari bahwa aku tidak merasakan keberadaan Lina.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!