Citra masih menatap nanar berkas yang Ziyad berikan padanya. Pikirannya melayang entah ke mana. Bagaimana bisa Tuhan menghukumnya hingga detik ini karena kesalahan di masa lalunya??
Dalam hatinya, Citra masih terus beristighfar. Mungkin benar, dia harus mendapatkan karma atas perbuatannya. Tapi kenapa harus anaknya????
"Cit..."
"Zi...aku akan berusaha untuk mengobati Riang. Dan... terimakasih sebelumnya kamu sudah berniat membantu ku. Tapi... Riang adalah tanggung jawab ku!", kata Citra dengan suara yang bergetar.
"Jadi kamu tetap kekeuh aku tak berhak pada Riang? Sekali pun untuk kebaikan dan kesehatannya? Begitu maksud mu?", Ziyad terpancing emosi.
"Riang lahir di luar pernikahan. Bagaimana pun, nasabnya tidak ada padamu. Dia tetap menyandang namaku, bukan kamu Zi!"
"Keras kepala mu tak pernah berubah Cit! Kamu selalu menganggap apa yang kamu lakukan selalu benar! Tidakkah kamu belajar sedikit saja dari kesalahan mu dengan kejadian yang menimpa putri kita?"
"Dia putri ku Zi!"
"Tapi darah yang mengalir dalam tubuhnya ada darahku! Darah daging ku, Citra Maheswari!!!", kata Ziyad penuh penekanan.
Seseorang yang tadi sudah mendorong pintu ruangan Riang memilih untuk mundur. Dia cukup terkejut mendengar obrolan antara Ziyad dan mama dari pasiennya.
Citra tak ingin memandang papa dari anaknya tersebut. Dia memalingkan wajahnya ke samping. Bagaimana bisa ia melupakan sosok cinta pertamanya hingga membuahkan hasil gadis secantik Riang???
Ziyad melangkah, mendekati Citra.
"Jawab aku Cit! Apa salah aku ingin mempertanggungjawabkan semua kesalahan ku pada anakku sendiri?", tanya Ziyad begitu lirih. Citra memejamkan matanya karena tak sanggup melihat Ziyad yang berkata begitu dekat di depan wajahnya.
Citra menarik nafas dalam-dalam lalu berusaha membuka matanya.
"Aku tidak ingin merusak masa depan yang sudah terencana dengan baik untuk mu! Aku tidak ingin jika kehadiran ku dan Riang akan..."
"Apa?", Ziyad memotong ucapan Citra.
"Zi...!", Citra mendorong tubuh tegap yang ada dihadapannya.
"Pergilah!", usir Citra pada Ziyad.
"Iya, aku akan pergi sekarang! Tapi aku akan kembali lagi untuk menemui putri ku!", kata Ziyad mengambil berkasnya.
Citra terpaku beberapa saat, tapi ketika tangan Ziyad terulur untuk membuka pintu. Citra justru memanggilnya.
"Zi....!", panggil Citra. Ziyad tak menoleh, dia diam di depan pintu.
"Cabut laporan kasus kami!", kata Citra tiba-tiba. Mata Ziyad membulat sempurna saat mendengar ucapan Citra tersebut.
Dan seketika ia memutar badannya menghadap Citra. Dengan langkah cepat ia menghampiri Citra.
"Kamu gila Cit?", sedikit bentakan Ziyad membuat Citra memalingkan wajahnya.
"Aku hanya tidak ingin menambah masalah baru di kemudian hari. Bukankah seharusnya sebagai korban aku juga berhak menolaknya?"
Ziyad menggeleng tak percaya.
"Ibu macam apa kamu Cit? Hah? Bahkan putri kita juga seharusnya mendapatkan keadilan! Para lelaki bejat itu harus mendapatkan hukuman yang berat karena sudah merusak masa depan gadis kecil yang tak berdosa! Kamu dengan entengnya meminta laporan ini di cabut!"
Ziyad tak percaya jika mantan kekasihnya bisa mengeluarkan kalimat seperti itu.
"Iya, aku memang ibu yang gagal!" , sahut Citra. Ziyad tersenyum miris.
"Jangan bilang kamu menikmati pelecehan itu Cit....!", sarkas Ziyad.
Plakkkkk! Tangan Citra menampar Ziyad sekuat tenaga. Dadanya naik turun karena begitu emosi mendengar tuduhan papa kandung anaknya tersebut.
Sakit hati?? Jelas! Siapa yang tak sakit hati di tuduh seperti itu??? Air mata Citra lolos tiba-tiba tanpa di komando.
"Pergi!", usir Citra lirih. Ziyad mengusap pipinya yang memerah karena tamparan Citra yang pasti sangat keras.
"Maaf....!", cicit Ziyad. Dia menyesal sudah mengatakan hal sekeji itu pada Citra.
"Pergi Ziyad! Pergi! Ku mohon pergilah!!!", Citra merosot ke lantai. Perlahan Ziyad memundurkan kakinya dan kali ini ia benar-benar keluar dari ruangan Riang.
Riang membuka matanya saat mendengar sang mama terisak pelan. Riang sebenarnya tak tidur sama sekali. Dia menjadi seorang pendengar yang baik di antara pertengkaran kedua orang tuanya yang baru ia ketahui beberapa waktu lalu.
Tapi Riang tak berbuat apapun, dia hanya memandang bahu mamanya yang baik turun karena menangis.
.
.
.
Beberapa saat sebelum Citra kembali ke rumah sakit.....
"Neng Citra? Masyaallah, gimana kondisi Riang sekarang?", tanya salah satu tetangga kontrakan Citra.
"Alhamdulillah sudah membaik, Bu!", jawab Citra. Citra memang pulang ke kontrakannya untuk mengambil kartu ATM nya. Dia akan membayar tagihan rumah sakit.
Sebenarnya, Citra menabung dari lama agar di kemudian hari ia bisa memberikan pendidikan yang tinggi untuk Riang di masa depan nanti. Tapi ternyata...
"Wah...artis bok** kita sudah pulang rupanya?", sindir salah satu tetangga yang memang julid pada Riang sejak dulu.
"Astaghfirullah!", gumam ibu-ibu yang lain.
"Lho...iya kan? Sok-sokan pake hijab, muka di alim-alimin. Eh...malah ngajak-ngajak anaknya yang kecil buat ngelon**! Pakai playing victim jadi korban pemerkosaan? Hah!"
Citra mengelus dadanya yang merasa sesak. Tetangganya yang satu itu memang seperti itu. Tak pernah menyukai Citra sejak dulu.
"Saya tidak seburuk itu ya Bu!", sanggah Citra yang tak bisa menahan diri di hina seperti itu.
"Ckkkk...maling mana mau ngaku? Ngga berhasil menggaet suami-suami kita disini, malah ngobral sama laki-laki yang pada mabok itu!"
"Jaga mulut ibu ya!", Citra ingin menarik tubuh perempuan gempal yang ada di hadapannya tersebut.
Selama ini juga semua orang tahu jika suaminya tak bosan-bosan mengejar Citra. Yang salah suaminya, tapi kenapa Citra yang jadi sasaran???
"Halah! Mending open BO aja kamu Cit! Sudah kepalang tanggung! Kali aja ntar pelanggan kamu tambah banyak!"
"Astaghfirullah Bu, istighfar!", ibu-ibu yang lain memperingatkan si julid. Sedang sebagian yang lain berusaha menenangkan Citra.
"Lho? Wajar dong kita curiga sama Citra? Dia cuma jualan di warteg, tapi ngga pernah kehabisan duit! Padahal dia kerja sendiri! Statusnya di KTP mah gadis, tapi udah punya anak gadis?! Buka mata kalian! Mana ada perempuan baik-baik punya anak di luar nikah!!!", lanjut si julid.
Citra tak menyangkalnya, apa yang ibu julid itu katakan memang benar. Dirinya manusia kotor dan pendosa.
"Harusnya dia sadar dan belajar, biar anaknya ngga jadi kaya dia! Eh...malah ngajakin bocil buat ikutan maksiat!", lanjutnya.
"Cukup ya Bu!", Citra tak bisa lagi di tahan oleh tetangganya yang dari tadi menahannya.
Dengan secepat kilat ia menampar wajah si julid! Tetangganya yang julid itu menganga tak percaya.
"Saya memang hina Bu! Jadi tolong jangan membuat saya semakin hina di hadapan manusia suci seperti ibu!", pungkas Citra dengan dadanya yang naik turun.
Tidak ada yang berusaha melerai. Para tetangga tahu seperti apa baiknya sosok Citra. Jika sampai ia menampar tetangganya seperti itu, sudah pasti karena tetangga julid yang sudah kelewat batas.
******
Huh! Ngga tegang kan??? 🤭🤭🤭🤭🤭
Doakan semoga nanti bisa up 2 bab lagi hihihi... makasih banyak2 😁😁✌️🙏🤭
09.00
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 226 Episodes
Comments
andi hastutty
ya Allah kasian sekali hidup citra sakitnya di hina
2024-01-23
0
bung@ter@t@i
waw memuji tpi sebenarnya nyindir nih Citra 🤭 lanjut cit
2024-01-14
0
bung@ter@t@i
ya Allah.... astaghfirullah adziiim semoga di jauhkan dri dosa ya Robb serem kak ihk
2024-01-14
1