Ziyad pulang ke rumahnya setelah hampir jam sepuluh malam. Sejak menikah, dia memang tinggal bersama kedua orangtuanya. Istrinya tak keberatan sama sekali. Bahkan sang istri sangat akrab dengan mama dan papanya tersebut.
Ziyad terkejut saat dia mendapati kedua orang tuanya dan sang istri tengah duduk di ruang keluarga.
"Assalamualaikum!", Ziyad mengucapkan salam.
"Walaikumsalam!", jawab ketiga orang di ruangan itu.
Ziyad menghampiri istrinya yang saat ini sudah memakai piyama lengan panjangnya. Sang istri yang bernama Naya pun menyalami punggung tangan Ziyad.
"Baru pulang?", tanya Ahmad, papa Ziyad.
"Iya Pa."
"Kasus tentang pelecehan seksual di daerah Xxx?", tanya Ahmad lagi. Ziyad mengangguk.
"Astaghfirullah! Kasian sekali ya mas. Korbannya ibu muda sama anak kecil lagi. Bagaimana perasaan suaminya saat tahu kalau istri dan anaknya jadi korban orang-orang keji itu?!", Naya terlihat geram.
Ziyad tak menyahuti ucapan Naya. Karena dalam sudut hatinya, dia memang benar-benar merasa bersedih sekaligus merasa bersalah.
Andai...andai saat itu ia tahu Citra sedang mengandung putrinya. Apa hal ini akan terjadi?
Lalu, apa benar Riang adalah putri kandungnya???
"Mas?", Naya mengguncang pelan bahu sang suami yang terdiam sejak tadi.
"Eh...iya Nay, kenapa?", tanya Ziyad sedikit terdengar aneh karena nampaknya dia terkejut.
"Ajak suami mu ke kamar Nay, setelah tugas seharian pasti dia lelah!", ucap Aisyah pada menantunya.
"Iya, Ma. Ayo mas kita ke kamar, aku siapkan air hangat dulu!", ajak Naya. Ziyad pun mengiyakan lalu mereka berdua beranjak menuju ke kamar mereka.
Setibanya di kamar, Naya menyiapkan air hangat untuk suaminya. Tak lupa ia menyiapkan pakaian ganti sebelum suaminya keluar dari kamar mandi.
Dua puluh menit berlalu, Ziyad keluar dari kamar mandi dengan tubuhnya yang lebih segar. Dilihatnya sudah tersedia secangkir teh hangat dan juga buah potong.
Ziyad memang tak makan malam jika sudah melewati jam makannya. Makanya, dia memilih ngemil buah untuk mengisi perutnya.
Naya memperhatikan suaminya yang tengah berpakaian di hadapannya tanpa canggung sama sekali. Lalu beberapa menit kemudian, dilihatnya sang suami mendirikan shalat isya.
"Mau aku pijat mas?", tawar Naya.
"Ngga usah, kamu istirahat saja Nay!", kata Ziyad.
"Seharian aku ngga kemana-mana, cuma rebahan di rumah. Kesannya aku habis ngerjain apa harus istirahat sekarang-sekarang sedang suamiku baru pulang bekerja!", kata Naya meringsek mendekati suaminya.
Ia memijat bahu suaminya yang tegap dan kokoh tersebut.
Ziyad tak ingin membuat istrinya tersinggung, mau tak mau ia membiarkan sang istri melakukan kemauannya.
"Mas ..."
"Heum?"
"Aku mau program bayi tabung, menurut kamu gimana mas?", tanya Naya. Ziyad menurunkan tangan Naya dari bahunya lalu menoleh ke belakang.
"Mas, kita sudah menikah dua tahun. Setelah diperiksa kita berdua baik-baik saja kan? Mungkin Allah ingin kita berusaha dengan cara lain, bayi tabung mungkin?"
Ziyad dan Naya di jodohkan oleh kedua orang tua mereka. Yang Ziyad tahu, dia lost contacts dengan Citra setelah kelulusan waktu itu.
Setelah menamatkan pendidikan, Ziyad pikir dia akan kembali pada Citra. Tapi kata kedua orang tua Ziyad, Citra sama sekali tak menemui mereka berdua. Alhasil...dia kehilangan Citra.
Dan perjodohan itu pun tidak bisa ia tolak karena seperti biasa, dia tidak ingin mengecewakan orang tuanya.
Naya perempuan yang cantik dan terlahir dari keluarga berada. Wajar saja jika orang tuanya berharap jika mereka ingin memiliki menantu seperti Naya.
Meski sebelumnya mereka tak pernah melarang Ziyad berhubungan dengan Citra, tapi karena Citra tak ada kabar...ya sudah. Perjodohan itu pun berlangsung.
"Gimana mas?", tanya Naya yang bingung karena suaminya hanya diam.
"Eum...mas setuju saya Nay!", kata Ziyad berusaha tersenyum.
"Makasih ya mas!", Naya memeluk erat suaminya. Sayangnya respon Ziyad tak seperti biasanya. Naya bisa merasakan perbedaan itu.
Perempuan cantik yang pernah mengambil jurusan psikologi itu pun melepas pelukannya.
"Apa mas sedang memikirkan masalah berat?", tanya Naya.
"Heum!", hanya gumaman yang keluar dari mulut Ziyad.
"Tentang kasus yang menimpa ibu dan anak kecil itu?", tanya Naya.
"Istirahat lah Naya! Jangan terlalu banyak bertanya!", sentak Ziyad yang membuat Naya sedikit terkejut. Selama ini ia tak pernah di bentak sama sekali oleh orang lain.
"Oh...okkke mas, maaf sudah membuat kamu marah!", kata Naya yang tiba-tiba saja meluncurkan air matanya. Dia langsung merebahkan diri di ranjangnya.
Ziyad mengusap kasar wajahnya. Dia menyesal karena sudah membentak Naya. Tak seharusnya ia melampiaskan emosinya pada sang istri.
Wajar bukan jika istrinya bertanya kenapa dia bisa seperti sekarang???
Ziyad melihat selimut yang Naya pakai bergetar. Dia tahu jika istrinya tengah menangis.
Lelaki itu menghela nafas berat lalu setelah itu ia merebahkan dirinya di samping Naya lalu memeluknya dari belakang.
"Mas minta maaf! Mas sudah bentak kamu! Ngga seharusnya kamu menjadi pelampiasan emosi mas. Mas salah, tidak bisa mengendalikan emosi padahal ini tentang pekerjaan Mas. Mas minta maaf Nay!", kata Ziyad yang tak melepaskan pelukannya.
Perlahan Naya menyadari sikapnya. Harusnya ia memahami situasi dan mood suaminya yang sedang lelah. Tapi kenapa dia harus baper???
Tak ada obrolan lagi diantara keduanya, akhirnya mereka berdua pun lelap dalam mimpinya.
.
.
.
Di rumah sakit....
Jam menunjukkan pukul empat dini hari. Tiba-tiba saja Riang merasa ingin buang air kecil. Tapi ia tak tega membangunkan mamanya yang terlihat kelelahan.
Riang kecil berusaha mengambil botol infusnya lalu mencoba menuruni tempat tidurnya. Meski dengan sedikit melompat, akhirnya Riang bisa turun.
Rasa nyeri diarea khususnya sudah tak sesakit sebelumnya. Gadis kecil itu berusaha untuk mandiri menuju ke kamar mandi.
Dengan langkah tertatih, gadis itu pun memasuki kamar mandi. Lima menit berlalu, Riang sudah keluar dari kamar mandi.
Suasana di dalam sana sangat lengang. Tak terdengar suara apapun.
Di tengah kesunyian, tiba-tiba perut Riang berbunyi. Gadis kecil itu merasa lapar di jam yang tak terduga ini.
Matanya beralih pada meja nakas. Di sana ada buah apel dan pisau kecil yang cukup tajam. Karena lapar, Riang menyeret bangku untuk ia duduk. Tak lupa, tiang infusnya juga ia bawa.
Riang tidak sakit yang lemah keseluruhan tubuhnya. Hanya beberapa luka kecil di kulit dan area khusus miliknya.
Jadi, meski kecil begitu dia mampu menyeret tiang infusnya dan duduk di depan nakas.
Matanya kini beralih ke arah pisau dan apel yang ada di hadapannya. Gadis itu teringat ucapan mamanya setiap kali ia ingin membantu memotong sayuran untuk bahan jualan mamanya.
Mamanya selalu melarang Riang untuk membantunya meskipun hanya mengupas bawang.
"Jangan sayang, udah biar mama aja yang kupas sama potong sayurnya. Ngga boleh main pisau, bahaya! Nanti kalo melukai tangan kamu bisa berdarah dan rasanya tuh sakit banget!", kata mamanya sambil meraih pisau dari tangannya perlahan.
"Riang hati-hati kok Ma. Kasian mama....!", kata Riang.
"Dengerin mama sayang, kamu masih kecil. Terlalu bahaya kalo pegang benda tajam seperti ini."
"Mama, Riang kan cuma mau bantu mama. Kenapa malah di larang!", kata Riang merajuk lalu meninggalkan dapur Citra.
Citra membiarkan sang putri merajuk karena dia yakin putrinya akan seperti sedia kala jika sudah mulai tenang.
Tapi ternyata, Riang kecil yang jiwa penasarannya terlalu tinggi mencari celah agar ia bisa bermain dengan benda tajam itu. Dia ingin lihai memotong sayuran seperti mamanya agar dia bisa membantu sang mama.
Di saat Citra lengah, Riang mencoba menggunakan benda itu. Dan benar saja, jemari lentiknya teriris pisau.
bukannya menangis, Riang justru tersenyum.
"Cuma begini aja mama, Riang ngga sakit!", monolog Riang. Tapi hal itu tak berlangsung lama saat Citra memergoki sang putri yang sudah berlumuran darah di tangan kirinya.
"Astaghfirullah! Riang!!!", buru-buru Citra mencuci tangan Riang di wastafel. Sebagai seorang ibu, wajar jika Citra panik.
Citra tak bisa memarahi sang putri yang jiwa penasarannya sangat tinggi. Yang Citra tahu, dirinya lah yang bersalah karena sudah lalai menjaga putrinya.
Ingatan tentang luka di jarinya itu terlintas di pelupuk mata Riang. Dengan penuh percaya diri, Riang mengambil apel yang ada di nakas. Dengan perlahan ia mengupas buah berwarna merah tersebut.
Sekali dua kali, semua aman. Hingga akhirnya sebuah sayatan berhasil melukai jarinya.
Entah...hal apa yang membuat Riang seolah menikmati rasa sakit. Darah dari jemarinya sudah menetes banyak, tapi ia masih tetap mengupas apel tersebut.
Setelah di rasa selesai, Riang makan dengan tangan kanannya. Pandangan matanya tertuju pada jarinya yang terluka.
"Sakit....???", gumam Riang tapi mulutnya tetap mengunyah apel tersebut.
Ceklekkkk....
Pintu ruangan Riang terbuka. Seorang perawat memasuki ruangan tersebut untuk mengecek kondisi pasien sebelum tukar shift.
Perawat itu mendekati Riang yang duduk memunggungi pintu. Dan betapa terkejutnya ia melihat kondisi Riang saat ini.
"Astaghfirullahaladzim!",pekik perawat itu hingga membuat Citra terbangun dari tidurnya.
******
Terimakasih semuanya yang sudah bersedia mampir di sini. Mohon koreksinya masih banyak typo dan bahkan mungkin alurnya rada2 gimana gitu.
Pokoknya apalah mak othor tanpa kalian reader's kesayangan....🙏🙏🙏🙏🙏
16.15
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 226 Episodes
Comments
andi hastutty
Ziad merusak masa depan orang dan istrinya dikira pelakor yah.
kayanya riang menikmati lukanya
2024-01-23
0
Ina Bazil
Eh dasar Ziad udah rusak masa depan orng.bukannya tanggung jawab.malah nikah sama cewek lain. ga ingin ngecewain ortu.alasan klise. pengin sentil Ziad nih . Kasian Riang harus terima nasib pelecehan😭
2024-01-17
1
🌺zahro🌺
untung dulu pacaran sama polisi cuman niatan main main aja gak mau kecintaan,gak mau baper dan gak mau rugi,
Entah apa yg kamu pikirkan nak riang
2023-12-15
0