Menyambut Tahun Baru

Tidak diijinkan menemuinya, Aku pun memilih menyiapkan barang-barang keperluan untuk acara bakar-bakar nanti malam. Anak-anak sangat antusias melihatku sibuk.

"Gabrie, Gibran dengar Papa yah, Nak. Kalian tidur dulu biar nanti malam tidak cape, yah," pintaku lembut. "Ya Pa ... ," sahut mereka bersamaan. Sus Sulis membawa mereka ke kamar.

Aku pun sudah kelar menyiapkan semua peralatan yang akan nanti kami pergunakan. Selepas itu, Aku berangkat ke rumah Anyer, Ia sudah menyiapkan daging-daging yang sudah dibumbui dan diungkep. Jadi, nanti bila dipanggang lebih gampang matang merata.

Bila Anyer sudah turun tangan, semuanya beres. Sosis sedang dalam proses pemanggangan, menurut Anyer katanya agar nanti pas anak-anak bangun sudah siap untuk mereka konsumsi.

Baru Anyer menyebut mereka, kini sudah didepan mata aza tuh bocil. "Pa, Ma kita mau makan sosis," ujar mereka polos. "Ini, sudah siap, Nak. Sini ... duduk dekat Papa," ajakku seraya menepuk tempat dudukku.

Mereka terhuyung-huyung menghampiriku dengan mata masih sedikit mengantuk. Aku mengambilkan beberapa tusuk sosis bakar didalam piring. Sosis panggang kecap itu mereka icip satu per satu.

"Enak, Pa," kata mereka memuji. "Itu, ii yang bakar juga dia yang racik bumbunya," balasku menunjuk Anyer. "Ma, enak ... banget sosisnya, laen kali buatin kami lagi ya, Ma," pinta Gibran memelas. "Ya, Gibran," balas Anyer seraya membalikan panggangannya.

"Ren, sini piringnya buat ayam bakar!" kata Anyer seraya tangannya menyambut piring dari ku. "Bentar Aku ambil nasi," Akupun masuk kedapur mengambil nasi untuk di bawa ke teras depan.

Bersama ortuku juga kedua orangtua Anyer, juga beberapa kerabat Papa, kami berkumpul merayakan malam tahun baru yang bahagia. Harapanku di tahun yang baru ini, diberi nikmat badan yang sehat, rejeki yang berkecukupan, semua keinginanku terkabul. Amin.

Sambil makan, Kami menikmati kembang api penutupan tahun. Juga untuk menyambut tahun yang penuh keberkahan untuk semua insan.

Si kembar berlari kesana-kemari sambil sesekali menyalakan kembang api yang sudah Aku siapkan kemarin. Ini juga kali pertama mereka merayakan tahun baru dikampung halamanku, sederhana namun meriah bersama orang-orang tercinta.

Menjelang pukul 02.23, Kami pun bubar. Anak-anak juga ortu kami membubarkan diri. Aku dan Anyer berduaan melepas rindu, tanggal 2 besok, Aku sudah harus kembali.

"Nyer, besok Aku kembali ke sana, Aku ... akan selalu merindukanmu," Aku curhat sembari memegang jemarinya. Ia pun diam, enggan menatapku. Seolah berat melepas kepergianku.

"Sebentar lagi, Aku pulang menjemputmu sebagai istri sahku, sabar yah," pintaku menghiburnya. Aku perhatikan sedari tadi matanya berkaca-kaca.

"Selamat jalan, safe flight," ucapnya lirih. "Ya, Kita selalu kontakan ya, biar anak-anak juga bisa kangen-kangenan sama Kamu," Aku membalasnya sembari mengelus-elus rambutnya.

"Semua sudah Aku pindahkan ke dalam, besok aza diberesin," ujarku sambil beranjak dari kursi. "Nginap yah, dikamarku," Aku berbisik menggodanya. "Pulang dong, kan dekat," jawabnya lantang.

Aku mengantarnya hingga ke pintu rumahnya. Setelah Ia masuk Akupun kembali ke rumah dan beristirahat hingga esok pagi.

Matahari sudah tegak memancarkan sinarnya ke seluruh penjuru bumi. Waktu menunjukkan pukul 08. 36. Aku segera mandi, setelah itu Aku akan mengambil semua perangkatku tadi malam, akan ku bereskan sebelum meninggalkan kampung tercinta.

Ternyata, Sus Sulis sudah membereskan semua kekacauanku. "Sus, makasih, ya," ucapku pada perempuan yang usianya lebih muda dari Ibuku itu.

"Ya, Pak. Anak-anak juga masih belum bangun, Pak," balasnya dengan nada bicara yang selalu santun namun kocak.

Reno kemudian pergi menemui Anyer. "Nyer, Aku masuk, ya?" Tanpa menunggunya menyauti Aku langsung menerobos masuk. Ia sedang menyiangi lauk untuk menu maksi nanti. Aku menatapnya yang sedang asyik memilah-milih sayur di hadapannya. Anyer hari ini tak banyak bicara. Ia konsen dengan pekerjaannya saja.

"Nyer, nanti singgah ya, bantu Aku packing barang," pintaku pelan. "Ya, nanti siang, ya Ren," Ia balik bertanya padaku. "Ok, Aku tunggu nanti," balasku.

"Aku bantu ya, Nyer?" tanyaku menawarkan diri. "Kamu duduk aza, bentar aza, nanti kita sargi bersama," Aku pun menurutinya dan duduk sambil menikmati tangan gesitnya memasak memainkan spatula ditangan kanannya.

"Aku tidak bisa mengontrol diri, ketika Ia memindahkan mie tiau goreng ke piring, Aku memeluknya dari belakang. "Ah ..." Ia spontan terkejut dengan pelukan yang tiba-tiba itu.

"Ren, Aku lagi masak," Ia mengingatkanku namun Aku tak perduli. "Kan sudah, tuh," kataku sembari menunjuk ke arah piring berisi mie tiao goreng.

Aku membalikkan tubuhnya, ku kecup keningnya lanjut ku kulum bibir manisnya. Kami pun bercumbu mesra. Awalnya ia menolak seperti biasa, namun tak berdaya oleh bujuk rayuku.

"Anyer, Kita menikah yuk, Aku ... Aku ga sabar," rayuku membisik ditelingaku. "Sabar, Ren," balasnya seraya mendorongku menjauh dari tubuhnya.

Namun, bukannya mundur Aku malah semakin mendekatinya. Aku memberi kecupan panas untuk calon istriku. "Ren ..." sekali lagi Ia berusaha melepaskan diri seraya mendorongku, alhasil upayanya sia-sia belaka.

Aku membekam bibirnya dengan bibirku, hingga yang terdengar hanyalah nafasnya yang naik turun beserta denyut jantung yang berdetak kencang. Dada kenyalnya merangsang naluri kelelakianku.

Pikiranku semakin liar, hendak melangkah lebih jauh lagi. Dan, tiba-tiba ... "Pa ... Papa, Mama ..." anakku datang. "Papa dan Mama sedang apa?" tanya Gabriel penasaran. "Oh, tadi ada nyamuk dileher Mama, Papa bantu Mama menepuknya, yah ... keburu kabur gegara Gabriel panggil Papa Mama," Aku memberi alasan tak logis agar anak-anak ga berpikiran macam-macam.

"Ya, Nak, nyamuknya nakal, ya," sahut Anyer lagi. Gibran lalu menyusul, Kami berempat sarapan bersama-sama dirumah Anyer pagi ini.

"Nak, besok kalian pulang, semoga penerbangan kalian lancar dan selamat, yah," Anyer mengucapkan doa untuk mereka. "Mama ikut yah Ma, nanti Kita tinggal bersama yah, Ma" ajak Gabriel penuh semangat. "Yah, Ma, nanti Kita jalan-jalan setiap sore, Ma," Seru Gibran tak mau kalah.

"Gibran, Gabriel, Papa kemarin bukannya sudah sampaikan sama kalian, kalau kita pulang tanpa Mama. Tapi, Kita akan kemari lagi menjemput Mama setelah Papa sama Mama resmi menjadi pasangan suami dan istri," Jelasku rinci.

"Ga, Mama harus ikut, Gibran ga mau pulang tanpa Mama," Gibran menangis sesegukan. "Gabriel juga, Papa pulang aza sendiri," sahut si sulung juga menangis terisak.

"Gabriel, Gibran Mama sayang kalian, tapi Kita berpisah sebentar aza kok. Sebentar lagi Kita berkumpul lagi, nanti Mama yang akan mendongeng meninabobokan kalian, yah. Tapi, tunggu Mama uda resmi jadi istri Papa, kalau ga, Papa bisa dipenjara lho, Nak," jelas Anyer lagi.

"Tiap hari Kita bisa vidio call, ya kan?" balas Anyer. "Jadi, berasa ga ada jarak, cuma sebentar aza kok Kita ga ketemuan," lanjut Anyer lagi.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!