Riang diperkenankan pulang siang ini. Keluarga Ahmad yang dengan senang hati mengantar Riang dan Citra.
"Biar orang papa yang bawa mobil Ziyad, Nay! Kamu ikut mobil papa aja nganter Riang nya!", pinta Ahmad. Naya pun mengangguk setuju.
Dan di sebuah mobil mewah itu Riang berada. Dia duduk di apit diantara Citra dan Naya. Gadis kecil itu tampak muram.
Mungkin dia akan lebih bahagia jika papanya yang mengantarkan dirinya pulang ke kontrakan. Dia ingin pamer, ingin menunjukkan pada para tetangga dan teman-temannya julidnya bahwa ia punya papa. Selain tampan, pekerjaan papanya juga banyak yang di impikan oleh banyak orang.
Tapi sayang... sepertinya dia tidak bisa pamer!
Apa karena aku berniat pamer sama mereka, makanya Allah ngga ngijinin papa nganterin aku ya? Batin Riang.
"Kok diem aja sayang?", tanya Citra.
Riang menggeleng lemah. Dia tak ingin jujur pada mamanya bahwa ia sebenarnya kecewa saat papanya tak bisa mengantarkannya pulang.
Tapi dia juga tidak bisa memaksa mamanya agar papanya berada bersamanya saat ini. Dia tahu, papanya sedang bekerja.
Jika mamanya sedang memasak saja Riang tak diijinkan untuk membantu, apalagi papanya yang bekerja di kantor polisi? Pasti dia hanya akan menggangu pekerjaan papanya.
Sepertinya Naya paham keresahan Riang.
"Insyaallah nanti pulang kerja, papa ke rumah Riang!", kata Naya. Citra langsung menoleh pada istri sah dari mantan kekasihnya tersebut.
"Maaf Nay, tolong jangan membuat janji apa pun sama Riang. Aku hanya takut dia akan semakin kecewa jika Ziyad memang sibuk dan tidak bisa menemui Riang."
Naya terdiam. Sepertinya dia memang salah, selalu mengambil keputusan sendiri.
Riang mendongak menatap wajah mamanya. Tangan Citra masih mengusap kepala Riang dengan sayang.
"Memangnya papa ngga boleh datang ke kontrakan kita ya Ma? Apa karena tempat kita jelek dan kotor ya?", tanya Riang yang pertanyaannya mulai memacu adrenalin Citra.
"Bukan begitu sayang. Papa Riang kan bekerja, dan pekerjaannya itu banyak. Dia tidak bisa pergi dan masuk kerja semai sendiri. Ada aturan yang harus papa ikuti. Paham maksud mama?", tanya Citra mencoba memberikan penjelasan sesederhana mungkin.
"Oh...iya Ma!", kata Riang terdengar kecewa. Tak terasa mobil sudah berhenti di depan gang.
"Gang nya kecil Om, tidak ada akses untuk mobil melintas!", kata Citra sedikit tak enak hati.
"Ngga apa-apa Cit, kita bisa jalan ke sana kan?", Aisyah yang menyahuti. Citra mengangguk tidak enak.
"Mama, mau gendong!", rengek Riang. Citra menarik nafas perlahan, sebenarnya ia ingin menolak karena kondisi badannya memang belum terlalu fit. Tapi jika ia menolak , nanti Riang bakal ngambek lebih parah.
"Eyang saja yang gendong!", tiba-tiba saja tubuh Riang sudah melayang terangkat oleh tangan Ahmad yang besar meski tak sekekar dulu saat masih bertugas.
Riang tak menolaknya. Bahkan ia memandangi wajah Ahmad yang mirip dengan papanya.
"Apa papa pinjam wajah Eyang ya, kok mukanya mirip?", celetuk Riang. Ahmad jadi tersenyum sendiri mendengar pertanyaan absurd Riang.
Pinjam wajah??? Ada-ada aja pemikiran anak satu ini!
Citra merasa tak enak sendiri pada Eyangnya Riang, tapi sepertinya Ahmad sama sekali tak merasa keberatan menggendong Riang.
Akhirnya Citra memimpin jalan untuk masuk ke komplek kontrakannya.
Jangan ditanya seperti apa tatapan demi tatapan para tetangga melihat Riang berada dalam gendongan seorang lelaki dewasa yang terlihat berada.
Belum lagi Citra yang juga ditemani dua perempuan berpakaian bagus tidak sederhana seperti Citra.
Yang julid makin julid, yang biasa baik jadi kepo sendiri!
"Wah.... artis bo*** udah pulang lagi aja nih? Bawa pasukan dari mana nih? Jangan-jangan habis ada insiden... langsung BO deh!", sindir Tante Julid karena memang namanya Julidah!
Citra tak menanggapi ucapan tetangganya yang kerap membuat ia naik darah.
"Wah... parah, Lo cuekin gue Citra? Harusnya Lo minta maaf karena udah nampar gue!!!", sahut si Julid yang seolah ingin menunjukkan pada orang-orang di belakang Citra bahwa Citra bukan perempuan baik-baik.
Tapi ternyata rombongan Citra tak menggubris celoteh si Tante Julid tersebut. Dan hal itu membuat ia semakin kesal.
Citra berhenti disebuah rumah petak yang berderet. Tak ada teras hanya pintu yang langsung terhubung dengan ruangan. Bahkan tak ada setengah meter pintu itu dari jalan yang mereka lalui.
Jangan lupa, gantungan baju tetangga juga menghiasi atap depan rumah kontrakan Citra.
Citra merasa tak enak sendiri pada keluarga Ziyad yang bersedia mampir di gubuk yang ia tinggali kurang lebih selama enam tahun ini.
Ahmad menurunkan Riang saat mereka di ijinkan masuk oleh Citra yang merasa tak enak hati dengan kondisi tempat tinggalnya.
Mata Ahmad, Aisyah dan Naya meneliti ruangan yang tidak seberapa besar itu. Meski jauh dari kata mewah, tapi Citra bisa mengaplikasikannya dengan baik. Ruangan sepetak itu di jadikan tempat tidur sekaligus dapur.
Naya semakin merasa iba dengan kondisi tempat tinggal Citra. Apa dia masih bisa bersantai ria sedang anak kandung suaminya berada di tempat seperti ini????
Pemikiran yang sama pun ada pada sepasang suami istri lanjut usia itu. Mereka memang bukan miliarder, tapi harta mereka lebih dari cukup untuk menghidupi cucu mereka.
Citra meletakkan tiga teh hangat di hadapan ketiga orang dewasa itu. Riang sendiri berbaring di kasur busa yang sudah tipis meski di tutup dengan seprai yang masih nampak baru.
"Silahkan Om, Tante, Naya!", pinta Citra. Ketiganya mengangguk lalu mengambil masing-masing gelasnya.
"Citra!", panggil Ahmad.
"Sudah berapa lama kalian tinggal di sini? Dan...apa pekerjaan kamu sehari-hari?", tanya Ahmad. Dia memang lebih vokal di banding istrinya.
"Sejak... melahirkan Riang Om! Dan saya buka warung kecil di depan gang tadi."
Dada Ahmad terasa sesak.
"Tolong pikirkan apa yang Naya katakan sebelumnya Cit! Ini bukan hanya tentang kamu, tapi juga kebaikan Riang! Dia perlu penanganan khusus, dan berada di lingkungan yang penuh tekanan seperti tadi... sungguh tidak aman bagi kesehatan mental Riang!"
Citra menunduk dalam. Naya beringsut mendekati Citra. Di raihnya jemari Citra yang sedikit kasar, mungkin karena terlalu banyak bekerja.
"Demi Riang, Citra! Dan demi aku yang juga ingin merasakan menjadi ibu, seperti kamu!", kata Naya. Citra masih menggeleng.
Riang tak ikut bicara, dia diam tapi memperhatikan setiap kata yang keluar dari bibir para orang dewasa itu.
"Tolong jangan membuat aku menjadi perebut suami kamu Nay! Sungguh, aku bukan perempuan seperti itu!",kata Citra lirih.
"Kamu ngga merebut Ziyad dari ku Citra, ngga!!!", Naya memeluk Citra dengan begitu erat.
Aku merebut suami kamu Nay??? Penggalan kalimat Citra terngiang di telinga Riang.
Apa benar mama mengambil Papa dari bunda Naya? Jadi...apa yang Tante Julid katakan itu....????
****
22.04
Huffft....ya sanggup 5bab gaes....🤣🤣🤣
Tapi ya sudahlah... lanjut besok lagi. Buat semua yang sudah mampir Mak othor ucapkan banyak terimakasih.
Selamat beristirahat ✌️✌️✌️ jangan lupa bahagia ☺️☺️☺️
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 226 Episodes
Comments
andi hastutty
citra bikin setegar i2 ya Allah
2024-01-23
0
🌺zahro🌺
citra😭😭😭😭
2023-12-15
0
Akmal Ramadhan
makin sesek aja flashback riang dan citra ternyata menyesakan hati
2023-11-14
0