Raut wajah Anyer berubah setelah mendengar permintaan Gabriel agar Ia menjadi ibu sambungnya. Gabriel mewakili kata hati dan mulutku. Aku senang, tapi Anyer, apa sudah ada yang punya?" tanya Reno dalam hati kecilnya.
"Gabriel, ga sopan ahh," aku pura-pura menegur anakku. "Ga apa-apa, Ren. Namanya juga anak kecil," balas Anyer. "Mamanya di mana, Ren?" tanyanya penasaran. "Mamanya sudah meninggal sejak melahirkan anak kembarku," curhatku.
"Ii, anaknya mana?" tanya Riel mencari-cari teman bermain. "Ii belum menikah jadi belum ada anak," terang Anyer seraya membelai rambut Riel panggilan kecil untuk Gabriel.
"Ii menikah dengan Papa, yah," deg ... sontak mereka berdua terkejut. "Riel, ga sopan," kataku seakan tak suka tapi aku berharap itu terjadi. Anyer hanya tersenyum.
"Tuhan, semoga dia jodohku," pintaku pada yang di atas. "Ii, boleh minta no hape ii, nanti Riel vical," ucap anak yang sebentar lagi berumur 4 tahun itu lincah. Ia seolah paham dengan semua yang aku butuhkan. "Pulang mandi yuk, udah siang," kataku masih terus memandang Anyer.
"Da ... ii, nanti Riel datang lagi yah, minta obat sama ii," kata anakku polos. Dan lagi-lagi ia memberiku kesempatan untuk mendekati Anyer. "Semoga kamu jodohku, Nyer."
Aku dan Riel pulang ke rumah, Sus Sulis segera memandikan anakku. Akupun segera mengambil hape, aku save no hape Anyer. Ku coba ping WAnya, ia segera membalasku.
"Nyer, ini no Reno," ketik di aplikasi WA. "Ya, Ren," balasnya singkat. Tanpa sadar aku ketagihan berbual dengannya. "Sudah sarapan?" tanyaku peduli. "Sudah," balasnya lagi. "Aku ke toko ya, bye ... " balasnya mempersingkat waktu.
Setelah selesai berbenah dan masak, Anyer berangkat ke tokonya. Dan, anggota keluarga yang lain akan gantian pulang makan di rumahnya yang dapurnya berhadapan dengan depan rumahku.
Gadis itu sama sekali tidak berubah, rajin dan cantik, itulah yang menonjol dari dirinya. Anyelir, gadis yang mencuri hati ini, sejak dahulu dan hingga sekarang pun, pemilik hati ini tetaplah Dia.
Sorenya, Gabriel segera mandi tanpa disuruh, Ia sudah rapi mengenakan piyamanya. "Pa, ayo kita ke tempat ii," ajaknya sopan tetapi dengan wajah sedikit memelas. "Sebentar, Papa tanya ii dulu posisinya dimana saat ini," jelasnya sembari menunduk mengirim pesan pada Anyer.
"Nyer, Riel pengen ke rumahmu, katanya mau berobat," Aku berdalih sebagai modus biar bisa bertemu Anyelir. "Aku sudah di rumah," balasnya. "Ok, kami berangkat yah," Reno dan Anyer saling berbalas pesan.
Reno dan Gabriel siap-siap berangkat. "Pa, Gibran ikut yah," kata si sulung memelas pula. "Ayo sini, Nak," ajak ku. "Kita kemana, Pa?" tanya Gibran tak mengerti. "Kita ke rumah Ii cantik, baik lagi," terang si bungsu pada Gibran.
Kami tiba, rumah kami cukup dekat. "Ayo, masuk," ajak Anyer ramah menyambut mereka. Reno dan si kembar pun masuk. Dan berpapasan dengan ibu Anyer yang sedang mengambil air.
"Jie, selamat malam," Aku menyapanya dalam bahasa Hakka. Beliau pun menjawab dan bercengkramah bersamaku bahkan Ia sangat menyukai anak-anakku. "Jie, maaf saya merepotkan Anyer sebentar," ijinku pada ibunya.
"Ya, tak apa," katanya ramah. "Aji masuk dulu," pamitnya lalu meninggalkan kami di sana. Aku tak membaca sedikitpun raut wajah tak menyukaiku disana. Aku memperhatikan Anyer melepas perban kaki Gabriel, lalu dengan hati-hati mengolesi kaki itu dengan obat. Sosok keibuannya membuatku tak tahan ingin mengecupnya.
Dan, tiba-tiba Anyer menginjak tutup obat merah dan tergelincir jatuh tepat dipangkuanku. Aku sambut dengan hati-hati agar Ia tidak terluka.
Tetapi, tubuh serta wajah kami berdua berada di jarak yang cukup dekat. Hingga dapat kurasakan bunyi detak jantungnya begitu cepat. Kecelakaan yang sangat romantis, hingga aku tak ingin melepaskannya.
"Papa, Mama ..." Gabriel memanggilnya dengan sebutan "mama". Kami pun baru menyadari kedua anak itu sedang menyaksikan adegan kecelakaan itu. Dan, aku melepaskannya dengan hati-hati.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 45 Episodes
Comments