Suasana berdasarkan pandangan Ayah.
Aku yang tadinya berdiri tegak, tiba-tiba terlihat duduk lemas, kaki dan tanganku menjadi lemah, mulutku menganga, tubuhku gemetaran dan mengeluarkan banyak sekali keringat, mata ku berkedip-kedip dengan sangat cepat.
Perasaanku, melihat Ayah, Ibu, Pak Antok dan Mbah Anwar, mereka semua ada di depan mataku namun semakin lama pandangan itu semakin jauh, seolah jarak di antara kami bergerak dengan begitu cepat, aku merasa sendirian.
Seperti melewati lorong waktu, aku semakin mengecil dan menjauh, kepalaku terasa pusing dan mataku panas, tubuhku seakan melayang dan berputar-putar.
Sekarang aku tidak tau lagi dimana aku berdiri, semua tidak terlihat, semua gelap. Tes tes tes tes tes tes, seperti suara tetesan air.
Aku memberanikan diri untuk melangkah, mencari tau dimana aku. Tiba-tiba tubuhku jatuh tertelungkup dan mataku terpejam, aku sadar betul akan apa yang sedang aku alami. Aku tau ini bukan mimpi ataupun khayalan yang dikatakan Ayah maupun Ibu.
Saat aku membuka mataku, bluup bluuup
bluuup bluuup, aku terkejut sekali, satu-satunya hal yang aku rasakan adalah aku sulit untuk bernafas. Hidungku penuh dengan gelembung.
Aku membuka mataku lebar-lebar, berharap ini hanya perasaanku ku yang tidak menentu. Tapi benar saja, aku berada di dalam air. Aku berusaha berenang tapi aku tidak bergerak kemanapun.
Blooooug, aku mendengar sesuatu yang berat jatuh dan masuk ke dalam air. Air yang sama dengan ku, aku memperhatikannya dengan baik.
"Aaaaaak, aaaaaaak ...." Aku berteriak di dalam genangan air dan bergerak tidak terkendali. Ya Tuhan, aku melihat si Mbok, si mbok ada di dalam air, air yang sama denganku.
Sadar itu wajah dan tubuh si Mbok, aku segera menangkapnya tanpa rasa takut. Aku menggoyang-goyangkan tubuh si mbok yang tampak bergerak kesana kemari sesuai arah gerak air.
Di dalam hati aku memanggil-manggil namanya. Mbok, Mbok Mbook, Mboook, si Mboooook bangun Mbok, sambil terus menggoyang-goyangkan tubuh si Mbok dengan kuat. Si Mbok pun membuka kedua matanya lalu aku memeluk si Mbok dengan erat.
Saat si Mbok membuka matanya, semua terasa aneh bagiku, dalam kebingungan aku terus berfikir, apa yang terjadi pada si mbok? Bola mata si Mbok yang tadinya hitam menjadi putih.
Aku menyadari sesuatu. "Tidak tidak tidak ...." Teriakku di dalam hati sambil menjauhi si Mbok dan aku sangat ketakutan. Kemudian si Mbok pun menutup kembali kedua matanya seolah Dia tau aku takut melihatnya.
Di dalam takutku, ada rasa peduli yang sangat besar, melihat si Mbok menutup matanya, aku kembali menggoyang-goyangkan tubuh si Mbok.
Lama-kelamaan aku tersadar dan terkejut, tentang kenyataan bahwa ternyata sejak tadi ayah lah yang sedang menggoyang-
goyangkan tubuhku dengan sangat kuat.
Aku mendengar suara Ayah. " Bangun nak, Sarah bangun Sarah, bangun, sadar nakkkkk, ingat ayah ...!" ucap Ayah kemudian Ayah menangis.
"Ayah .... " ucapku mulai tersadar.
"Anakku .... " kata Ayah menangis sambil memelukku erat, tubuhku basah, aku tidak tau basah karena peluh atau basah karena aku memang berada di dalam rendaman air.
"Ayah, aku bermimpi, aku memimpikan si mbok yah." Lalu Ayah melihat ke arahku. " Aku bermimpi bertemu dengan si Mbok." ucapku sekali lagi.
"Dimana nak?" sahut Ayah dengan cepat, seakan segera ingin tau.
"Aku tidak tau yah tapi tempat itu banyak sekali airnya, seperti kolam yang besar, airnya banyak dan jernih." ujarku sambil menarik nafas pendek-pendek.
"Atur nafasmu Sarah!" ucap Mbah Anwar seraya mendekati tubuhku yang lemah dan basah kuyup.
Lalu Mbah Anwar duduk di sampingku sambil memegang kepalaku dengan tangan kanannya dan kepala Mbah Anwar sendiri dengan tangan kirinya.
Saat Mbah Anwar meletakkan tangannya di keningku, tangan Mbah Anwar terlihat basah berkeringat dan bergetar. Tidak lama kemudian Mbah Anwar berhenti dan melepaskan tangannya dari keningku "Saya tau dimana dia."
"Siapa Mbah?" tanya ayah.
"Orang yang kalian cari." Jawabnya tanpa basa-basi.
"Si mbok?" ucap Ayah lagi. Mbah Anwar langsung mengangguk-anggukkan kepalanya.
"Syukurlah kalau begitu Mbah." Seketika wajah Ayah langsung ceria dan tidak berfikir macam-macam tapi berbeda dengan wajah Mbah Anwar yang terlihat melemah sambil menekuk keningnya.
"Dan kamu Ndok, harus legowo, sabar, kuat, njeh (dan kamu nak, harus iklas, sabar, dan kuat ya)." Aku hanya terdiam mendengarkan perkataan si Mbah.
"Mari kita melangkah dan menuju ketempat yang aku maksudkan tadi." ucap Mbah Anwar sambil berdiri.
Kami semua kecuali Ibu berdiri dan bergerak bersama Mbah Anwar, kami mengikutinya dari belakang. Sementara Ibu sudah diangkat Ayah ke kamarnya.
"Dia di sana, mari!" Mbah Anwar membawa kami ke arah gudang tua.
Perasaanku mulai tidak enak, firasat ku tidak baik, aku memegang tangan Ayah dengan erat. Tapi langkah Mbah Anwar tidak membawa kami ke gudang tua, melainkan ke arah sumur di sebelah gudang tua.
Mbah Anwar berdiri di dekat sumur. Sambil menunjuk ke dalam sumur, si Mbah berkata "Dia di sana."
"Apa maksudnya Mbah?" tanya Ayah dengan bibir yang tampak gemetaran.
"Iya nak, si mbok nya di sana, di dalam sumur, beliau sudah tiada. "
"Tidaaaak, tidak, tidak, tidak mungkin Mbah, tidak mungkin yah ...." ucapku sambil terus menangis histeris. "Ayah, si mbok yah, ayahhhhh ...." Ayah langsung memelukku dengan kuat.
"Sabar nak, sabar, sabar Sarah .... " ujar Ayah sambil menyeka air matanya sendiri.
"Pak Antok, segera hubungi polisi saat ini juga! Jangan ditunda lagi, kasian si mbok" ucap Ayah. "Ya ampun mbok, kok bisa mbok mbok?" ujat Ayah dengan suara penuh penyesalan.
Polisi datang ke rumah pas waktu tengah hari, mereka mengangkat jenazah si Mbok dengan menggunakan alat dan sangat hati-hati. Anak-anak si mbok pun sudah berkumpul di rumah, rasa tidak percaya menyelimuti hati kami semua.
Aku mendengar polisi berbicara kepada Ayah kalau berdasarkan kondisi jenazah, si Mbok sudah meninggal sekitar tiga hari, padahal selama tiga malam ini, hampir tiap malam si Mbok menemani aku.
Aku langsung terbayang saat-saat si Mbok menemaniku di malam hari, selama itu si mbok sangat telaten mengurus dan menjagaku.
Aku mengingat semua kenangan ku dan si mbok, semua itu menjadikan rasa takut dan jijik terhadap keadaan jenazah si mbok yang sudah busuk menghilang seketika. Saat jenazah si Mbok diangkat, aku berlari memeluknya.
"Mboooook, mboooook, mbok bangun mbok! siapa lagi yang akan menemani aku? Siapa lagi yang akan memperhatikanku? Siapa lagi yang akan peduli padaku? Siapa lagi yang akan mengurusku mbok? Ayo bangun mbokkk ...!" ucapku berteriak tidak berhenti.
Rasanya jiwaku terhempas aku tidak tau lagi apa yang aku rasakan. Ayah mengambil dan memeluk ku agar aku menjauh dari jenazah si Mbok. Saat semuanya hampir keluar dari tempat kejadian, aku melihat si Mbok berdiri di sebelah sumur itu.
Terlihat si Mbok menundukkan kepala dan setengah badannya seperti sedang mencari sesuatu di dalam sumur, tiba-tiba ada tangan dari arah punggung dan mendorong si mbok ke dalam sumur sehingga si Mbok terjatuh, itu yang aku lihat.
Melihat semua bayangan itu, aku berteriak sekencang kencangnya. Ayah yang tidak tau apa yang aku lihat, semakin kuat memelukku.
"Si mbok, si mbooook, si mbooookkk .... " ucapku terus memanggilnya.
Bersambung....
Jangan lupa terus ikuti episode selanjutnya ya teman-teman. Tinggalkan komentar, klik like dan favorit untuk mendapatkan notifikasi selanjutnya.
Plus beri aku dukungan dengan menekan tombol vote pada halaman terdepan. Vote dari teman-teman pembaca semuanya adalah semangat tersendiri bagi saya penulis. Makasih 😘😘
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 233 Episodes
Comments
pioo
kebanyakan aaaak aaaakk🦅🦅🦅
2024-10-19
0
Hannie Hpai
ibunya sarah pelakunya
2021-02-22
0
Syahril Sidiq
terlalu bertele tele..
2021-02-11
0