Air Mata Cinta

Aku pun kembali kerumah beristirahat hingga ketemu subuh kembali menjemput hari. Lusa adalah tahun baru, hari ini Aku siap-siap ke pasar untuk membeli keperluanku merayakan tahun baru bersama keluargaku.

Setiba disana, Aku membeli 3 ekor ayam, sosis, dan sayur mayur lainnya, tak lupa membeli sarapan untuk mereka. Selesai membeli semua kebutuhanku, Aku pun pulang. Hari ini Aku menyetir mobil, absen jogging, Aku merasa tubuh sedikit meriang.

Setiba dirumah, segera Aku meletakkan semua belanjaanku, biar Sus Sulis yang menyelesaikannya semua kekacauan yang Aku perbuat.

Aku pergi kerumah Anyer, kami menikmati sarapan bersama. "Malam tahun baru, kita buat acara di halaman belakang ya, Nyer. Semua sudah ku siapkan," Aku berinisiatif mengajaknya dan harap-harap cemas Ia tak menolak ajakanku.

"Ren, Aku cape," tolaknya. "Berani kamu menolakku," ancamku dengan mata melototinya. Aku pun perlahan mendekatinya ingin segera ku lahap bibir manis itu, tapi Ia berusaha mendorongku. "Iya, iya, Aku ikut," ucapnya lekas.

"Okay, nanti kamu racik daging ayamnya untuk kita panggang besok malam. Anak-anak juga Aku belikan sosis," jelasku. "Nyer, abis tahun baru, Aku kembali ke Jakarta, apa ga ada yang akan kamu sampaikan?" tanyaku sangat jelas menuntut pengakuan darinya.

"Hati-hati di jalan ya, Ren. Semoga selamat sampai ke tujuan," ucapnya lantang. "Itu aza," seruku jengkel. "Ya ..." ucapnya lagi. "Ga ad yang lain, Nyer," kataku mencoba mengorek-ngorek isi dikepala dan hatinya. Ternyata memang itu aza pesannya untukku, sebel. Padahal, Aku mengharapkan lebih dari itu. Ntah itu merindukanku, mencintaiku, aku tak bisa jauh darimu, bla ... bla ... bla ... Namun, semua sia-sia belaka.

Anyer sama sekali ga romantis, dingin dan kaku. Berarti Akulah yang harus agresif. "Nyer, nanti Aku akan selalu merindukanmu, kalau Aku call diangkat ya, kita ngobrol. Jangan sekalipun cuekin Aku, yah," rayuku seraya menggenggam erat tangannya sambil menatap kedua bola matanya.

Namun, tiba-tiba air matanya menetes. "Kamu kenapa, Nyer?" tanyaku terkejut karena ini pertama kalinya Aku lihatnya meneteskan air mata. "Kenapa?" tanyaku lagi. "Ga, Ren. Yuk, makan ntar keburu dingin ga enak," ucapnya mengalihkan pembicaraan seraya mengusap.air matanya.

Aku tahu, pasti Ia merindukan kebersamaan kami. Namun enggan Ia ucapkan. "Anyer, tatap mataku, Kamu benar tidak perduli atau kamu gengsi mengakui, kalau ..." Tiba-tiba Ia memelukku erat. Sambil menangis dipelukanku.

"Nyer, sabar ya, Aku juga sebenarnya berat sekali meninggalkanmu, tapi Aku harus pulang sebentar ke sana," ucapku dengan mata berkaca-kaca. "Nanti, Aku kembali lagi, Kita sudah bisa bersama-sama selamanya," balasku menghiburnya.

Ia tetap memelukku erat sekali. "Nyer, kita makan, yuk! " ajakku berbisik ditelinganya. Ia pun melepas pelukan dan melanjutkan sarapan pagi.

Dengan kejadian hari ini, akhirnya Aku memahami, ternyata hatinya benar-benar sudah ku curi. Walau terkesan cuek, namun Ia ternyata care padaku.

"Makasih, Nyer," ucapku pelan sembari mengelus rambut hitamnya yang terurai. "I love u," bisikku pelan dikupingnya. Ia pun membalasku dengan senyum yang teramat manis.

"Aku pulang ya, takut anak-anak mencariku," pamitku seraya keluar dari pintu. "Nyer, Aku mengecupnya dari jarak jauh, mhuah ..." Bukannya membalasku tapi Ia malah menutup pintu.

Aku pulang dan ku lihat bocilku sedang duduk manis menyantap sarapan yang tadi Aku beli. "Pagi, Nak," sapaku. "Pagi, Pa," jawab keduanya kompak. "Papa barusan ketemu Mama, yah?" tanya Gabriel kepo. Aku pura-pura mengacuhkannya.

"Papa udah ajak Mama blom, rencana Kita untuk sambut tahun baru, sambil bakar-bakar," tanya anakku kepo. " Udah, Nak," jawabku pasrah. "Terus, apa kata Mama," tanya Gabriel penasaran

"Mama ga mau ikut, katanya malas ahh ..." Aku mengadu pada anakku.

"Sini, hape Papa," ucap Gabriel seraya mengulurkan tangan untuk menerima hape ayahnya. "Riel, Kita ke rumah Mama aza, yuk," ajak Ran. "Ehh , ehh, ga usah," Aku menghentikan langkah anakku. "Mama udah kerja, ga ada lagi dirumah, percuma," Aku memberi alasan untuk mengeprank si kembar.

Lalu mereka mengambil tablet menghubungi Anyer. "Hallo, ma. Ini Gabriel, besok malam tahun baru, kita bakar-bakar ya, Ma," ajak Riel manja. "Ya, Riel. Tadi Papa uda ajak lho," kata Anyer dari seberang. "Ok, Ma, makasih," ucapnya lalu menghentikan obrolan dengan memencet simbol tombol telepon hijau mengakhiri percakapan.

Reno yang sedari tadi menguping percakapan anaknya bertingkah seolah tak terjadi apa-apa. "Papa jahat, kenapa sih bohong," ngomel Riel dengan wajah cemberut. "Maaf ya, Nak. Papa cuma pengen liat, apa benar Riel dan Ran, benar-benar menyayangi Mama atau ga," balasku santai.

"Kami sayang banget ... sama Mama," ujar kedua anak itu serentak. "Nak, setelah tahun baru kita pulang ke Jakarta, yah," Aku mulai membuka obrolan. "Mama ikut, Pa?" tanya Riel lekas. "Ga dong, Mama kan cari duit. Tapi, nanti kalau Papa sama Mama udah merried, Mama baru bole ikut," jelasku. "Kalau Mama ikut, memang kenapa, Pa?" tanyanya penasaran.

Aku putar otak menjawab pertanyaan bocilku. "Hmm, Gabriel dan Gibran, sayang ga sama Papa?" tanyaku memancing kedua anakku. "Sayang banget," jawab si kembar serentak. "Kalau Papa dan Mama tinggal bersama tanpa ikatan pernikahan, nanti Papa bisa ditahan sama Pak Polisi lho," jelasku dengan roman wajah tegang. "Hah ..." seru keduanya bersamaan.

"Pa, jadi gimana, Pa biar nanti bisa tinggal sama Mama?" tanya Riel penasaran. "Harus ada ikatan perkawinan," jawabku segera. "Papa cepatan nikah dong, Pa sama Mama. "Ya, nak. Tapi menikah itu ga mudah, harus ngumpulin duit yang banyak, harus ada restu dari orangtua juga dari anak-anak Papa," jelasku. "Pa, kami semua merestui Papa," lagi-lagi mereka menjawabku kompak.

"Nah, makanya kita pulang dulu, Papa selesaikan dulu semua kerja Papa di Jakarta, nanti baru Papa bawa Mama untuk kalian, yah," jelasku panjang lebar agar ketika kami berangkat pulang mereka sudah siap lahir batin.

"Nanti, kalau kita pulang berarti ga ada drama nangis, yah?" tanyaku menantang mereka. Mereka hanya diam membisu, Aku tahu mereka pasti tidak sanggup. Aku tau sifat anak-anakku, bila mereka mampu, mereka akan menjawabku dengan suara lantang. Tapi bila tidak, maka dipastikan drama tangis-tangisan itu akan terjadi.

Dalam kurun waktu belum sebulan disini, mereka sudah begitu akrab. Aku tau mereka pasti akan saling merindukan satu sama lain. Tapi, Aku tetap harus tegas, bahkan pada diriku sendiri. Aku akan kembali menjemput cintaku, menjemput masa depanku.

Si kembar bermain di ruang depan, Aku kembali ke kamar. Aku pun segera mengambil ponsel. "Nyer, sudah maksi?" Aku mengirimkan pesan untuknya. "Sudah, Ren." balasnya. "Aku ke sana, yah?" Kembali ku kirimkan pesan lagi. "Jangan," balasnya.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!