Chapter 8

Aku membawa tas yang sudah kusiapkan dari semalam, berisi beberapa baju dan juga makanan untuk aku makan dalam perjalanan.

Setiap saat aku selalu menoleh ke belakang untuk melihat keluargaku, tidak bisa dipungkiri bahwa setiap langkah aku menjauh dari mereka. Rasa sedih dalam hatiku terus bertumbuh.

Kami digiring ke atas kereta, dari desaku ada 5 orang yang akan naik. Namun hanya aku satu-satunya wanita di antara mereka.

Prajurit membantuku menaikan barangku, dan aku duduk tepat di ujung kursi belakang.

Ketika seorang Jenderal yang memimpin pasukan memerintahkan pasukan untuk berangkat, seluruh kuda mulai bergerak.

Aku terus melihat ke belakang agar aku bisa melihat wajah keluargaku untuk beberapa saat, mereka terus melambaikan tangannya dengan mata yang berkaca-kaca.

Aku hanya bisa tersenyum kecil dan membalasnya dengan lambaian pelan.

Kami terus berjalan hingga gerbang desa dan tanpa kusadari wajah keluargaku berangsur-angsur mengecil hingga akhirnya tidak terlihat.

Ada 10 orang termasuk aku yang ada di kereta ini, aku melirik mereka satu per satu.

3 orang yang naik bersamaku adalah si kembar dari keluarga Mochan, jika melihat dari wajah mereka dilihat dari sisi manapun mereka semua sangat identik. Namun tidak sulit untuk membedakan mereka, kakak tertua selalu memiliki mata paling berani, kakak kedua memiliki rambut lebih pendek dari yang lainnya. Rambut atasnya sedikit panjang namun sisinya sangat pendek, sedangkan yang terakhir terlihat dari wajahnya dia memiliki sifat yang paling lembut, atau harusku bilang yang paling pengecut.

Aku melihat anak yang naik bersamaan dengan kami, tapi bagaimanapun aku melihatnya aku sangat yakin bahwa aku tidak pernah bertemu dengannya.

Dia memiliki poni yang hampir menutupi kedua matanya, namun saat matanya terlihat matanya tampak tajam tapi juga kosong disaat bersamaan. Dilihat dari penampilannya, sepertinya dia adalah orang yang tidak bisa diajak untuk berteman.

Ketika aku memperhatikannya, dia melirik ke arahku. Tidak ingin ketahuan aku pura-pura menoleh ke arah yang lain secara perlahan.

Perjalanan kami sangat panjang, kami sudah 3 hari berjalan. Namun kami baru melewati 4 desa dan baru sampai di hutan Seachnall yang dekat dengan desa Drogo.

Kami hanya berhenti ketika ingin istirahat makan selama kurang lebih 30 menit, dan tidak lama kemudian kami melanjutkan perjalanan.

Aku tidak pernah tidur dengan berbaring, selalu tertidur dengan posisi duduk di kereta.

Tidak jarang ketika kami melewati jalan bebatuan dan terjadi guncangan, aku selalu terbangun karena terkejut.

Namun saat ini kami berhenti di hutan Seachnall untuk bermalam.

Beberapa prajurit sibuk memasang tenda, dan beberapa lainnya sibuk memasak makanan.

Ketika malam tiba, mereka menyalakan api unggun dan bernyanyi bersama. Walaupun menurut mereka ini merupakan momen kehangatan bersama namun bagiku ini tidak lebih dari sekedar peristirahatan sementara.

Mungkin jika aku melakukan ini dengan keluargaku aku akan gembira dan tertawa bersama Ibu, Ayah dan Lina.

Saat aku sedang melamun tiba-tiba sebuah tangan kasar menyodorkan sebuah mangkuk kayu berisi sup panas ke depan mukaku.

“Makanlah! Jangan melamun, kita harus bergembira sekarang. Aku tau walaupun ini tidak bisa dibandingkan dengan momen ketika kamu bersama keluargamu setidaknya ini bisa membuat hatimu sedikit lebih ramai.”

Aku terdiam mendengar orang itu bicara, pikiran pertama yang muncul di kepalaku tentang orang ini adalah dia pasti orang ramah dan gampang berteman, atau mungkin dia tidak punya teman sama sekali.

“Terima kasih…” Aku menerima pemberian orang itu dan menatap wajahnya.

Dia sedikit terkejut karena berpikir dia adalah orang aneh yang mengajakku berbicara tiba-tiba.

“Ah tidak aku bukan orang aneh, aku ksatria kelas dua namaku Firmin.” Dia memperkenalkan dirinya dan mengulurkan tangannya bermaksud untuk berjabat tangan.

Aku tidak sadar dia mengulurkan tangannya, aku hanya menatap wajahnya dengan ekspresi bingung dan mulut yang sedikit terbuka.

Melihat ekspresi wajahku dan tangan kasarnya yang tidak terjabat, dia buru-buru menarik tangannya dan mengusap ke bajunya.

“Aku harus kembali, jika sudah selesai kau bisa taruh itu di mana saja. Nanti seseorang akan mengambilnya.”

Aku mengangguk sebagai tanda mengerti.

Aku mencoba sedikit sup ini, rasanya tidak terlalu buruk. Namun tetap tidak bisa dibandingkan dengan masakan Ibuku.

Melihat para prajurit menari dan mendengar mereka bernyanyi mungkin sedikit menenangkanku karena suara berisik mereka setidaknya bisa mengisi rasa sepi di kegelapan hutan saat ini.

Namun kesenangan itu tidak berumur panjang, tiba-tiba salah satu prajurit yang sedang menari di dekat api unggun tertembak anak panak yang tidak tahu dari mana asalnya.

“Ah..” Prajurit itu mengerang, beruntung karena dia selalu bergerak ke sana kemari anak panah itu tidak menyenai titik vitalnya.

Saat itu semua prajurit berhenti menari dan bergerak, mereka mulai memperhatikan sekitar dengan posisi tubuh yang siaga.

Mereka menginjak-injak api unggun agar keberadaan mereka tidak diketahui oleh musuh.

Suasana menjadi sepi dan kelam, aku tidak bisa melihat apapun sekarang. Hanya memegang dengan erat mangkuk yang ada di tanganku dengan perasaan ketakutan.

Tiba-tiba seseorang menggunakan pisau kecil berlari keluar dari kegelapan dan mulai menyerang para prajurit.

Apa mereka perampok yang biasa menjarah dan mengecat kereta-kereta yang mau lewat? Tapi mengapa mereka berpikir untuk menjarah kereta milik kerajaan, bukankah tadi ada beberapa tim yang sudah menyisir tempat ini dan menyatakan tempat ini aman.

Aku belum terbiasa dengan kegelapan ini, tapi aku bisa mendengar dengan jelas suara orang-orang berteriak dan suara pedang yang beradu dengan nyaring.

Aku mencoba bangkit dari posisiku, tiba-tiba telinga kananku mendengar suara nafas yang sangat jelas. Aku menoleh perlahan, saat itu aku melihat wajah pria dengan senyum yang menyeramkan.

“Kau milikku.” Dia bicara dengan suara serak seperti seseorang yang tidak minum air ketika bangun tidur.

Hatiku berdebar sangat cepat, aku ingin menggerakkan kakiku namun aku seperti tidak memiliki tenaga untuk mengangkatnya. Rasa takutku mengalahkan keinginanku untuk kabur, tapi aku mengangkat kakiku sekuat tenaga.

Mulutku ingin meminta tolong tapi sekeras apapun aku mencoba berteriak suaraku tidak bisa keluar. Pria itu menarik rambutku hingga terjatuh, sup yang ku pegang jatuh ke tubuhku. Rasa panas dari sup itu tidak bisa aku rasakan karena aku sudah sangat ketakutan.

Dia berdiri di atas tubuhku dengan mata melotot, dia mencekik leherku dengan kuat. Aku mencoba menyingkirkan tangannya, tapi kekuatanku sangat tidak sebanding dengannya.

Tiba-tiba seseorang menendang pria menyeramkan itu, dia adalah pria yang duduk di sebelahku ketika di atas kereta kuda. Pria dengan poni yang menutupi rambutnya, pria menyeramkan itu tersungkur.

Tidak ingin berhenti sampai di situ, dia melempar pria menyeramkan itu dengan batu ke matanya dan menarik tanganku untuk lari.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!