Ziyad menatap mata lentik perempuan muda yang sudah di sebut mama oleh gadis kecil cantik yang terbaring di brankar.
Lebih dari enam tahun akhirnya ia bisa melihat kekasih hatinya semasa duduk di bangku putih abu-abu. Sayangnya...semua kondisi dan situasi sudah berubah. Ziyad sudah beristri, begitu pula dengan Citra yang sudah memiliki Riang.
Terlihat Citra meneguk salivanya dengan perlahan seolah kerongkongannya terasa begitu kering. Perempuan muda itu memilih untuk menoleh ke sang putri.
"Mama...!", panggil Riang.
"Iya sayang?", tangan Citra yang juga terdapat beberapa luka mengusap kepala Riang. Sebenarnya, sebagai seorang ibu... Citra merasa gagal karena tak bisa melindungi sang putri. Jika itu tentang dirinya, mungkin tak akan sesakit itu.
Luka-luka di tubuhnya tak seberapa di banding dengan apa yang putrinya alami. Citra memang di lecehkan tapi tak sampai sejauh itu. Justru dia harus menyaksikan masa depan sang putri di renggut paksa. Hati ibu mana yang tak teriris. Bukan dengan milik pria-pria bejat itu melainkan dengan benda runcing yang pasti sangat menyakitkan.
Citra sudah berusaha melindungi sang putri tapi dia dihajar habis-habisan, hingga akhirnya ia pasrah dan tak berdaya hingga tak sadarkan diri. Yang dia ingat, saat matanya terbuka orang-orang yang melecehkan dirinya dan Riang sudah terluka parah. Entah siapa pelakunya, yang pasti... ia begitu sadis karena melukai punggung dan leher para pria bejat itu.
Citra menghapus air matanya yang selalu menetes, padahal ia berusaha menyembunyikannya dari sang putri.
"Ma, Riang kebelet pipis. Tapi **** sakit...!", ringis Riang tapi tidak menangis. Citra mendongakkan kepalanya berusaha untuk tidak meneteskan airmata nya.
"Suster bantu ya, mama Riang masih sakit tuh. Mau ya?", bujuk suster.
Riang mengangguk pelan. Suster yang menjaganya membopong Riang untuk di bawa ke kamar mandi. Citra sendiri masih berada di tempatnya.
Dua rekan Ziyad menghampirinya.
"Sepertinya, saksi belum bisa di mintai keterangan Ndan!", kata rekan Ziyad. Ziyad mengangguk pelan.
"Kalian pulang lah, saya ingin berbicara dengan Riang. Bukan untuk meminta keterangan ap...", ucapan Ziyad terhenti saat Citra menolak dan keberatan.
"Maaf, sebaiknya bapak-bapak bisa kembali besok. Saya dan Riang akan beristirahat. Sus, saya boleh di rawat di ruangan ini juga kan?", tanya Citra.
"Bisa, Bu!", jawab suster.
"Maaf dok, sus, bisa tinggalkan saya, Bu citra dan Riang saja?", tanya Ziyad. Semua yang ada di sana cukup terkejut. Apalagi kedua rekan Ziyad.
Dokter, suster dan rekan Ziyad keluar dari kamar Riang. Selang beberapa detik kemudian, Riang keluar dari kamar mandi dan kembali berbaring di tempat tidurnya.
"Sayang...!", Citra begitu prihatin dengan kondisi putrinya yang begitu kesakitan. Terlihat seperti apa sang putri meringis dan ada jejak lelehan air mata di pipinya.
Suster yang mengantar Riang merasa bingung karena tidak seramai tadi, akhirnya dia pun pamit keluar.
"Mama, lihat tangan Riang ma!", kata Riang menunjukkan pada Citra. Citra meraihnya dan mengecupnya dengan lembut.
"Tangan kamu terluka sayang! Sakit ya?", Citra seolah tak menganggap keberadaan Ziyad. Dia mengobrol berdua dengan Riang.
Riang mengangguk.
"Tapi ngga apa-apa Ma. Pasti om-om jahat itu lebih sakit karena Riang!", jawab Ruang polos. Citra dan Ziyad tak tahu yang di maksud oleh Riang itu apa. Mereka pikir, itu adalah reaksi dari dalam dirinya yang menenangkan bahwa ada kata 'tidak apa-apa'.
Padahal...tanpa sepengetahuan Citra dan Ziyad, apa yang sudah Riang lakukan sepertinya tak mungkin di lakukan oleh gadis kecil yang baru mentas masa balitanya.
Citra masih menciumi punggung tangan Riang.
"Om, kenapa om masih di sini?", tanya Riang pada Ziyad. Ziyad berusaha tersenyum.
"Om mau kenal dekat, sama Riang!", jawab Ziyad.
Riang bergeming beberapa detik karena ia melihat ibunya yang sepertinya mengabaikan seseorang di sampingnya.
"Apa benar Om yang di ponsel mama?", tanya Riang pada Citra.
"Bukan sayang!", jawab Riang. Riang menoleh ke Ziyad dan menatapnya intens.
"Mama bohong, Riang tahu kalo mama bohong hidung mama merah!", kata Riang.
Citra tak mampu lagi untuk membohongi putrinya yang seolah dirinya tak mengenal Ziyad. Beberapa saat kemudian, Citra mengangguk pelan.
"Kamu masih menyimpan fotoku Citra?", tanya Ziyad yang sudah tak tahan ingin bertanya. Citra tak menjawabnya. Ziyad menghela nafasnya. Pikirannya melayang ke berbagai arah.
Bagaimana bisa mantan kekasihnya masih menyimpan fotonya, yang bahkan anaknya saja tahu. Lalu, apakah dia tak berpikir bagaimana jika suaminya tahu????
"Riang, boleh om tanya sesuatu?", tanya Ziyad. Citra menoleh pada Ziyad dengan tatapan matanya yang tajam. Dia tak ingin sang putri merasa trauma dengan pertanyaan-pertanyaan yang akan ziyad ajukan pada putrinya.
"Boleh!", jawab Riang.
"Eum...di mana papa Riang?", tanya Ziyad. Citra memejamkan matanya. Entah , jawaban apa yang akan Riang berikan pada mantan kekasihnya tersebut.
"Papa? Mama bilang, papa Riang lagi sekolah. Biar nanti jadi orang hebat, kalo sudah jadi orang hebat pasti papa akan nemuin Riang dan mama!", kata Riang.
Air mata Citra luruh seketika mendengar ucapan Riang yang sangat polos. Dia memang mengatakan seperti itu pada anak gadisnya. Karena ia memang tak pernah berpikir jika takdir akan kembali mempertemukan dirinya dengan Ziyad dalam situasi seperti ini.
Entah kenapa tiba-tiba saja dada Ziyad merasa sesak. Perasaan apa ini?
"Citra?", Ziyad menatap Citra yang bahunya terguncang hebat.
"Riang, sudah malam! Istirahat ya sayang. Om, mau bicara sama mama Riang dulu sebentar."
"Om janji ngga jahatin mama? Soalnya kalo mama sholat malam suka nangis liatin foto Om!", kata Riang jujur.
Ziyad semakin sibuk menerka-nerka dalam hatinya. Sebenarnya apa yang terjadi???
.
.
.
Di taman rumah sakit, ziyad mendorong kursi roda Citra. Ia meminta suster menemani Riang di kamarnya.
Ziyad duduk di bangku taman. Sepasang mantan kekasih itu larut dalam pikiran mereka masing-masing.
"Ada yang ingin kamu katakan pada ku, Cit?", tanya Ziyad.
"Nggak!", jawab Citra singkat.
"Dimana suami kamu, papa Riang?", tanya Ziyad dengan rasa penasaran yang begitu tinggi.
"Apa hal itu ada dalam draft pertanyaan tugas anda pak?", tanya Citra.
"Aku bertanya sebagai seorang teman."
Citra tersenyum tipis meremas kedua jemarinya yang saling bertautan.
"Apa ada pengaruhnya jika anda bertanya sebagai seorang teman? Apa kita sedekat itu?", sarkas Citra. Ziyad memalingkan wajahnya, ia tak sanggup melupakan masa lalunya dengan perempuan yang ada di hadapannya.
"Siapa yang Riang maksud tadi?", tanya Ziyad yang mencoba tidak peduli dengan sindiran Citra.
"Kalau aku bilang, Riang adalah hasil perbuatan kita saat selesai ujian, kamu percaya?", tanya Citra sambil menoleh pada lelaki tampan itu.
Ziyad dibuat membeku dengan jawaban Citra.
"Riang...an-anak ku Cit?", tanya Ziyad tersendat. Citra kembali menatap gelapnya malam.
"Bukan, dia anakku. Hanya anakku!", jawab Citra tanpa menatap Ziyad.
Ziyad tak tahu harus bereaksi seperti apa. Yang jelas, dia masih shock dengan pertemuan antara dirinya dan Citra.
"Maaf, aku akan ke kamar Riang. Sudah cukup malam. Kembali lah, aku yakin istrimu sudah menunggu mu di rumah."
Citra mencoba menjalankan kursi rodanya. Tapi karena tangannya masih cukup sakit, dia merasa kesulitan.
Ziyad reflek membantu Citra mendorong kursi rodanya. Citra merasa tak mampu sendiri, jadi dia membiarkan Ziyad mengantarnya ke dalam kamar rawat Riang.
Sesampainya di sana, ternyata Riang sudah tertidur pulas di temani suster.
"Karena sudah ada ibu, saya ijin keluar untuk pekerjaan yang lain ya Bu! Kalau ibu membutuhkan bantuan, saya ada di pos depan Bu!"
"Terimakasih sus!", ucap Citra.
"Mari, pak!", pamit suster pada Ziyad.
Citra mencoba bangkit dari kursi rodanya tapi luka di kakinya membuat ia nyeri. Mau tak mau ia menerima bantuan Ziyad lagi.
Jarak antara keduanya begitu dekat bahkan nyaris tak berjarak. Tapi sebisa mungkin, Citra menjauh beberapa senti.
Menyadari jika dirinya terlalu berlebihan, Ziyad pun mencoba bersikap biasa.
"Terimakasih!", kata Citra.
"Istirahat lah, aku akan kembali besok!", kata Ziyad.
Citra tak menjawab apapun. Dia hanya mencoba memejamkan matanya. Mungkin karena reaksi obat, Citra benar-benar tertidur beberapa menit kemudian.
Ziyad tak langsung pulang, ia memandangi wajah Riang yang teduh. Ziyad menyadari, wajah Riang memang perpaduan antara dirinya dan Citra.
Lalu apa yang harus ia lakukan??? Darah dagingnya menjadi korban pelecehan biadab oleh oknum-oknum tak bermoral.
Yang Ziyad tak habis pikir, kenapa Citra baru mengatakan sekarang jika akibat pergaulan bebas mereka berdua menghasilkan Riang???
*****
Maaf kalo banyak typo 🙏.
Untuk bab2 awal, fokus menceritakan sejarah Riang. Tapi nanti di bab yang akan datang, tokoh utamanya tetap Riang & Arsyam ya....😁✌️
Jadi untuk beberapa bab ini, belum nongol Arsyam Nadir Saputra nya ✌️✌️✌️✌️
Terimakasih buat semua yang sudah berkenan mampir dan memberikan dukungan baik itu like komen atau pun cuma baca doang gak apa2. Yang penting jangan kasih rate bintang 1 aja 🤭🤭🤭☺️
Marukkk amattt othornya 🤭
Haturnuhun 🙏🙏🙏🙏🙏🙏
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 226 Episodes
Comments
Yayi Maryati
laki" goblok
2024-02-15
0
andi hastutty
astaga tega sekali laki2 i2 anak kecil riang di hancurkan
2024-01-23
0
bung@ter@t@i
astaghfirullah adziiim anak kecil hancur masa depan ny yg dah tua aj bisa trauma
2024-01-14
0