"Ziyad Albiruni!", ulang Ahmad. Ziyad sampai tersentak beberapa saat hingga akhirnya dia memilih untuk bersimpuh di depan kaki papanya.
Ahmad terkesiap dengan kelakuan Ziyad saat ini. Begitu juga dengan Aisyah dan Naya.
Ziyad meraih kaki papanya lalu ia rengkuh.
"Maafkan aku, Pa! Aku gagal jadi anak kebanggaan papa!", Ziyad mengawali kejujurannya.
Ahmad mendorong bahu putranya.
"Apa maksud kamu?", Ahmad menatap nyalang pada putranya itu.
Ziyad menyiapkan mentalnya untuk berkata jujur. Meski kejujurannya akan menyakiti banyak orang, terutama mama dan istrinya yang pasti sangat kecewa seperti papanya saat ini.
"Dulu...aku dan Citra pernah melakukan kesalahan besar Pa. Tapi...aku harus menempuh pendidikan seperti yang papa inginkan. Dia hanya ingin melihat aku menjadi sosok yang kelak membanggakan keluarga kita. Dan...dan...Citra tak mengatakan jika saat aku memutuskan hubungan kami, dia sedang hamil Riang, Pa!"
Naya dan Aisyah menutup mulutnya tak percaya. Bagaimana bisa sosok setenang Ziyad bisa melakukan hal sebodoh itu.
Air mata Naya lolos menghiasi pipi mulusnya. Dia dan Aisyah saling berpelukan.
Sedang Ahmad sudah menaik turunkan dadanya menahan emosinya yang sudah pasti meledak karena ulah putranya tersebut.
Ziyad tahu, papanya bukan tipe orang yang akan menyela saat ada yang bicara. Maka Ziyad kembali melanjutkan kisahnya.
"Kami baru bertemu lagi setelah perpisahan SMA sejak beberapa hari lalu. Itu pun tanpa sengaja Pa. Aku bahkan tidak tahu jika aku akan bertemu lagi dengan Citra."
Ziyad menarik nafas dalam-dalam.
"Dan pertemuanku dengan Citra dan Riang ... karena....karena ..."
"Karena apa??", tanya Ahmad dengan galak.
"Mereka saksi korban dari kasus yang sedang aku tangani, Pa! Kasus pelecehan yang menimpa ibu dan anak. Citra dan Riang korbannya, Pa!", Ziyad tak mampu lagi menahan diri. Dia benar-benar merasa bersalah di sini.
Ahmad menekan dadanya begitu kuat.
"Papa!", Aisyah melepaskan pelukannya dari Naya lalu berpindah pada suaminya.
"Papa, istighfar Pa. Papa tidak boleh berpikir terlalu berat!", kata Aisyah menenangkan. Tapi dia sendiri sebenarnya merasa sedih sekaligus kecewa.
Naya pun masih menangis di sofanya. Dia tak tahu harus berbuat apa.
Naya melihat sendiri kondisi Riang seperti apa saat Bella mengajaknya berkenalan dengan gadis kecil itu. Sebagai sesama perempuan, hatinya sangat teriris. Tapi sebagai seorang istri????
"Papa gagal mendidik kamu Ziyad! Papa gagal!", kata Ahmad berdiri dari sofanya. Aisyah membantunya berdiri dan memapahnya ke kamar.
Ziyad menatap Naya yang masih terisak dalam diamnya.
Aku sudah menyakiti mu, Naya! Batin Ziyad. Lelaki itu bangkit lalu menghampiri Naya.
"Nay..."
"Mas! Apa ini cara Allah menghukum kita? Banyak hal yang sudah kita usahakan untuk mendapatkan anak tapi DIA belum memberikannya pada pernikahan kita. Apa karena hal ini? Allah murka karena kamu...kamu mas, sudah menelantarkan anak dan ibu dari anakmu selama ini. Benar begitu Mas?", tanya Naya panjang lebar.
"Astaghfirullah! Naya!", Ziyad menghapus wajahnya kasar.
"Seandainya saat itu Citra mengatakan jika dirinya hamil, mungkin ceritanya tidak akan seperti ini Naya!", Ziyad meremas rambutnya.
"Iya. Dan mungkin kita tidak akan pernah menikah mas!", ucap Naya yang berdiri meninggalkan ruangan itu.
Ziyad benar-benar sendirian sekarang. Siapa yang bisa ia ajak bicara sekarang???
"Nay! Naya! Mas mau bicara sebentar!", Ziyad berlari mengejar Naya yang sudah hampir menutup pintu kamarnya.
"Tolong mas, tolong biarkan aku sendiri dulu!", kata Naya lirih. Ziyad pun tak mampu memaksa Naya.
Mungkin Naya memang butuh waktu untuk menenangkan dirinya.
Jam sudah menunjukkan pukul setengah sepuluh malam. Ziyad teringat dengan rengekan Riang tadi. Dengan langkah gontai ia mengambil kunci mobilnya yang ada di ruangan depan. Tapi sebelumnya ia lebih dulu menghubungi Citra.
[Hallo Citra]
[Iya?]
[Riang sudah tidur?]
[Heum, sudah!]
Hening! Baik Ziyad maupun Citra sama-sama diam.
[Aku arah ke sana sekarang!]
Sambungan telepon itu pun terputus sepihak .Ziyad langsung tancap gas menuju ke rumah sakit dimana Riang di rawat.
.
.
Naya meringkuk di balik selimutnya. Dia benar-benar berharap apa yang dia dengar tadi hanyalah mimpi. Tapi kenyataannya memang Ziyad sudah memiliki putri dari perempuan lain.
Naya mengusap perutnya yang datar.
"Apa setelah kamu mengetahui fakta jika kamu sudah punya anak, kamu akan ninggalin aku mas? Kamu akan ninggalin perempuan seperti aku yang masih belum bisa memberikan mu keturunan????", monolog Naya. Dia pun menenggelamkan wajahnya di bantal.
Tak berbeda jauh dari Naya, justru Ahmad lah yang sekarang sedang menahan emosi dan air matanya. Aisyah memeluk tubuh suamimya yang sudah ia nikahi sejak dua puluh delapan tahun lalu.
"Papa gagal mendidik anak Ma! Papa gagal!", kata Ahmad. Aisyah menggeleng pelan di pelukan Ahmad.
''Kurang apa kita mengajari anak-anak kita untuk menjadi orang yang bertanggung jawab. Kurang apa Ma?"
Aisyah tak mampu bicara apa-apa. Kenyataannya memang selama ini mereka berusaha mendidik Ziyad sebaik mungkin.
Entah di akademik atau keagamaan. Mereka tak menyandarkan jika Ziyad dan Citra sampai melakukan hal seperti itu.
"Papa yakin, Ziyad pasti menjanjikan pernikahan pada Citra. Papa yakin itu, Ma!", kata Ahmad lagi.
"Papa tak habis pikir. Bagaimana bisa Ziyad memutuskan hubungan begitu saja padahal jelas-jelas ia sudah merusak masa depan seorang gadis. Bahkan sampai hamil di luar nikah..? Astaghfirullah! Nauzubillahimindzalik!"
Ahmad lagi-lagi beristighfar.
"Dan masa depan cucu kita Ma... bagaimana kelak ia akan menghadapi masa dewasanya? Padahal dia masih begitu kecil, tapi yang ia hadapi adalah masalah seberat itu!"
Aisyah tak sanggup sedikit pun untuk turut menjawab pernyataan suaminya. Dia pun sama sesaknya saat ini.
"Kita ke rumah sakit sekarang!", ajak Ahmad berdiri dari ranjangnya.
"Tapi ini sudah malam Pa. Tolong Pa, jaga emosi papa. Yang terluka di sini bukan hanya kita, tapi juga Naya. Dia pasti sedih sekali saat ini Pa. Tolong, jangan menambah beban pikiran Naya, dia sudah cukup sakit hati."
Ahmad pun kembali duduk. Aisyah mengusap punggung tangan suaminya.
"Kita jenguk Riang besok pagi. Sebagai orang tua, sebaiknya memang kita harus meminta maaf pada Citra mau pun Riang, cucu kita!", Aisyah mencoba menenangkan suaminya.
Suaminya memang tegas. Tapi sebenarnya hatinya begitu lembut. Ahmad laki-laki yang tidak tegaan istilahnya halusnya.
"Kita istirahat Pa!", ajak Aisyah. Ahmad pun akhirnya menurut ucapan istrinya.
*****
21.57
bab ke 3 dalam hari ini. Semoga tak mengecewakan ya teman2. Dan mohon koreksinya jika ada typo atau apa gitu yang bikin tulisannya makin acak adul.
Terimakasih teman2 semua 🙏🙏🙏🙏🙏🙏
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 226 Episodes
Comments
andi hastutty
😭
2024-01-23
0
🌺zahro🌺
part ini air mataku terjun bebas sebebas bebasnya😭😭😭
2023-12-15
0
🌷💚SITI.R💚🌷
gmn hasil selanjutnya akan muncul masalah lg kah buat citra jg riang
2023-11-11
0