"Kalau ku bilang sih, sebaiknya usahakan cara yang alami dulu Naya. Toh kamu dan Ziyad sebenarnya sehat Nay, cuma memang Allah belum kasih kesempatan buat kalian menimang anak sekarang-sekarang ini!", kata dokter Bela.
"Iya sih Bel, tapi...gimana ya Bel. Aku pengen juga seperti perempuan-perempuan lain yang langsung memiliki anak bahkan di awal pernikahan mereka!"
Bela mengusap lembut lengan sahabatnya.
''Naya, kamu yang sabar. Insyaallah suatu saat nanti Allah pasti akan menitipkan amanah itu untuk kalian. Jangan putus asa! Kamu tidak sibuk bekerja pun, salah satu ikhtiar untuk mendapatkan amanah itu", kata Bela lagi.
Naya mengiyakannya lalu mereka berjalan beriringan keluar dari ruangan dokter Bela.
Naya melihat keberadaan gadis kecil sendirian di kursi roda yang menatap kosong ke air mancur di tengah taman.
"Bel, itu pasien anak kecil kok dibiarkan sendiri?", tanya Naya pada Bela. Bela menatap ke arah yang Naya tunjuk.
"Pasti ada suster atau mamanya Nay!", kata Bela. Tak lama kemudian, seorang perempuan berseragam perawat mendekati gadis itu. Ternyata perawat tersebut mengambilkan minum untuknya.
"Dia sakit apa ya kira-kira?", tanya Naya memperhatikan wajah gadis kecil yang begitu cantik.
Bela mendesah pelan.
"Sebenarnya ini rahasia pasien, tapi sepertinya suami kamu yang menangani kasus gadis itu."
Naya mengernyitkan alisnya.
"Kasus? Kasus yang mana?"
"Kasus pelecehan yang di lakukan oleh beberapa oknum. Dan...gadis itu salah satu korbannya!", kata Bela tak sanggup melanjutkan.
Naya terperangah tak percaya. Ia menutup mulutnya yang ternganga lebar.
"Astaghfirullahaladzim!", Naya merasa sedih seketika.
"Suami kamu ngga cerita?", tanya Bela.
"Ngga lah Bel. Itu urusan pekerjaan dia. Mana mungkin dia mau menceritakan hal seperti ini. Lagi pula... mereka juga harus di jaga privasinya."
"Kamu mau menemuinya? Eum... sepertinya dia akan cocok bicara dengan mu!"
"Sok tahu!", kata Naya. Lalu keduanya memutuskan untuk mendekati Riang.
"Sus, saya mau ngobrol sama adek Riang. Suster bisa kembali mengerjakan tugas lain. Nanti biar saya yang antar Riang ke kamar rawatnya."
"Baik dokter Bela."
Sepeninggal perawat itu pergi, Bela duduk di bangku yang ada di taman itu.
"Selamat pagi menjelang siang Riang Gembira?!", sapa Bela. Naya cukup terkejut sahabatnya menyapa anak kecil di depannya seperti itu. Bukan Bela banget deh!
"Riang Destiara dokter, bukan Gembira!", sahut Riang.
"Hehehe maaf, dokter suka lupa!", kata Bela. Riang hanya mengangguk pelan.
"Kamu berdua sama suster aja, mama kamu ke mana?", tanya Bela.
"Kata suster tadi, mama udah diijinkan pulang. Makanya mama pulang duluan. Kan mau bayar biaya rumah sakit!", jawab Riang.
Bela menatap wajah gadis kecil yang begitu lugu di hadapannya itu. Naya hanya mendengarkan obrolan dan interaksi keduanya.
"Riang? Ini...luka baru ya? Perbannya baru?", tanya Bela.
"Iya. Tadi pagi, Riang ngga sengaja. Niatnya mau potong apel malah hampir potong jari!"
Bela memeriksa cara perban yang digunakan di luka itu. Sebagai seorang dokter, tentu ia paham seperti apa membalut luka yang cukup dalam atau hanya goresan kecil.
"Riang, kenalin ini teman dokter namanya Naya!", kata Bela memperkenalkan istri Ziyad itu pada Riang.
Riang mengangguk lemah.
"Hai Riang, salam kenal ya?", Naya mengulurkan tangannya. Untuk beberapa detik tangan itu menggantung di abaikan. Tapi setelah itu barulah Riang menyambut tangan Naya. Naya ikut duduk disamping Bela yang berhadapan dengan Riang.
"Riang, boleh Tante dokter dan Tante Naya jadi teman bicara Riang?", tanya Bela.
"Bicara apa?", tanya Riang polos.
"Apa saja! Misal Riang mau kemana atau cerita hak apa??"
Riang menggeleng.
"Kata mama, kita ngga perlu terlalu percaya apa kata orang. Takutnya nanti jatuhnya malah kecewa!"
"Pinter banget sih kamu!", puji Naya.
Beberapa detik kemudian, Riang terdiam. Setelah itu tak bicara apapun lagi.
"Naya, kok kamu disini?", tanya seseorang yang tak lain, Ziyad.
Naya dan Bela menoleh bersama. Mereka menatap Ziyad yang sedang bertugas terlihat dengan pakaian yang ia kenakan saat ini.
"Mas?", Naya bangkit dari bangku taman.
"Tadi Naya cuma Konsul sama nemuin saya. Itu saja?", kata Bela.
Sekarang mata Naya dan Ziyad saling berpandangan. Sebagai seorang suami, wajar kan kalau mau tahu istrinya ada urusan apa di rumah sakit ini.
"Riang, kita ke kamar yuk. Tante dokter siap mendengar cerita kamu lho!"
Riang menggeleng.
"Riang ,bisa sendiri." ujar si pemilik lesung pipi itu.
****
21.40
Terimakasih 🙏🙏
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 226 Episodes
Comments
Nurgusnawati Nunung
kesian ya Riang.
2024-01-27
0
andi hastutty
ziyad ih pengen deh ucel2 mukanya
2024-01-23
0
bung@ter@t@i
otw penyesalan kau ziyad
2024-01-14
1