Ziyad melajukan kendaraannya menuju ke rumah sakit. Meski bukan jam besuk, Ziyad masih bisa masuk untuk menemui putrinya.
Ia melihat pergelangan tangannya. Jam sebelas lewat lima belas menit. Ziyad ragu-ragu apakah ia akan menggangu istirahat Citra dan Riang atau tidak.
Tapi saat ia tiba di sana, ternyata pintu ruangan Riang sedikit terbuka. Ziyad pun langsung menghampiri pintu bersamaan dengan dokter yang keluar.
"Dokter?"
"Eh, selamat malam Pak!", sapa dokter.
"Apa terjadi sesuatu di pasien? Kenapa anda berada di sini, bukankah visit dokter beberapa jam lalu?", tanya Ziyad.
"Iya pak. Tadi ibu pasien menghubungi kami karena pasien demam tinggi."
"Riang demam?", tanya Ziyad. Dokter mengangguk.
"Sebenarnya ada rencana pasien akan keluar besok, tapi melihat kondisinya seperti saat ini, mungkin kami akan kembali melakukan observasi terhadap pasien."
"Iya dok, lakukan yang terbaik!", kata Ziyad.
"Bapak ada keperluan dengan keluarga pasien?", tanya dokter tersebut dengan sedikit heran.
"Eum...iya dok. Ada hal yang harus saya sampaikan!", kata Ziyad terpaksa berbohong.
"Oh... baiklah! Kalo begitu kami permisi pak!", dokter itu pun meninggalkan Ziyad.
Ziyad langsung masuk ke ruangan Riang. Baik Riang mau pun Citra langsung menoleh ke arah pintu dimana sosok Ziyad berada.
Jika Citra terlihat canggung, tidak dengan Riang. Sikap kanak-kanaknya ia tunjukkan saat ini.
"Papa!", sapa Riang dengan sumringah meski ia berbaring di ranjangnya.
Ziyad menutup pintu ruangan tersebut lalu mendekati Riang.
"Riang demam?", Ziyad mengusap pelipis Riang. Dia tak menyangka jika sudah memiliki putri sebesar Riang. Bahkan dia bisa menyentuhnya saat ini.
Riang mengangguk lemah.
Ziyad duduk di sisi kiri Riang, sedang Citra di sisi kanan. Alhasil Riang di apit oleh kedua orang tuanya. Gadis kecil itu terlihat bahagia dengan senyumnya yang begitu menawan.
Wajah kamu perpaduan antara aku dan Citra, Riang! Batin Ziyad. Ia masih terus mengusap kepala Riang. Sedang tangan satunya menggenggam tangan Riang.
"Papa sudah di sini, Riang istirahat lagi ya!", pinta Ziyad.
Citra tak menyangka jika Ziyad benar-benar mau ke sini untuk menemui Riang. Padahal...dia belum punya cukup bukti untuk membuktikan bahwa Citra jujur atau membohongi Ziyad bukan???
"Ngga mau! Nanti kalo Riang bobo, papa pergi!", rengek Riang pelan. Mungkin obat demamnya mulai bereaksi jadi gadis kecil itu mengantuk.
"Papa di sini, sama Riang!", kata Ziyad tersenyum. Entah kenapa netranya tak bisa lepas dari sosok gadis kecil di hadapannya sejak pertama kali melihatnya. Benarkah ini yang di namakan ikatan batin? Itu yang ada di otak Ziyad saat ini.
Citra justru harap-harap cemas di bangkunya. Bagaimana ia tak khawatir? Ziyad sudah memiliki keluarga. Apa yang terjadi jika justru Ziyad ada di sini menemani Riang?
"Papa janji? Nanti kalo Riang buka mata lagi, papa masih di sini?", tanya Riang kian lirih.
"Iya. Papa ada di sini sama Riang, besok pagi papa kerja. Ngga apa-apa ya?", Ziyad mengusap kepala Riang.
Riang pun mengangguk pelan. Dan perlahan, mata gadis kecil itu pun terpejam. Sedangkan tangannya sama sekali tak mau melepas tangan Ziyad. Citra bisa melihat raut bahagia serta khawatir sang putri.Tapi...apakah semua akan baik-baik saja?
Sepuluh menit berlalu. Riang sudah terlihat mendengkur halus. Gadis kecil itu terpejam dengan mata yang sesekali bergerak.
"Tidur lah, biar aku yang menjaga Riang!", kata Ziyad.
"Riang sudah tidur, lebih baik kamu pulang. Besok pagi kamu bisa kembali ke sini. Jangan sampai keluarga mu berpikir yang ...", ucapan Citra langsung terputus setelah Ziyad memotongnya.
"Kamu dengar sendiri bukan, Riang mau aku disini saat dia bangun nanti! Dan aku juga sudah berjanji!"
"Tapi kalau kamu di sini, bagaimana dengan istri kamu Zi? Kamu juga harus menjaga perasaannya!", kata Citra. Suaranya bergetar mengingat jika papa dari putrinya sudah menikah. Dia sudah memiliki kehidupan baru.
Tapi...ini bukan salah Ziyad! Ini salah ku yang mungkin tak bisa membedakan antara cinta dan bodoh! Citra terus bermonolog dalam hatinya.
Ziyad tak menjawab ucapan Citra. Sepertinya bukan waktu yang tepat untuk menceritakan hal yang terjadi sebelum ia kemari tadi.
Citra berdiri dari bangkunya.
"Kamu ke mana Cit?", tanya Ziyad yang paham pergerakan Citra yang sepertinya akan pergi dari dekat Riang.
"Ada kamu yang menemani Riang! Biar aku yang menunggu di luar. Hanya satu orang yang diijinkan untuk menemani pasien. Sebelumnya...aku ucapkan terima kasih!", Citra pun keluar.
Ziyad memandangi punggung perempuan yang menjadi cinta pertamanya tersebut. Getaran itu masih ada, hanya saja....
Lupakan Ziyad! Lupakan! Teriak Ziyad dalam hatinya.
Sedang di luar ruangan, Citra tak langsung bisa tidur. Dia duduk bersandar dan menyilangkan tangannya. Setelah itu ia memakai masker untuk menutupi sebagian wajahnya.
Citra tak melihat siapa pun yang melintas di lorong karena memang hampir tengah malam. Ada sedikit rasa takut saat mengingat bahwa kadang ada beberapa orang yang mengaku melihat hal-hal mistis di rumah sakit. Tapi Citra berusaha menampiknya. Dia percaya jika Allah senantiasa melindunginya.
Satu jam berlalu, akhirnya Citra pun terlelap dengan posisi duduk.
Riang sudah melepaskan genggamannya dari tangan Ziyad. Dengan begitu, Ziyad pun bisa sedikit lega. Dengan sedikit gerakan yang sangat pelan, Ziyad beranjak dari bangkunya.
Lelaki itu ingin melihat Citra yang keluar dari kamar Riang. Dan pemandangan yang pertama kali ia lihat adalah Citra yang tidur sambil duduk.
Kenapa kamu harus keluar Citra? Batin Ziyad.
Ziyad melepaskan jaket yang biasa ia pakai dan selalu ada di mobil. Ia menyelimuti Citra yang hanya memakai blouse dan pasmina instan. Setidaknya, ia tak merasa kedinginan nanti. Setelah itu, Ziyad kembali ke dalam ruangan Riang.
.
.
.
Citra terbangun saat ia menyadari ada jaket yang di pakai untuk menyelimuti dirinya. Dari aromanya saja ia tahu siapa pemiliknya.
Entah reflek atau apa, Citra memeluk jaket itu dan mencium aromanya yang begitu ia kenal. Parfum Ziyad tak pernah berubah sejak dulu. Tapi bukannya bangun dari bangkunya, ia justru menyamankan tidurnya lagi sambil memeluk jaket itu.
Entah karena terlalu lelah atau terlalu nyaman memeluk jaket dari pria yang masih ia cintai, Citra masih terlelap meski hari sudah mulai terang. Bahkan ia sudah melewati masa subuhnya. Dan lalu lalang perawat serta beberapa orang tak mengusik tidurnya pagi ini.
Ziyad bermaksud untuk membangunkan Citra karena dia akan pulang agar bisa bersiap untuk pergi bekerja. Tapi pemandangan di hadapannya membuat ia enggan untuk melakukannya. Meski wajahnya meski sebagian wajahnya tertutup masker, dia terlihat sangat lelah.
Selelah apa kehidupan yang kalian jalani selama ini tanpa aku, Cit! Monolog Ziyad.
Di sisi lain, Ahmad dan istri sudah tak sabar menyambangi rumah sakit. Mereka sengaja tak mengajak Naya untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan. Bagaimana pun juga, Naya pasti sedih menghadapi kenyataan seperti ini.
Setelah mengetahui informasi keberadaan ruangan Riang, Ahmad dan Aisyah pun mencari ruangan tersebut. Dan mereka berdua bisa melihat sosok sang putra yang sedang berdiri di depan perempuan yang memejamkan matanya sambil memeluk sebuah jaket.
Pemandangan tersebut membuat sepasang suami istri itu terpaku beberapa saat.
Ziyad hanya berdiri memandangi mantan kekasihnya yang terlelap. Tak ada sentuhan apalagi kontak fisik yang berlebihan seperti apa yang mereka bayangkan sepanjang malam.
"Zi!", panggil Ahmad pada Ziyad yang langsung membuat Ziyad terkesiap dan menoleh ke sumber suara. Ia terlalu fokus memandangi Citra sampai tak menyadari ada orang tuanya yang datang pagi-pagi seperti ini.
"Papa! Mama! Kalian....", ucapan Ziyad terhenti saat ada pergerakan dari Citra yang sepertinya terusik mendengar suara dua orang laki-laki berbicara.
Citra menegakkan badannya lalu membuka matanya perlahan serta mengucek sebentar hingga ia menyadari bahwa ada lebih dari satu orang berdiri di hadapannya.
Dengan sedikit sempoyongan Citra bangkit dari bangkunya. Untuk Ziyad reflek menangkap tubuh Citra yang beratnya tak seberapa. Mungkin dia lebih kurus di banding saat masih remaja dulu.
Tapi dengan cepat Citra menepisnya. Dia tak ingin kedua orang tua Ziyad berpikir macam-macam.
Tanpa mereka sadari, sejak tadi ada seseorang yang mengikuti Ahmad dan Aisyah. Dia bersembunyi disisi tembok lain.
"Om, Tante!", sapa Citra kikuk. Tatapan mata Ahmad masih seperti dulu dimana Citra pertama kali di kenalkan oleh Ziyad pada mereka. Tegas dan seram!
"Kamu... tidur di luar sejak semalam?", tanya Ahmad. Citra mengangguk pelan.
"Iya, Om!"
"Kenapa?", tanya Ahmad.
"Semalam Riang demam tinggi Om. Dia ingin di temani mas Ziyad. Dan...dan...saya pikir, lebih baik saya di luar agar tidak terjadi fitnah. Mas Ziyad ke sini saja, saya sudah tidak enak terhadap istrinya. Apalagi jika kami harus berada di ruangan yang sama meski ada Riang disana. Dan mungkin istrinya memang tak melihatnya Om. Tapi...saya hanya berusaha untuk menjaga perasaan istri mas Ziyad juga...karirnya....", jawab Citra panjang lebar.
Naya yang ada di balik tembok itu meremas dadanya yang begitu sakit. Dari ucapan Citra, perempuan beranak satu itu terdengar jujur. Tapi...bolehkah Naya egois???
Ziyad menunduk begitu dalam.
"Sebesar apa cinta mu pada lelaki brengsek ini Citra??? Sampai kamu menutupi semuanya dari kami?", tanya Ahmad menohok. Ziyad tak mengelak jika yang dimaksud adalah dirinya. Lelaki brengsek yang sudah menikmati gadis tercintanya tapi pergi begitu saja.
Citra tak mampu lagi menatap Ahmad yang terdengar begitu kecewa.
Entah reflek atau apa, Citra terduduk lalu bersimpuh di depan kaki Ahmad.
"Maafkan Citra, Om! Saya hanya tidak ingin merusak masa depan yang sudah Om siapkan untuk Mas Ziyad. Saya yang salah di sini!", kata Citra.
Aisyah membantu Citra untuk bangkit. Perempuan paruh baya itu merengkuh bahu Citra yang masih tergugu.
"Banyak hal yang Om sesalkan Cit, tapi kenapa kami harus bertemu dengan mu dalam kondisi Riang yang seperti ini???", tanya Ahmad lirih.
Citra semakin erat memeluk Aisyah yang sama-sama menangis.
"Papa ingin bertemu cucu Papa!", ujar Ahmad. Aisyah dan Citra sudah melepas pelukannya.
"Ziyad antar Pa!", kata Ziyad. Lalu Aisyah dan Citra pun mengekor di belakang mereka.
Lalu bagaimana dengan Naya????
Perempuan cantik itu hanya mampu menepuk dadanya yang kian sesak. Karena kenyataannya, meski ia cemburu tapi nuraninya sebagai seorang ibu dan perempuan merasa terpanggil.
Dia sendiri tak bisa membayangkan seperti apa menjadi Citra. Dan mungkin... meski Naya sangat mencintai Ziyad, cinta Citra jauh lebih besar untuk suaminya tersebut.
Setelah merasa sedikit tenang, Naya pun memutuskan untuk meninggalkan lorong rumah sakit tersebut.
*****
16.00
Happy weekend dan selamat beristirahat. Ngga lupa ya Mak ucapin terima kasih tiap kalian selesai baca bab2 receh mamak ini 😁✌️
🙏🙏🙏🙏🙏🙏🙏🙏🙏
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 226 Episodes
Comments
andi hastutty
citra sungguh besar cintamu yg tak terbalaskan
2024-01-23
0
Queen Mehrunnisa
sejauh ini masih lanjut bacanya..bagusss ceritanya..
2023-12-22
0
🌺zahro🌺
yaAllah thor sedih sekali ,kasian citra ,citra wanita kuat,2 part ini air mataku terjun bebas
2023-12-15
0