"Mama langit, Senja pulang, mama." teriak dua bocah menggemaskan di halaman rumah. Baru saja mereka turun dari mobil sudah berlari mengejar mama Rini yang kata mereka sangat baik.
"Sayang, kalian sudah pulang?" tanya Rini, Dia mengecup keduanya bergantian.
"Sudah mama," jawab mereka serentak.
"Ma. obat rahim itu apa, ma?" Tanya Senja polos. Kening, Rini mengerut tak mengerti.
"Ada apa sayang? Memang nya siapa yang bilang obat rahim?" Tanya Rini, dia mensejajarkan tubuhnya pada dua bocah menggemaskan itu.
"Tadi pagi, kan kami diantar sama oma ke sekolah. terus oma bicara sama oma teman ku di sekolah. Katanya obat rahim yang mama minum sangat manjur." Ucap Senja dengan polosnya.
Deg
Rini kaget mendengar nya. Dia mencerna semua yang diucapkan putri kecilnya. Setelah beberapa menit Rini baru bisa paham dengan apa yang di ucapkan oleh Senja.
"Jadi selama ini mama Siska memberiku obat penghancur rahim, bukan penyubur? Astaga, jahat sekali nenek sihir itu.. Tapi tak masalah, toh selama ini aku tak pernah meminum nya, Anggap saja misi mu berhasil. Asal kau tau saja, aku tak akan mengandung jika saja Mas Elang tidak memberiku nafkah batin.." Bisik Rini dalam hati.
Rini semakin berpikir untuk ke depan nya dia akan semakin waspada. Semua orang bisa saja jadi musuhnya termasuk, Elang suaminya.
"Sekarang kalian kembali ke kamar , ya sayang. Ganti baju, mama tunggu makan siang di meja makan.."
"Iya mama." Seru ke duanya. Mereka berlarian menuju kamar mereka.
"Hati - hati. Awas jatuh, sayang." Teriaknya memperingati dua bocah menggemaskan tersebut.
Rini sibuk menata makan siang di meja makan. terdengar deru suara mobil. Ternyata Ali bersamaan dengan Siska yang sudah datang.
"Apa yang kau bawa? "Tanya Siska memicingkan mata.
"Wanita ini, untung saja ibu nya pak bos, coba saja orang lain sudah aku tutup mulut nya. Sudah tau aku bawa bunga tapi pake nanya lagi." Bisik, Ali dalam hati.
"Ali. Apa yang kau bawa?" Tanya Siska kembali.
"Eh, itu, ini bunga nyonya. Bunga buat Bu Rini." Pak Elang meminta saya mengantarkan bunga ini buat, Ibu.. Ucap nya .
"Cek, buat apa beli bungan segala, bisa - bisa uang putra ku habis hanya untuk memanjakan wanita kampung itu."
"Tidak nyonya. Bunga nya tidak mahal, hanya dua juta saja kok." Elaknya.
"Apa katamu. Dua juta itu mahal, Ali." Siska yang kudung kesal langsung masuk kedalam rumah, di lihatnya kedua cucunya makan siang bersama, Rini.
"oma, kami lagi makan, ya jangan buat ribut. Kata mama Rini tidak boleh ribut kalau sedang makan. Kalau oma mau marah, marah saja sama mang Ujang.." Ucap Senja dengan polos. Ali menahan tawa mendengar celotehan, Senja, ia juga bisa melihat, Siska sudah manahan amarah nya.
Siska yang tak berkutik di hadapan kedua cucunya akhirnya memilih duduk. Siska menunggu Rini mengambilkan makan siang. tapi tak kunjung di buatkan.
"Ali kau datang?" Tanya Rini lembut.
"Iya bu. Ini ada kiriman bunga dari bapak. Katanya sebagai tanda maaf bapak untuk tadi malam. Bapak juga berpesan kalau malam ini bapak mengajak ibu makan malam diluar.."
siska melotot mendengar nya. Dia tak percaya dengan apa yang dikatakan, Ali.
"Buat apa makan malam segala. habisin uang saja." Tukasnya ketus.
"Oma juga habisin uang. Oma sering belanja. Mama Rini tidak suka belanja, kata papa uang yang dihasilkan papa untuk mama dan kami." Ucap Senja. Ali semakin senang melihat wajah Siska yang memberengut.
"Apa kamu ketawa, Ali. Senang kamu melihat ku di pojokkan sama cucuku sendiri?"
"Ti. Tidak, nyonya mana saya berani.... Bu Rini, ini bungan nya mohon di terima saya harus kembali ke kantor.."
Rini menerima bunga tersebut, lalu di letakkan nya di meja dapur. Biarlah nanti dia bawa ke kamar nya.
Sedang kamu mendapat perhatian dari, putra ku. Sinis Siska.
"Ya ampun ma, mas Elang itu suami aku, ma jadi hal wajah bila di berikan bunga sama suami.."
"Oma, jangan cemburu dong, oma minta saja bunga sama opa. Pasti opa mau belikan." Ucap Langit girang. Langit sangat senang , papa mereka perhatian pada mama nya.
***
"Bro.." Davit datang menghampiri, Elang. Mereka hari ini sudah janjian main golf bersama sehabis selesai meeting.
"Davit maaf untuk acara mu yang berantakan. Atas nama istriku aku minta maaf."
"Tidak apa. lagi pula aku percaya jika istrimu tidak mungkin melakukan hal yang di tuduhkan."
"Maksud mu?" tanya Elang penasaran
"Rini itu wanita yang baik dan tulus, rasanya aku tidak akan percaya dia mengatakan hal seperti itu pada orang tua."
Deg
Elang kaget mendengar nya, jika orang lain saja bisa percaya itu pada istrinya, lalu kenapa dia tidak.
"Bro, sebaiknya kamu lindungi istrimu. Maaf bukan nya apa - apa. Aku bicara seperti ini karena aku juga sudah punya istri. Wanita itu ada titik jenuhnya, jika mereka sudah tidak mampu lagi bertahan maka mereka akan menyerah. Masih untung dia hanya pergi dari rumah mu, bagaimana bila dia pergi dati dunia ini?"
"Apa maksud mu, Vit, jangan bicara omong kosong."
Davit terkekeh. "Lang, berdasarkan apa yang aku lihat tadi malam, kau sebagai suami tidak ada sedikit saja rasa khawatir mu jika istrimu terluka. Bagaimana kalau misalnya, Rini punya suatu penyakit lalu di tampar mamaku sedemikian kuat. lalu Rini istrimu pingsan dan berakibat fatal. Aku rasa kamu tidak akan menuntut mamaku kan, kamu akan membawa istrimu ke rumah sakit, lalu membiarkan mereka lepas walau sudah menyakiti istrimu sendiri.."
Elang lagi - lagi diam, ia tak tau harus menjawab apa, sebab apa yang di sampaikan, Davin adalah kebenaran.. "Lepaskan dia jika kau tidak mencintainya. Dia juga manusia seperti kita, dia juga punya keluarga walau tidak lengkap seperti kita. Setidaknya ada kakek nya, seorang pria renta yang akan merasakan sakit bila mengetahui cucu nya tersayang di sakiti orang lain berulang kali,.."
"Biarkan dia bebas di luaran sana, Biarkan dia bahagia dengan cara nya sendiri. Rini itu bukan anak kecil yang bisa di jadikan sebagai bahana mainan, Bro.. Jujur saja, jika hal itu terjadi pada istriku, maka jangan harap aku akan memaafkan mama ku sendiri, bila sudah tega menyakiti ibu dari anak ku.."
"Ya sudah! Kita kembali ke dalam, jangan melamun, hanya saja pikirkan Rini yang menderita hidup bersama mu.."
"Tapi, aku selalu memberinya uang, Vit. Tidak mungkin dia menderita, wanita itu suka uang, sama seperti mama ku. Mama akan diam kalau papa sudah memberikan mama uang yang banyak."
Peletak..
Davin gemas sendiri mendengar apa yang diucapkan, Elang. Bisa - bisanya dia mengukur segalanya dengan uang. Memang nya kebahagiaan bisa di beli dengan uang, Memang nya nyawa bisa di beli dengan uang? Kan, tidak!
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 64 Episodes
Comments
Mukmini Salasiyanti
ups! ada yg Oon!!! 🤣🤣
2023-11-13
0