Ijin Menikah

Selesai makan berdua, Anyer merapikan meja makan sedang Aku duduk di atas sofa, sesekali Aku perhatikan gerak-geriknya. Tiba-tiba, diruang depan sana ada suara berisik. Ternyata mereka sudah tiba.

Aku menyapa ortunya. "Om, Tante," ucapku. Mereka membalas panggilanku dengan senyum. "Ren, Kamu tunggu dulu, Tante mandi dulu," ujar Tante Riana sembari berjalan ke loteng.

Aku pun kembali ke posisi semula. Anyer lalu duduk bersamaku. "Kembar ga ikut, Ren?" tanya Anyer menoleh. Sedari tadi Ia tidak sadar Aku datang sendiri.

"Kamu tuh, sibuk terus sampai-sampai lupa, Aku bukannya datang sendiri," balasku enteng sambil mengacak rambutnya yang terurai. "Nyer, Aku deg-degan, takut ditolak," ungkapku jujur. Ia senyum lagi, gadis ini kadang bikin jengkel kadang pula bikin rindu.

Dari tangga terdengar suara tapak kaki turun kebawah, suara lembut wanita berjalan. "Ren, ada apa?" tanya Tante Riana mendekat dan duduk di seberang sana. "Tan, Saya ingin minta restu kalau Saya ingin melamar Anyer. Saya janji, Tan, akan jadi suami yang baik untuk Anyer nanti," Aku mendeskrpisikan niatku panjang lebar agar Ia tak ragu menerimaku sebagai menantunya.

"Ya, boleh, nanti ... sampaikan ke ortumu cari hari baik untuk tunangan dan pernikahan kalian," ujarnya singkat. "Tante, bisa tinggal ya, Ren. Tante mau istirahat," bisiknya. "Ya, Tan, makasih ya," ucapku dengan wajah terpancar kebahagiaan.

"Nyer, makasih, ya," Aku mengambil tangannya dan menciumi punggung tangan calon istrinya itu. Aku menatap wajah Anyer mesra hingga membuatnya salah tingkah.

"Calon istriku," ucapku sekali lagi mengodanya. Wajahnya merah merona. "Nah, es jeruk," Aku menerima es jeruk buatannya. Aku seruput, segar ... Kami berdua pun duduk manis tak ada satu pun yang bersuara.

Aku menatap hapeku, Ia juga sedang asyik dengan androidnya. "Nyer, usai Tahun Baru, Aku kembali lagi ke Jakarta, setelah selesai urusan disana Aku kembali lagi mengurus pertunangan kita, ya," ujarku sembari memandanginya yang sedang asyik mengetik naskah cerita disalah satu platform menulis, mangatoon.

Ketika ada waktu senggang, Ia habiskan untuk menulis. Ia tak biasa duduk diam, membiarkan waktu terbuang percuma.

"Nyer, apa Kamu dengar apa yang Aku katakan barusan?" Aku melihatnya cuek seolah tak perduli denganku. "Ya, Ren," jawabnya lemas. "Kenapa? Kamu kesepian tanpa Aku disini nanti?" Aku mencoba melihat reaksinya. Sepertinya, Ia keberatan saat Aku katakan akan kembali ke Jakarta.

"Hmm, gimana kalau Kamu ikut, Nyer?" Aku menawarkannya ikut tapi Aku tau pasti Ia tolak mentah-mentah. "Jangan, Ren. Kasian Mama dirumah," tolaknya lemah.

"Aku akan sering pulang, juga nanti anak-anak pasti sering vidio call sama Mamanya tercinta, ya kan?" Hiburku karena Aku paham betul Ia pasti kangen dengan buah hatiku daripada ayahnya.

"Nyer, kalau bole jujur, Kamu lebih kangen sama si kembar atau sama Aku?" tanyaku penasaran. "Anakmu, Ren. Mereka lagi lucu-lucunya. Mereka juga ku anggap seperti anakku sendiri," sahutnya dengan mata sedikit berkaca-kaca.

Aku menarik tubuhnya ke dalam pelukanku. Dia menyandarkan tubuhnya lekat didadaku. Aku bisa merasakan hatinya sedang galau. "Hmm, sayang, yang sabar ya, bentar lagi kita nikah. Aku ga akan lagi meninggalkanmu," ucapnya polos. Dia masih terus berbaring manja dipelukkanku.

"Ren, kelak kalau kita sudah menikah, apa Kamu tetap akan mempeelakukanku dengan baik seperti ini ?" Dia memberiku pertanyaan yang sangat mudah dijawab tapi mengandung makna yang mendalam.

"Kita akan berbagi suka dan duka, apa kamu masih ragu dengan perasaanku, Nyer?" tanyaku berulang kali. Gadis ini sepertinya masih ragu, ntah itu meragukan hubungan kami yang masih begitu singkat namun keputusan yang ku ambil terkesan cepat. Atau mungkin Ia takut dengan masa laluku yang akan terus membayanginya kelak bila berumahtangga denganku.

"Nyer, Aku tahu, statusku seorang duda dengan 2 orang anak. Tapi, ada satu hal yang sebenarnya Aku pendam sejak lama, sebelum bertemu dengan ibu dari anak-anakku, Kaulah cinta pertamaku. Dan, bila kita ditakdirkan bersama, maka Kamulah pertama dan yang terakhir dalam pernikahanku dalam hidupku," Jelasku untuk mempertegas keraguan dihatinya.

"Ren, tadi mama beli kue dari Singkawang, kamu mau icip-icip?" Ga ahh, masih kenyang. "Lain kali, Aku cuma pengen icip buatanmu," jawabku menolaknya dengan santun. "Ok, tapi titip ya buat si kembar," Ia mengisi kue brownies kedalam wadah plastik khusus Ia berikan untuk bocilku.

"Dengar-dengar, Kamu jago baking ya, Nyer? Masakanmu juga uenak, alangkah sempurnanya kekasihku," Aku menyanjungnya secara spontan. "Jago sih ga lah, sedang-sedang saja." Ia menolak pujian yang terlalu tinggi dariku.

"BTW, nanti foto prewedding mau dimana, Jakarta atau disini?" Aku membiarkannya bebas menentukan studio foto prewedding kami. "Terserah Kamu," jawabnya lagi.

"Nanti Kita sama-sama ke Jakarta, kita foto disana, aza," ajakku biar bisa lebih dekat bersamanya. "Menurutku sih, di Singkawang aza, Ren," Sanggahnya lekas. "Karena harganya ga berlebihan bisa nego, jangan boros, Ren. Kedepannya, kita masih butuh banyak dana," jelasnya semakin mempertegas jati dirinya, seorang gadis yang sederhana tidah serakah dan tamak.

"Nyer, sekali seumur hidup lho, yakin kamu?" tanyaku meyakinkannya sekali lagi. "Ya, walau Aku sudah dua kali sih, tapi itu murni bukan kemauanku, keadaan yang memaksaku," balasku kalem.

"Ya, Ren. Sebaiknya jangan boros, susah cari duit." Ia mempertegas ucapannya lagi. Ini juga salah satu karakter yang membuatku semakin jatuh cinta padanya.

"Tahun baru nanti ada acara apa? Kita panggang ayam dibelakang rumah, yuk!" ajakku dengan mimik wajah super duper semangat.

"Boleh," sahutnya membalas ajakanku dengan antusias. Kami menikmati malam yang romantis berdua tanpa Gabriel dan Gibran. Aku merapatkan tubuhku mendekatinya. Aku peluk kembali tubuh gadisku ini. Aksiku yang binal beberapa waktu yang lalu membuatnya merasa tertekan.

Akan tetapi, setelah Aku mendengar curhatannya, Aku baru sadar, tidak semua wanita sifatnya sama. Anyer dan Nina, dua wanita dengan karakter yang berbeda.

Anyer lebih nyaman diperlakukan dengan manja dan sopan, sedang Nina dulu sangat liar. Sifat keduanya berbeda bagai langit dan bumi. Anyer lahir dari keluarga terdidik, Ia tahu menempatkan setiap pribadi berdasarkan usia dan sifatnya. Gadis yang sungguh istimewa ini merupakan paket komplit yang telah Tuhan tata dan kirimkan untukku.

"Your the answer to the prayer that I've prayed ... " begitulah lirik dari lagu Lobo yang berjudul 'Faithful'.

"Nyer, Aku pulang yah, udah malam. Anak-anak nanti cari," pamitku. "Ya, Ren," Ia mengantarku hingga ke pintu belakangnya. "Met malam, I love u," ucapku pelan. Ia hanya membalas senyum. "Sana masuk, tidur sana, sudah larut!" serunya seraya menutup pintu dapurku dan pergi.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!