"Astaghfirullah! Riang!", Citra berusaha bangkit dari tempat tidurnya. Dia menyesal kenapa ia terlalu pulas saat tidur. Padahal ada sang putri yang butuh penjagaan darinya.
Riang menatap lukanya tak berkedip. Suster yang tadi menemukan posisi Riang dengan luka cukup dalam tersebut pun mengambil alat seadanya yang ada di ruangan tersebut.
Suster itu membopong Riang kembali ke ranjangnya. Setelah itu ia keluar sebentar untuk memanggil dokter.
Citra sudah duduk di samping Riang yang terdiam tanpa suara.
"Sayang, kenapa kamu melukai tangan kamu lagi? Mama sering bilang, jangan main benda tajam seperti itu lagi!", kata Citra terisak pelan.
"Riang ngga apa-apa kok, Ma!", kata Riang.
Citra menghapus air matanya.
"Kenapa Riang bisa memegang pisau heum?"
"Riang lapar mama, adanya cuma apel. Jadi Riang kupas sendiri. Tapi malah luka begini. Uuummm...apelnya udah Riang makan kok!"
Tak berapa lama dokter pun masuk ke dalam ruangan Riang. Dokter berusia empat puluh tahunan itu memeriksa luka di tangan kiri Riang.
"Adek cantik, luka yang kemarin aja belum sembuh lho!", kata dokter tersebut. Lalu ia membersihkan jemari Riang. Riang tak menyahuti. Bahkan ekspresi wajahnya cenderung biasa saja. Seolah tak merasakan sakit sama sekali.
Setelah lukanya di bersihkan, dokter menutup dengan perban karena lukanya cukup lebar dan dalam. Lagi pula, ada tiga jari yang terluka.
Andai anak lain, mungkin akan menangis histeris apalagi saat di olesi alkohol yang pasti sangat perih. Tapi tidak dengan Riang, wajahnya datar.
Suster yang memang bersama Riang sejak awal pun merasa heran.
Kemarin saat luka di area pribadinya di periksa dan di obati, Riang begitu kesakitan. Tapi luka di jarinya, Riang seolah tak merasakan apapun. Sebenarnya apa yang terjadi sama kamu adik kecil? Batin suster yang merasa sangat iba pada Riang.
"Dokter!"
"Ya?", dokter itu mendongak menatap mata lentik milik gadis kecil itu.
"Kalau melukai orang lain itu disebut jahat, lalu kalau melukai diri sendiri disebut jahat juga?", tanya gadis kecil itu sambil menatap intens sang dokter.
"Anak cantik, anak baik! Dengar kan Om dokter. Yang namanya melukai, tetap saja itu tindakan tidak baik. Entah itu pada orang lain, ataupun pada badan sendiri."
Riang masih terdiam. Mencerna ucapan dokter di hadapannya.
"Riang tahu, siapa yang menciptakan Riang?", tanya Dokter itu dengan sabar.
"Tahu dok, kata mama, kata Bu Guru juga. Allah yang udah ciptain Riang dan semua orang."
Citra memilih mendengarkan obrolan dokter dan putrinya. Yang penting sekarang luka di jari Riang sudah di tangani.
"Nah, itu Riang tahu. Kita sebagai makhluk ciptaan Allah, harusnya bersyukur dan menjaga apa yang Allah berikan untuk kita. Termasuk badan kita ini. Kalau Riang sakit, mamanya pasti berusia mencarikan obat buat Riang kan?"
Riang mengangguk lalu menoleh pada Citra yang tengah menatapnya.
"Jadi, Om dokter harap ini terakhir kalinya Riang luka seperti ini. Kalo Riang sakit, bukan cuma Riang yang merasa kesakitan. Tapi mamanya Riang juga pasti sangat sedih."
Riang kembali menoleh pada mamanya. Perlahan wajah Riang sendu dan tiba-tiba ia menangis.
"Mama, maafin Riang Ma. Riang janji ngga kaya gini lagi. Kalo Riang mau makan apel, Riang mau mama yang kupasin. Janji kok Ma!", kata Riang.
Citra mengangguk dan memeluk sang putri.
"Sus, mau tuker shift ya?", tanya dokter.
"Iya dok."
"Sebelum itu tolong ambilkan obat dari resep yang baru akan saya buat ya sus!", pinta dokter.
"Iya dok!"
Suster mengikuti langkah dokter yang berjalan di hadapannya.
"Dok!", panggil suster.
"Iya sus, kenapa?"
"Boleh berbicara sebentar?", tanya suster.
"Soal apa ya sus?", tanya dokter bingung.
"Eum...maaf kalau saya sok tahu dok. Tapi... menurut saya, sepertinya pasien Riang itu...eum ...harus memeriksakan kondisi psikisnya dok."
"Iya, saya rasa juga seperti itu. Apalagi dia masih terlalu kecil untuk menghadapi kenyataan bahwa dia adalah korban."
"Eum, maaf dok! Tapi saya rasa, ada hal yang lebih parah dari itu. Riang cenderung menikmati luka-lukanya dok kecuali luka di area pribadinya. Kira-kira itu kenapa ya dok?", tanya suster.
"Sus, saya tahu maksud suster baik. Suster iba dengan nasib Riang. Tapi ini bukan ranah kita. Mungkin nanti coba kita bisa diskusikan dengan ibu korban."
Suster mengangguk. Dia menyadari, dia itu siapa? Berhak apa coba???
Di ruangan Riang....
"Mama jangan nangis lagi ya. Riang janji ngga akan nakal lagi!"
Citra mencium luka Riang yang di tutupi perban.
"Benar yang. Dokter bilang. Lihat Riang sakit, mama juga sakit sayang!", kata Citra.
Riang berkedip beberapa saat. Lalu ia mengangguk.
"Kalau mama, apa mama masih ada yang sakit? Riang udah nggak kok Ma. Cuma tangan ini aja."
Citra menghela nafas panjang.
"Mama ngga sakit, sayang!", Citra berusaha tersenyum.
"Riang juga tadi udah pipis sendiri, ngga apa-apa!", adu Riang pada sang mama. Citra memejamkan matanya untuk kesekian kalinya. Dadanya begitu nyeri seperti ada Hujaman batu yang sangat besar.
"Iya sayang! Anak mama hebat!", puji Citra untuk membesarkan hati sang putri.
.
.
.
"Mungkin ini cukup mengejutkan!", kata Vino, rekan Ziyad. Dia menyerahkan barang bukti yang ada di TKP. Dan beberapa berkas kasus itu.
Ziyad mengambil berkas laporannya. Dia baca dengan seksama.
"Mana mungkin?!", gumam Ziyad tak percaya.
"Sama, awalnya aku juga tidak percaya Zi. Tapi... faktanya memang seperti itu!", sahut Vino.
"Bagaimana bisa anak sekecil itu bisa melukai orang-orang dewasa yang bahkan badannya jauh lebih besar darinya???", tanya Amar, rekan Ziyad yang sama-sama menangani kasus tersebut.
"Sidik jari anak itu ada di barang bukti!", kata Vino.
"Kamu yakin, tidak ada tersangka lain? Yang lebih mencurigakan itu... harusnya korban dewasa. Mungkin dia melakukan perlawanan!", ujar Amar.
"Tapi posisinya, semua luka para penjahat kelamin itu ada di leher dan punggungnya. Ketiganya terluka seperti itu. Bisa saja kan, ketiganya sudah tak sadarkan diri karena sudah mabuk berat? Dan anak itu memanfaatkan kesempatan untuk melukai mereka!", begitu pemikiran Vino.
Ziyad menjadi pendengar kedua rekannya sejak tadi.
"Tapi...gadis itu masih kecil, seumuran keponakan ku Vin. Keponakan ku saja masih minta gendong, masa iya bocah itu bisa melukai orang-orang dewasa apalagi dia baru saja di lecehkan!", sanggah Amar.
"Penyelidikan harus dilanjutkan sampai benar-benar menemukan titik temu. Sekalipun gadis kecil itu pelakunya, anggap lah dia sedang melindungi dirinya!", sahut Ziyad yang langsung berdiri dari kursinya.
Amar dan Vino menoleh bersamaan.
"Kita temui korban!", kata Ziyad meninggalkan ruangannya.
"Kuy lah, ikut apa kata bos!", kata Vino. Amar pun mengekor di belakang Vino.
*****
Terimakasih 🙏🙏🙏✌️
10.41
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 226 Episodes
Comments
Bang degol
tapi kok riang yg jdi pelaku pdahal dia korbanya
2024-06-12
0
yukmier
memang riang yg mrlukai si penjahat itu
2024-06-01
0
Mr. Jaber
semangat riang
2023-12-19
0