Mama untuk Anakku

Keesokan pagi, Aku sengaja bangun lebih awal. Aku jogging sambil menikmati suasana pagi di kota kelahiranku. Menyambut matahari keluar dari peraduannya.

Embun pagi begitu sejuk menyentuh kulitku. Kabut yang menutup langit biru perlahan menghilang berganti terang dari cahaya mentari yang menampakkan diri.

Pagi yang indah, Aku melangkah menyusuri jalan yang mulai ramai. Tak ku sadari, Aku telah berada didepan Pasar Teratai, Aku pun masuk ke dalam. Membeli sayur mayur kesukaanku, tak lupa 2 ekor ayam negeri yang sudah bersih. Aku singgah ke lapak penjual kue, Aku membeli kue kesukaan ortuku, juga untuk Anyer.

Tapi, Aku bingung, Anyer suka kue apa? Akhirnya, Aku pilih secara acak. Setelah puas berbelanja, Aku pun pulang ke rumah ortuku. Aku asyik menikmati perubahan besar di kotaku hingga tak sadar Aku sudah hampir tiba, tetapi dari kejauhan Aku melihat Anyer sedang menyapu dedaunan kering di belakang rumahnya.

Aku menghampirinya dan menyerahkan kue yang tadi Aku beli. Awalnya Ia enggan menerima, namun berhasil Aku paksa. Ia pun luluh.

Dari kejauhan anak-anakku berteriak memanggilku. Dan berlari menghampiri Anyer juga memeluknya manja. "Pagi, kembar," sapa Anyer pada ke bocil itu. "Pagi, Mama," balas mereka kompak.

"Eh, kalian panggil ii, yah" pesanku mengingatkan anak-anaknya. "Ga mau, Riel mau panggil Mama," bantah Gabriel. "Ya, Ran juga mau panggil Mama, Papa jahat," ujar Gibran ikut merajuk. Aku hanya pasrah dan melongo melihat mereka begitu akrab dan menyayangi Anyer.

"Yah, Papanya dicuekin," Aku tak mau kalah dengan si kembar. "Pa, itu sayurnya biar Mama yang masak ya, Pa," bujuk Riel manja. "Riel, Ran jangan panggil Mama ya, panggil ii aza. Kasian ii Anyer, belum menikah nanti ii dijelekin digosipin sama orang-orang lho!" Aku membujuk kedua bocah keras kepala itu.

"Ma, bila ada yang buli Mama, Riel tinju dia," ujar anak kecil itu geram. "Seorang gadis yang belum menikah jangan dipanggil mama, Nak," larang Reno lagi. "Papa kan mau nikah sama Mama, ya kan Pa, Ma?" desak si bontot seraya mengayun-ayunkan tanganku. "Menikah ga segampang yang kalian pikir," bentakku geram. "Pulang mandi, ayo!" ajak Reno geram. "Ga, Papa jahat," bantah si bungsu.

"Ren, ga usah kasar dengan mereka," katanya judes. "Riel, Ran, kenapa mau ii menikah sama Papa?" tanya Anyer mengintrogasi kedua bocilku. "Mama baik, sayang sama Riel juga Ran," ujar Riel polos.

Kutatap wajahnya dalam-dalam, ada rasa tidak tega pada kedua anakku. Ia berpikir agak lama dan memutuskan, "Baiklah, ii mau jadi mama kalian," Anyer memberikan jawaban atas pertanyaanku semalam.

"Okay, puas?" tanyaku pada anak-anak. "Ayo, pulang mandi," kataku sembari membawa anakku pulang. Aku berjalan menjauhinya, tapi hatiku malah semakin dekat pada Anyer.

Aku serba salah dengan tingkah bocilku yang terlalu mengatur Anyer. "Nyer, maafkan anakku yah, maklum anak kecil," ku ketikkan pesan untuknya. "Ga masalah, namanya juga anak-anak," balasnya. "Nanti malam Aku bisa ya menemui tante?" tanya berharap Ia memberiku jawaban yang Aku harapkan.

"Pa, yuk kerumah Mama," ajak Riel manja. Si kembar dan Aku pun pergi menemui Anyer. Tiba di sana mereka memakan semua masakan Anyer. "Tumben, ga pemilih, anak-anak Papa?" tanyaku iseng. "Pa, masakan Mama enak semua," sahut Riel senang.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!